2025-05-26 23:23

Peraturan Daerah Kabupaten Buton Utara Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Perlindungan  dan Pemberdayaan Petani

Share

Bupati Buton Utara,

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

Menimbang: Bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasar warga negara, Pemerintah Daerah menyelenggarakan perlindungan dan pemberdayaan petani secara terencana, terarah, dan berkelanjutan;

bahwa untuk mengantisipasi perubahan iklim, kerentanan terhadap bencana alam dan risiko usaha, globalisasi dan gejolak ekonomi global, serta sistem pasar yang tidak berpihak kepada petani, perlu dilakukan perlindungan dan pemberdayaan terhadap petani;

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan      Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Pemerintah Daerah menetapkan strategi dan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani dengan memperhatikan asas dan tujuan perlindungan dan pemberdayaan petani;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani;

Mengingat: Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Buton Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4690);

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia     Nomor 5433);

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11       Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80            Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018  Nomor 157);

Dengan Persetujuan Bersama

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Buton Utara dan

Bupati Buton Utara

MEMUTUSKAN:

BAB I

Menetapkan: Peraturan Daerah Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:

Daerah adalah Kabupaten Buton Utara.

Bupati adalah Bupati Buton Utara.

Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah otonom.

Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

Dinas adalah Perangkat Daerah Kabupaten Buton Utara yang menangani urusan dibidang pertanian.

Perlindungan Petani adalah segala upaya untuk membantu petani menghadapi permasalahan kesulitan memperoleh prasarana dan sarana produksi, ketersediaan lahan, kepastian usaha, resiko harga, kegagalan panen, praktek ekonomi biaya tinggi dan perubahan iklim.

Pemberdayaan Petani adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan Petani untuk melaksanakan Usaha tani yang lebih baik melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil Pertanian, konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian, kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, serta penguatan Kelembagaan Petani.

Petani adalah warga masyarakat baik perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan usaha tani di bidang tanaman pangan, holtikultura, peternakan dan perkebunan.

Pertanian adalah kegiatan mengelola sumber daya alam hayati dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk menghasilkan komoditas pertanian yang mencakup tanaman pangan, hortikultura dan/atau perkebunan dalam suatu agroekosistem.

Komoditas Pertanian adalah hasil dari usaha tani yang dapat diperdagangkan, disimpan dan/atau dipertukarkan.

Usaha Tani adalah kegiatan dalam bidang pertanian, mulai dari sarana produksi, produksi/budidaya, penanganan pasca panen, pengolahan, pemasaran hasil, dan/atau jasa penunjang.

Pelaku Usaha adalah setiap orang yang melakukan usaha sarana produksi pertanian, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, serta jasa penunjang pertanian yang berkedudukan di Kabupaten Buton Utara.

Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hokum maupun yang tidak berbadan hukum.

Kelembagaan Petani adalah lembaga yang ditumbuh-kembangkan dari, oleh, dan untuk petani guna memperkuat dan memperjuangkan kepentingan Petani.

Kelompok Tani adalah kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, sumberdaya, kesamaan komoditas, dan keakraban untuk meningkatkan serta mengembangkan usaha anggota.

Gabungan Kelompok Tani adalah kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha.

Asosiasi Komoditas Pertanian adalah kumpulan dari petani, kelompok tani, dan/atau gabungan kelompok tani untuk memperjuangkan kepentingan Petani.

Kelembagaan Ekonomi Petani adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan usaha tani yang dibentuk oleh, dari, dan untuk petani, guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal untuk memfasilitasi serta membantu Petani dalam melakukan usaha tani.

Asuransi Pertanian adalah perjanjian antara petani dan pihak perusahaan asuransi untuk mengikatkan diri dalam pertanggungan risiko usaha tani.

Pasal 2

Perlindungan dan Pemberdayaan Petani berasaskan pada:

kedaulatan;

kemandirian;

kebermanfaatan;

kebersamaan;

keterpaduan;

keterbukaan;

efisiensi berkeadilan; dan

keberlanjutan.

