
MPR RI: Putusan MK Bertentangan dengan Perintah Konstitusi
HARIAN PELITA JAKARTA – Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang diputus cacat formil atau inkonstitusional bersyarat mengharuskan DPR RI dan pemerintah menyempurnakannya justru membingungkan, tidak jelas, tidak konsisten, bahkan tak ada kewenangan MK untuk memutus secara formil, karena tidak ada perintah UUD NRI 1945.
“Putusan MK ini justru berpotensi menimbulkan masalah baru. Tidak seperti pegadaian, yang menyelesaikan masalah tanpa masalah. Sebab, kalaupun nanti syarat formil itu dipenuhi, tapi secara meteriil dianggap tidak memuaskan, maka akan digugat lagi oleh masyarakat. Mestinya putusan itu dua sekaligus formil dan materiil,” tegas Arsul Sani.
Demikian disampaikan Waketum PPP itu dalam diskusi 4 pilar MPR RI “Menakar Inkonstitusinalitas UU Ciptaker Pasca Putusan MK” bersama Firman Subagyo (anggota MPR RI/mantan Ketua Baleg DR RI Fraksi Golkar) dan pakar hukum tata negara Junada di Gedung MPR RI, Senayan Jakarta, Senin (29/11/221).
Menurut Arsul Sani MK ini sudah berusia 18 tahun, dan kewenangan yang diamanatkan adalah uji materiil bukan formil. Bahkan ada pakar tata negara yang menilai kewenangan MK itu tidak jelas.
Untuk itu, kalau mau memberi kewenangan uji formil, maka harus mengamandemen UUD NRI 1945 dengan memberi kewenangan baru pada MK.
Arsul Sani berharap MK tidak bertindak seperti saat menolak Komisi Yudisial (KY) yang akan mengawasi hakim MK. Seharusnya hakim MK itu bisa diawasi.
“Jangan ketika terkait degan kepentingan dirinya ditolak, ini kan tidak fair,” ujarnya.
Menjadi pertanyaan terkait cacat formil ini karena DPR diangap tidak melibatkan masyarakat seluas-luasnya itu maksudnya apa? Padahal, Baleg DPR kata Arsul Sani sudah melibatkan partisipasi publik.
“Lha standar partisipasi publik itu seperti apa? Ini kan tak ada kriterianya. Jangan karena tidak mengundang satu, dua, tiga LSM lalu dianggap tidak memenuhi syarat formil,” jelas Arsul kecewa.
Anehnya lagi, putusan MK ini tidak membatalkan pasal-pasal UU Ciptaker, sehingga UU Ciptaker tetap berlaku, dan hanya tidak boleh membuat aturan baru.
“Ini putusan yang tidak knsisten. Tapi, menyadari putusan MK ini final and binding (mengikat), maka DPR dan pemerintah harus melakukan perbaikan dan penyempurnaan,” ungkapnya. ●Red/Yadi