
Permendikbudristek 30/2021 Picu Kontroversi, RUU TPKS Jadi Solusi
HARIAN PELITA JAKARTA — Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama Biro Pemberitaan DPR RI dalam diskusi Forum Legislasi dengan tema “Permendikbudristek 30/2021 Picu Kontroversi, RUU TPKS jadi Solusi?” di Ruang Media Center MPR/ DPR/DPD RI, Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.Selasa (9/11-2021).
Dengan narasumber Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya (Fraksi NasDem) (tengah), Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda (Fraksi PKB) (kiri), Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar (kanan).
Menurut Willy Aditya, jujur baru tahu Permen ini setelah di kontak oleh teman-teman dan belum utuh saya bacanya.
“Kalau bapak Saeful Huda bilang sebstansinya beberapa hal. Kalau boleh jujur ini progres ketimbang undang-undang itu sendiri.
Kami di RUU ini benar-benar belajar dari dua kutub extrim dibahasakan konserpatif dan liberal itu,” ujarnya.
Tetapi DPR adalah ruang kepentingan, tinggal bagaimana saya sebagai ketua Panja mengedepankan dialog.Saya telah melakukan RDPU dan audiensi itu lebihdari 100 steak holder ,Saya dipanggil MUI dan segala macam.
karena apa, basisnya ini memang harus ada kebutuhan, ini seperti penomena gunung es kekerasan seksual itu tidak mengenal ruang dan waktu, seolah-olah di keluarga aman ternyata di keluarga besar, seolah-olah di sekolah menjadi tempat yang beribadat dan beradab tapi kebiadapan itu terjadi diruang sekolah.
Seolah-olah tempat tempat ibadah itu adalah hal yang paling sakral, ternyata terjadi teman-teman bisa lihat bagaimana narasi ini di mainstreamingkan, dua film juara Oskar yang 2018 dan 2020 atau 2017 dan 2019 itu tentang kekerasan seksual.
Satu di gereja yang satu lagi di media, itu menunjukan bahwa kekerasan seksual tak mengenal tempat dan ruang dan tidak mengenal jenis kelamin.Saya tidak heran ini terjadi karena apa, permen 30 ini, karena sekarang yang paling konsen dan yang paling progres merespon kekerasan seksual itu kampus.
Mereka rata-rata punya UKM, jadi saya pernah diundang sekali acara ospek, itu langsung 8 kampus dan 8 kampus nya punya, ada bentuknya lembaga-lembaga advokasi , ada pendidikan, UKM lah rata-rata, itu punya semua dan konsen.
Ini bukan seksual konsen tetapi konsen terhadap isu kekerasan seksual ini dua hal yang berbeda.
Jadi saya tidak kaget karena apa, di kampus kita rata-rata memiliki unit kegiatan mahasiswa yang konsen terhadap advokasei isu kekerasan seksual.Kedua yang ingin saya katakan, kami di Panja. ●Red/Yadi