Pasal 3

Perlindungan dan Pemberdayaan Petani bertujuan untuk:

mewujudkan kemandirian dan kedaulatan Petani dalam rangka mewujudkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik;

menyediakan prasarana dan sarana pertanian yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha tani;

memberikan kepastian terselenggaranya usaha tani;

melindungi petani dari fluktuasi harga, praktik ekonomi biaya tinggi dan gagal panen;

meningkatkan kemampuan dan kapasitas petani serta kelembagaan petani dalam menjalankan usaha tani; dan

menumbuhkembangkan kelembagaan pembiayaan pertanian yang melayani kepentingan usaha tani.

memberikan kepastian hokum bagi terselenggaranya usaha tani; dan

memberikan perlindungan atas lahan pertanian bagi terselenggaranya kegiatan pertanian.

Pasal 4

Ruang lingkup pengaturan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani meliputi:

perencanaan;

perlindungan petani;

pemberdayaan petani;

pelaksanaan perlindungan dan pemberdayaan petani;

pengawasan;

peran serta masyarakat; dan

Pendanaan

BAB II

PERENCANAAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 5

Perencanaan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dilakukan secara sistematis, terpadu, terarah, menyeluruh, transparan, dan akuntabel.

Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan berdasarkan pada:

daya dukung sumberdaya alam dan lingkungan;

rencana tata ruang wilayah;

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

tingkat pertumbuhan ekonomi;

jumlah Petani;

kebutuhan prasarana dan sarana; dan

kelayakan teknis dan ekonomis serta kesesuaian dengan kelembagaan dan budaya setempat.

Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang integral dari:

rencana pembangunan daerah;

rencana pembangunan pertanian; dan

rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) paling sedikit memuat strategi dan kebijakan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Pasal 6

Strategi Perlindungan dan Pemberdayaan Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditetapkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan pada kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani.

Strategi Perlindungan petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian;

kepastian usaha pertanian;

harga komoditas pertanian;

penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi;

ganti rugi gagal panen akibat kejadian luar biasa;

sistem peringatan dini dan penanganan dampak perubahan iklim;

asuransi pertanian; dan

komoditas unggulan.

Strategi Pemberdayaan Petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

pendidikan dan pelatihan

penyuluhan dan pendampingan;

pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian;

konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian;

penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan;

kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi; dan

penguatan kelembagaan Petani.

Pasal 7

Kebijakan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan asas dan tujuan perlindungan dan pemberdayaan Petani.

Dalam menetapkan kebijakan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani di Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempertimbangkan:

keselarasan dengan program pemberdayaan masyarakat; dan

peran serta masyarakat dan/atau pemangku kepentingan lainnya sebagai mitra Pemerintah Daerah.

Pasal 8

Perencanaan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani disusun oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan kelembagaan Petani.

Perencanaan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani ditetapkan oleh Pemerintah Daerah menjadi Rencana Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Daerah baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.

Rencana Perlindungan dan Pemberdayaan Petani sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi pedoman untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

BAB III

PERLINDUNGAN PETANI

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 9

Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas Perlindungan petani.

Perlindungan Petani dilakukan melalui strategi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).

Perlindungan Petani di Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6      ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, huruf g dan huruf h diberikan kepada:

Petani yang lahannya berada dalam kawasan perlindunganlahan pertanian pangan berkelanjutan di Daerah;

Petani yang melakukan usaha tani komoditas unggulan;

Petani penggarap tanaman pangan yang tidak memiliki lahan usaha tani dan menggarap paling luas 2 ha (hektar);

Petani yang memiliki lahan dan melakukan usaha budidaya tanaman pangan pada lahan paling luas 2 ha (hektar);

Petani hortikultura dan pekebun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

Peternak skala usaha kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perlindungan Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d dan huruf f diberikan kepada Petani.

Bagian Kedua

Penyediaan Prasaranan dan Sarana Produksi Pertanian

Paragraf 1

Prasarana Pertanian

Pasal 10

Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangan dan kemampuan keuangan daerah, bertanggung jawab menyediakan dan/atau mengelola prasarana pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a.

Prasarana pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi:

jalan usaha tani, jalan produksi, dan jalan desa;

bendungan, dam, jaringan irigasi, dan embung; dan

jaringan listrik, pergudangan, dan pasar.

Pasal 11

Selain Pemerintah Daerah, pelaku usaha dapat menyediakan dan/atau mengelola prasarana pertanian  yang dibutuhkan petani.

Pasal 12

Petani wajib memelihara Prasarana Pertanian yang telah dibangun oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau pihak lain.

Paragraf 2

Sarana Produksi Pertanian

Pasal 13

Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan sarana produksi pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a secara tepat waktu, tepat mutu dan harga yang terjangkau bagi petani.

