2025-05-25 2:36

Kemenkeu Tak Boleh Tagih di Luar Pengadilan Karena Bank Centris Sudah Putusan Pengadilan

Share

FOTO Satria

HARIAN PELITA — Setelah pekan lalu mendatangi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta 3, terkait penagihan terhadap PT Varia Indo Permai, penjamin Bank Sentris dalam perjanjian jual beli promes dengan Bank Indonesia, pemilik Bank Sentris yang sudah beku operasi sejak 4 April 1998 Andri Tedjadharma, Senin pekan ini mendatangi KPKNL Jakarta 1.

Andri datang menemui Ketua KPKNL 1 setelah menerima surat KPKNL terkait tagihan Bank Sentris yang nilainya dikoreksi dari Rp812 milyar menjadi Rp4,5 triliun.

Usai bertemu dengan Ketua KPKNL itu, kepada awak media, Andri Tedjadharma menegaskan, Bank Centris Internasional bukan obligor BLBI.

Dia katakan, Bank Centris tidak termasuk bank dalam skema Perjanjian Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS), melalui skema Master Settlement And Aquitition Agreement (MSAA), Master Refinancing and Note Issurance Agreement (MRNIA) dan Akta Pengakuan Utang (APU).

“BPPN menggugat kami melalui proses pengadilan, sehingga keputusan pengadilan sebagai acuan dalam bertindak. Tidak ada
pihak lain yang boleh melakukan tindakan di luar pengadilan,” tegas Andri.

Dia menjelaskan, melalui akte no 47, Bank Centris telah melakukan gadai saham ke Bank Indonesia.

Artinya, saham Bank Sentris sudah menjadi milik Bank Indonesia. Kedua, melalui akte nomor 46, Bank Centris juga melakukan perjanjian jual beli promes ke Bank Indonesia. Nilainya Rp490 miliar.

Namun, dalam proses selanjutnya, terbukti Bank Indonesia menjual promes nasabah Bank Centris itu ke BPPN dengan akte nomor 39 sebesar Rp629 miliar.

Perbuatan BI menjual promes Bank Centris ke BPPN dengan akte nomor 39 itu adalah salah. Sebab, di akte 46 pasal 3 disebutkan Bank Indonesia tidak boleh menagih karena promes tersebut sudah dijamin dengan tanah seluas 452 hektar milik PT Varia Indo Permai.

“Menagih saja tidak boleh, apalagi menjual kepada pihak lain. Ini juga berarti akte no. 39 cacat hukum,” lantang Andri seraya menambahkan Bank Centris ditutup pada 4 April 1998 di mana saat itu perjanjian akte 46 sedang berlangsung sampai Desember 1998 dan belum diselesaikan oleh Bank Indonesia sampai hari ini.

Tegasnya, kata Andri, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) punya hak tagih yang tidak berkekuatan hukum. Dan, kalau pun ingin menagih, yang bisa dilakukan Kemenkeu adalah menagih Bank Indonesia dengan membatalkan surat utang negara sebesar Rp629 milyar

“Centris tidak bisa ditagih oleh Kemenkeu atau pun Bank Indonesia. Karena, dari pertamanya Bank Indonesia tidak pernah mencairkan dana ke Bank Centris. Terjadinya hal ini karena dari pertama Bank Indonesia tidak jujur kepada Kemenkeu tentang perjanjian jual beli promes dengan jaminan dari Bank Centris yang tertuang pada akte 46. Kemudian, Bank Indonesia tidak mencairkan dana ke Bank Centris,” jelas Andri.

Dia menambahkan, dari pertama Bank Indonesia tidak pernah dilibatkan dalam proses pengadilan sehingga terjadi simpang siur karena kurang pihak, dan BPPN menggugat hanya berdasarkan akte 39.

“Sekarang sudah terbuka semua. Karena itu, jalan yang sebenarnya harus dilakukan oleh semua pihak adalah tidak menjadikan pemegang saham Bank Centris tercatat sebagai penanggung hutang pada negara,” imbuh Andri. ●Redaksi/Satria

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *