
Oknum Penyidik Polda Sulsel Diduga Paksakan Perdata Menjadi Pidana
HARIAN PELITA – Seorang ibu Bhayangkari berinisial SR beralamat di Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Sulawesi Selatan gara-gara utang piutang.
Rentenir H melaporkan SR ke Polda Sulawesi Selatan atas dugaan penipuan dan penggelapan (gelapkan mobil sendiri), dengan Laporan Polisi Nomor: LPB/1320/XII/2022/SPKT Tanggal 8 Desember 2022,
Bahkan SR dituding tidak ada iktikad baik untuk melunasi hutangnya kepada rentenir H.
Melalui Ketua Umum DPP LSM Gempa Indonesia Amiruddin SH (Karaeng Tinggi) sebagai pendamping SR, menunjukkan kwitansi pemberian utang, SR merasa dirinya ditipu oleh rentenir H. kepada awak media Selasa 8/8/2023
Menurut Amiruddin, penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan pencurian dalam Pasal 362 KUHP. Bedanya adalah bahwa pada pencurian barang yang dimiliki orang itu masih belum berada ditangan pencuri dan masih harus diambilnya.
Sedangkan pada penggelapan waktu dimilikinya barang itu sudah ada di tangan pembuat tidak dengan jalan kejahatan.
Lanjut Amiruddin, tanggal, 22/2/2022, pada saat itu SR hanya meminjam sebesar Rp 10 Juta rupiah sudah membayar beberapa kali dan tidak ada jaminan.
Kemudian setelah SR dilaporkan, kwitansi pinjaman berubah sebesar Rp 40 juta rupiah, disebutkan titipan dana sementara dengan jaminan 1 unit kendaraan Daihatsu Xenia DD 1021 M, dengan perjanjian pembayaran dana tersebut pada tanggal 27/4/2022.
Yang jelasnya SR tidak pernah meminjam uang sebesar Rp 40 juta rupiah dan tidak pernah menggadaikan BPKB mobil orang tuanya kepada rentenir H, dan juga sudah membayar bunga Rp 1 juta rupiah per minggu selama delapan minggu,
Amiruddin menduga, penetapan tersangka terhadap SR, oleh oknum penyidik Polda Sulawesi Selatan terkesan memaksakan perdata menjadi pidana,
Secara khusus, mengenai perjanjian utang-piutang sebagai perbuatan pinjam-meminjam diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, ada empat syarat (kumulatif) yang diperlukan agar suatu perjanjian dapat dikatakan sah secara hukum, yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal.
Amiruddin mejelaskan, Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), telah mengatur bahwa sengketa utang piutang tidak boleh dipidana penjara. “Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang,” demikian bunyi Pasal 19 ayat (2).
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Laranga Pasal 5
Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang:
h. menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang punya utang;
Selain tersebut Putusan MA Nomor register : 93K/Kr/1969 tertanggal 11 Maret 1970 menyatakan “Sengketa hutang piutang adalah sengketa perdata”.
Peran dan integritas penegak hukum, yaitu kepolisian, kejaksaan, hakim dan advokat sangat diharapkan untuk tidak merusak sistem peradilan yang ada atau dengan memidanakan suatu perbuatan hukum perdata, jelasnya. ●Redaksi/A.Ampa