Sarana produksi pertanian yang dihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

benih, bibit, bakalan ternak, pupuk, pestisida, pakan, dan obat hewan sesuai dengan standard mutu; dan

alat dan mesin pertanian sesuai standard mutu dan kondisi spesifik lokasi.

Penyediaan sarana produksi pertanian disesuaikan dengan kebutuhan petani dengan mengutamakan hasil produksi daerah atau produksi dalam negeri.

Pemerintah Daerah membina Petani, kelompok tani, dan gabungan kelompok tani untuk menghasilkan komoditas pertanian yang berkualitas.

Pasal 14

Selain Pemerintah Daerah, pelaku usaha dapat menyediakan sarana produksi pertanian yang dibutuhkan Petani.

Pasal 15

Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan benih atau bibit tanaman, pupuk, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah.

Pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tepat guna, tepat sasaran, tepat waktu, tepat lokasi, tepat kualitas, dan tepat jumlah.

Bagian Ketiga

Kepastian Usaha

Pasal 16

Untuk menjamin kepastian usaha Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b, Pemerintah Daerah dapat:

menetapkan kawasan Usaha Tani berdasarkan kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumber daya buatan di Daerah;

memberikan jaminan pemasaran hasil Pertanian sebagai program Pemerintah Daerah; dan

menyediakan fasilitas pendukung pasar.

Pasal 17

Jaminan pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b, merupakan hak Petani untuk mendapatkan penghasilan yang menguntungkan.

Jaminan Pemasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui:

pembelian secara langsung oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan standar mutu, standar harga dasar yang ditetapkan dan kemampuan keuangan daerah;

penampungan hasil Usaha Tani melalui mekanisme resigudang; dan/atau

pemberian fasilitas akses pasar.

Untuk melaksanakan pembelian secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Pemerintah Daerah dapat menugaskan Badan Usaha Milik Daerah yang mempunyai kegiatan usaha di bidang Pertanian.

Ketentuan lebih lanjut mengenai kepastian usaha Pertanian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

Bagian Keempat

Harga Komoditas Pertanian

Pasal 18

Pemerintah Daerah berkewajiban menjaga stabilitas harga komoditas pertanian yang menguntungkan bagi Petani sesuai dengan kewenangan daerah.

Bagian Kelima

Penghapusan Praktik Ekonomi Biaya Tinggi

Pasal 19

Penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d, dilakukan dengan menghapuskan berbagai pungutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam

Ganti Rugi Gagal Panen Akibat Kejadian Luar Biasa

Pasal 20

Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan ganti rugi gagal panen akibat kejadian luar biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf e, sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah.

Untuk menghitung bantuan ganti rugi gagal panen akibat kejadian luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan:

menentukan jenis tanaman dan menghitung luas tanaman yang rusak;

menentukan jenis dan menghitung ternak yang mati; dan

menetapkan besaran ganti rugi tanaman dan/atau ternak.

Pelaksanaan perhitungan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilakukan oleh Dinas bersama Tim Ahli yang ditunjuk dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Bagian Ketujuh

Sistem Peringatan Dini dan Dampak Perubahan Iklim

Pasal 21

Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya membangun sistem peringatan dini dan penanganan dampak perubahan iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf f untuk mengantisipasi potensi terjadinya gagal panen.

Upaya antisipasi terjadinya gagal panen sebagaimana dimaksud pada    ayat (1) dilakukan melalui:

perkiraan potensi serangan organisme pengganggu tumbuhan, serangan hama dan/atau wabah penyakit hewan menular; dan

upaya penanganan terhadap hasil prakiraan iklim dan peramalan serangan organisme pengganggu tumbuhan, serangan hama, dan/atau wabah penyakit hewan menular.

Sistem peringatan dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi informasi tentang:

perubahan iklim dan cuaca;

potensi bencana alam; dan

jenis serangan organisme pengganggu tumbuhan, serangan hama, dan/atau wabah penyakit hewan menular.

Sistem peringatan dini dan penanganan dampak perubahan iklim dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedelapan

Asuransi Pertanian

Pasal 22

Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya memfasilitasi perlindungan Usaha Tani yang dilakukan oleh Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf g dalam bentuk Asuransi Pertanian.

