
Menurut Ahli Bidang Hukum Pidana: Surat Kuasa Tidak Termasuk Surat Palsu
HARIAN PELITA — Ahli Bidang Hukum Pidana Dr Dian Adriawan Daeng Tawang SH MH mengatakan dalam Pasal 263 surat kuasa yang digunakan untuk mengajukan Gugatan ke Pengadilan dijelaskan olehnya bukan termasuk dari surat palsu.
“Menurut saya pemberian kuasa kepada seseorang tidak dapat dikatakan memberikan keterangan palsu di atas sumpah. Dan surat kuasa tersebut tidak termasuk dalam surat palsu sebagaimana dimaksud Pasal 263,” ucap Ahli, Jum’at (8/4/2022).
Namun demikian, dalam perkara pidana Nomor: 926/Pid.B/2021/PN.Jkt.Tim atas nama Terdakwa Jahja Komar Hidajat diungkapkan oleh Ahli di PN Jaktim perihal 9 putusan incraht sebelumnya. Lalu, dia menambahkan, putusan majelis hakim yang telah inchract itu dianggap sesuatu yang sudah benar.
Masih tentang 9 putusan tersebut, Dian menegaskan seseorang pada saat itu menjabat sebagai Direktur Utama dan kemudian dilaporkan oleh pihak tertentu disarankan dapat menempuh upaya hukum. Akan tetapi, bila hat tersebut dilakukan dengan cara melawan hukum.
” Dan kalau memang seandainya mau dibantah (9 putusan inkracht), nah melakukan upaya hukum. Misalnya upaya hukum PK itu misalnya terkait dengan hal itu,” kata Ahli.
Disisi lain, Ahli pun menyampaikan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) No 1 Tahun 1995 didalam Pasal 1 ayat 2, dikatakan bahwa apabila terjadi perubahan Undang-Undang maka yang dipakai adalah ketentuan yang menguntungkan Terdakwa.
” Jadi kelihatannya azas hukum yang dipakai ini, menguntungkan terdakwa ada di undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 itu. Seharusnya yang dipakai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 karena kejadiannya di tahun 99,” ungkapnya.
Adapun Reynold Thonak SH kuasa hukum Jahja Komar Hidajat menyatakan bahwa, ” Menurut Ahli, Surat Kuasa yang diberikan oleh Direktur Utama suatu Perseroan kepada karyawannya untuk mengajukan Gugatan di Pengadilan tidak memenuhi Unsur-unsur Tindak Pidana baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 KUHP maupun 263 KUHP,” jelas Reynold.
Lebih lanjut, Reynold memamparakan dari penjelasan Ahli terkait 9 putusan perdata yang memenangkan salah satu pihak terkait kepemilikan Perseroan mengikat pula pada Hakim Pidana. Katanya, putusan tersebut harus dianggap benar selama tidak ada yang membatalkannya, atau dalam hukum dikenal asas Res Judicata Pro Veritate Habetur.
“Menurut Ahli, pihak yang sudah dikalahkan oleh 9 Putusan, tidak lagi mempunyai hak untuk melapor pidana. Dan penggunaan Akta yang sudah dibatalkan oleh Pengadilan merupakan suatu dugaan tindak pidana menggunakan Akta Autentik Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 KUHP,” ujar kuasa hukum Jahja Komar Hidajat. ●Red/Dw