Asuransi Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk melindungi Petani dari kerugian gagal panen akibat:

bencana alam;

serangan organisme penggangu tumbuhan;

dampak perubahan iklim; dan/atau

jenis resiko lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Asuransi Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk melindungi Petani dari kerugian usaha Peternakan, akibat:

bencana alam; dan

kematian ternak karena wabah penyakit menular;

Pemerintah Daerah dalam melaksanakan asuransi pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah.

Pasal 23

Pemerintah Daerah memfasilitasi setiap Petani menjadi peserta asuransi pertanian.

Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

kemudahan pendaftaran untuk menjadi peserta;

kemudahan akses terhadap perusahaan asuransi;

sosialisasi program asuransi terhadap petani dan perusahaan asuransi; dan/atau

bantuan pembayaran premi.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fasilitasi asuransi pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Kesembilan

Komoditas Unggulan

Pasal 24

Pemerintah Daerah menetapkan perlindungan terhadap Komoditas Unggulan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf h.

Jenis komoditas unggulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB IV

PEMBERDAYAAN PETANI

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 25

Pemberdayaan Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), dilakukan untuk memajukan dan mengembangkan pola pikir dan pola kerja Petani, meningkatkan Usaha Tani, menumbuhkan dan menguatkan Kelembagaan Petani agar mampu mandiri dan berdaya saing tinggi.

Pasal 26

Pemerintah Daerah melakukan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pemberdayaan petani.

Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk melaksanakan strategi pemberdayaan Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3).

Bagian Kedua

Pendidikan dan Pelatihan

Pasal 27

Pemerintah Daerah melalui Perangkat Daerah terkait berkewajiban meningkatkan keahlian dan keterampilan Petani melalui Pendidikan dan Pelatihan secara berkelanjutan.

Pendidikan dan Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa:

pelatihan dan pemagangan;

pemberian beasiswa bagi petani untuk mendapatkan pendidikan di bidang pertanian; atau

pelatihan kewirausahaan di bidang agribisnis.

Materi pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) difokuskan pada peningkatan kompetensi Petani dalam tata cara inovasi teknologi dan penelitian, budidaya, panen, pasca panen, dan pemasaran.

Petani yang sudah mendapatkan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berhak memperoleh bantuan modal dari Pemerintah Daerah.

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan Petani yang berhak memperoleh bantuan modal dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga

Penyuluhan dan Pendampingan

Pasal 28

Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya memberikan fasilitasi penyuluhan dan pendampingan secara berkelanjutan kepada Petani di Daerah.

Pemberian penyuluhan dan pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Penyuluh Pertanian.

Penyuluhan dan pendampingan dilaksanakan agar Petani dapat melakukan:

tata cara budidaya, pascapanen, pengolahan dan pemasaran yang baik;

analisis kelayakan usaha;

penguasaan teknologi pertanian;

kemitraan dengan Pelaku Usaha; dan

akses permodalan kelembaga keuangan, perbankan atau non bank dalam rangka peningkatan Usaha Tani.

Pemerintah Daerah menyediakan paling sedikit 1 (satu) orang Penyuluh Pertanian dalam 1 (satu) desa.

Pelaksanaan penyuluhan dan pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah Daerah atau bekerjasama dengan masyarakat, badan atau lembaga yang berpengalaman dibidang penyuluhan dan pendampingan pertanian.

Bagian Keempat

Pengembangan Sistem dan Sarana Pemasaran Hasil Pertanian

Pasal 29

Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan pemberdayaan petani melalui pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian.

Pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian sebagai mana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan:

mewujudkan pasar hasil pertanian yang memenuhi standar keamanan pangan, sanitasi, serta memperhatikan ketertiban umum;

mewujudkan fasilitas pendukung pasar hasil pertanian;

memfasilitasi pengembangan pasar hasil pertanian yang dimiliki dan/atau dikelola oleh kelompok tani, gabungan kelompok tani, koperasi, dan/atau kelembagaan ekonomi petani lainnya di daerah produksi komoditas pertanian;

membatasi pasar modern yang bukan dimiliki dan/atau tidak bekerja sama dengan kelompok tani, gabungan kelompok tani, koperasi, dan/atau kelembagaan ekonomi petani lainnya di Daerah produksi komoditas pertanian;

mengembangkan pola kemitraan usaha tani yang saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan;

mengembangkan sistem pemasaran dan promosi hasil pertanian; dan

menyediakan informasi pasar.

Pasal 30

Petani dapat melakukan kemitraan usaha dengan pelaku usaha dalam memasarkan hasil pertanian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 31

Setiap orang yang mengelola pasar modern di Daerah wajib mengutamakan penjualan produk komoditas pertanian dari Daerah.

Pasal 32

Pemerintah Daerah menyelenggarakan promosi dan sosialisasi pentingnya mengkonsumsi komoditas pertanian hasil produksi pertanian dari Daerah.

Bagian Kelima

Konsolidasi dan Jaminan Luasan Lahan Pertanian

Paragraf 1

Umum

Pasal 33

Pemerintah Daerah sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya bertanggungjawab memberikan jaminan ketersediaan lahan pertanian.

Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

konsolidasi lahan pertanian; dan

jaminan luasan lahan pertanian.

Paragraf 2

Konsolidasi Lahan Pertanian

Pasal 34

Konsolidasi lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33      ayat (2) huruf a, merupakan penataan kembali penggunaaan dan pemanfaatan lahan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah untuk kepentingan lahan pertanian.

Konsolidasi lahan pertanian diutamakan untuk menjamin luasan lahan pertanian untuk petani agar mencapai tingkat kehidupan yang layak.

Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui:

pengendalian alih fungsi lahan pertanian; dan

pemanfaatan lahan pertanian yang terlantar.

Pasal 35

Selain konsolidasi lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Pemerintah Daerah dapat melakukan perluasan lahan pertanian melalui penetapan lahan terlantar yang potensial sebagai lahan pertanian.

Perluasan lahan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3

Jaminan Luasan Lahan Pertanian

Pasal 36

Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya berkewajiban memberikan jaminan luasan lahan pertanian bagi petani sesuai Rencara Tata Ruang Wilayah.

Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memberikan kemudahan untuk memperoleh tanah negara bebas yang diperuntukan atau ditetapkan sebagai Kawasan pertanian.

Ketentuan lebih lanjut mengenai bantuan kemudahan untuk memperoleh tanah negara bebas yang diperuntukan atau ditetapkan sebagai Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keenam

Fasilitas Pembiayaan dan Permodalan

Pasal 37

Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi pembiayaan dan permodalan Petani di Daerah.

Fasilitasi pembiayaan dan permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:

pemberian pinjaman modal untuk meningkatkan usaha tani atau memiliki lahan pertanian;

pemberian bantuan penguatan modal bagi Petani;

pemberian subsidi bunga kredit program; dan/ atau

pemanfaatan dana tanggungjawab sosial perusahaan serta dana program kemitraan dan bina lingkungan dari badan usaha.

Bagian Ketujuh

Akses Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Informasi

Pasal 38

Pemerintah Daerah wajib memberikan kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi untuk mencapai standar mutu komoditas pertanian.

Kemudahan akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi;

kerjasama alih teknologi; dan

penyediaan fasilitas bagi petani untuk mengakses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi.

Pasal 39

Penyediaan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2)   huruf c, paling kurang memuat:

sarana produksi pertanian;

harga komoditas pertanian dan komoditas unggulan;

peluang dan tantangan pasar;

prakiraan iklim, dan ledakan organisme pengganggu tumbuhan dan/atau wabah penyakit hewan menular;

pendidikan, pelatihan dan penyuluhan;

pemberian subsidi dan bantuan modal; dan

ketersediaan lahan pertanian.

Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus akurat, tepat waktu dan dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh Petani, pelaku usaha, dan/atau masyarakat.

Bagian Kedelapan

Penguatan Kelembagaan Petani

Paragraf 1

Umum

Pasal 40

Pemerintah Daerah mendorong dan memfasilitasi terbentuknya kelembagaan Petani dan kelembagaan ekonomi Petani di Daerah.

Pembentukan kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan perpaduan dari budaya, norma, nilai, dan kearifan lokal Petani.

Pasal 41

Kelembagaan Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) terdiri atas:

Kelompok Tani;

Gabungan Kelompok Tani; dan

Asosiasi komoditas pertanian;

Petani berkewajiban bergabung dan berperan aktif dalam kelembagaan Petani.

Paragraf 2

Kelembagaan Petani

Pasal 42

Kelompok Tani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a, dibentuk oleh, dari dan untuk Petani.

Kelompok Tani dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kondisi lingkungan, lokasi, dan komoditas yang diusahakan, untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.

Pembentukan kelompok tani dengan memperhatikan lembaga petani yang sudah ada dan keterlibatan Petani perempuan.

Kelompok Tani dapat berstatus sebagai badan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 43

Gabungan kelompok tani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf b merupakan gabungan dari beberapa kelompok tani yang berkedudukan di Kelurahan atau beberapa Kelurahan dalam Kecamatan yang sama.

Pasal 44

Kelompok tani dan gabungan kelompok tani berfungsi sebagai wadah pembelajaran, kerja sama, dan tukar menukar informasi untuk menyelesaikan masalah dalam melakukan usaha tani sesuai dengan kedudukannya.

Dalam menyelenggarakan fungsinya, kelompok tani dan gabungan kelompok tani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:

meningkatkan kemampuan anggota atau kelompok dalam mengembangkan usaha tani yang berkelanjutan dan kelembagaan petani yang mandiri;

memperjuangkan kepentingan anggota atau kelompok dalam mengembangkan kemitraan usaha;

menampung dan menyalurkan aspirasi anggota atau kelompok; dan

membantu menyelesaikan permasalahan anggota atau kelompok dalam melakukan usaha tani.

Pasal 45

Asosiasi komoditas pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41       ayat (1) huruf c, merupakan lembaga independen nirlaba yang dibentuk oleh, dari, dan untuk Petani.

Petani dalam mengembangkan asosiasinya dapat mengikutsertakan pelaku usaha, pakar, dan/atau tokoh masyarakat yang peduli terhadap kesejahteraan Petani.

Asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di Daerah.

Asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:

menampung dan menyalurkan aspirasi petani komoditas pertanian;

mengadvokasi dan mengawasi pelaksanaan kemitraan Usaha Tani;

memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah dalam perumusan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan Petani;

mempromosikan hasil usaha anggota di daerah dan nasional;

mendorong persaingan usaha tani komoditas yang sehat;

memfasilitasi anggota dalam mengakses sarana produksi dan teknologi; dan

membantu menyelesaikan permasalahan dalam berusaha tani.

Paragraf 3

Kelembagaan Ekonomi Petani

Pasal 46

Badan Usaha Milik Petani dibentuk oleh, dari, dan untuk Petani, kelompok tani dan/atau Gabungan Kelompok Tani.

Badan Usaha Milik Petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk koperasi atau badan usaha lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Badan usaha milik Petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan skala ekonomi, daya saing, wadah investasi, dan mengembangkan jiwa kewirausahaan.

Badan Usaha Milik Petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:

menyusun kelayakan usaha;

mengembangkan kemitraan usaha; dan

meningkatkan nilai tambah.

BAB V

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI

Pasal 47

Pelaksanaan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, dilakukan oleh Dinas Pertanian.

Pelaksanaan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan dengan Perangkat Daerah terkait.

BAB VI

PENGAWASAN

Pasal 48

Pemerintah Daerah melakukan pengawasan dalam rangka pelaksanaan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani di Daerah.

Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melalui monitoring dan evaluasi.

Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara berkala dan berkoordinasi dengan instansi/lembaga yang terkait dengan pelaksanaan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

[20.38, 5/3/2022] Mama Kantor: BAB VII

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 49

Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraaan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani di Daerah.

Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:

perseorangan dan/atau kelompok;

lembaga swadaya masyarakat; dan

pelaku usaha.

Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan terhadap:

penyusunan perencanaan;

penyediaan prasarana dan sarana produksi Pertanian;

sistem peringatan dini;

perlindungan komoditas unggulan;

pelaksanaan pendidikan dan pelatihan;

pelaksanaan penyuluhan dan pendampingan; dan

pelaksanaan penguatan kelembagaan organisasi Petani.

[20.38, 5/3/2022] Mama Kantor: BAB VIII

PENDANAAN

Pasal 50

Pendanaan pelaksanaan Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan/atau sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 51

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Buton Utara.

Ditetapkan di Buranga

pada tanggal 22-2-2022

Bupati Buton Utara,

ttd

Muh. Ridwan Zakariah

Diundangkan di Buranga

pada tanggal 22-2-2022

 Sekretaris Daerah

Kabupaten Buton Utara,

ttd

Muh. Hardhy Muslim

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA TAHUN 2022 NOMOR 4

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI : (4/32/2022)

Salinan sesuai dengan aslinya

Kepala Bagian Hukum,

La Ode Mardan Mahfudz

IP 19800714 200903 1 007

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *