
Kasus Timah Tiga Tersangka Petinggi ESDM Diserahkan ke JPU
HARIAN PELITA — Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah melaksanakan serah terima tanggung jawab tiga tersangka dan barang bukti (tahap II) kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).
“Pelaksanaan Tahap II tersebut terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2022,” tegas Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, (12/7/2024).
Ia mengatakan, saat itu ada tiga orang tersangka dilakukan tahap II. Ketiganya yaitu AS selaku Kabid Pertambangan Mineral Logam pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, periode 4 Mei 2018-9 November 2021.
Kini, tersangka AS dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Jakarta Pusat. Kemudian, tersangka BN selaku Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 5 Maret 2019 – 31 Desember 2019, namun BN tidak dilakukan penahanan.
“Tersangka SW selaku Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 19 Januari 2015 sampai dengan 4 Maret 2019, dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Jakarta Pusat,” jelas Harli Siregar.
Selanjutnya, kata dia, tim penyidik turut menyerahkan sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh para tersangka antara lain barang bukti berupa dokumen.
Beberapa di antaranya yakni berupa dokumen Persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), Surat Perintah Pelaksana Tugas Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, dan Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP). Selain itu, barang bukti elektronik berupa handphone.
●Posisi Kasus Komoditas Timah
Harli memaparkan, posisi kasus ini menurutnya perbuatan tersangka AS selaku Kabid Pertambangan Mineral Logam pada Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah membuat telaah staf untuk persetujuan RKAB Tahun 2019 dan 2020 yang tidak sesuai dengan ketentuan.
“Bahwa perbuatan Tersangka AS selaku Plt. Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah menerbitkan dan menandatangani persetujuan RKAB Tahun 2020 dan 2021 yang tidak sesuai dengan ketentuan,” bebernya.
Lebih jauh, diungkapkan Kapuspenkum Kejagung tersangka AS periode Januari 2019 – Februari 2019 dalam jabatan sebagai Kepala Bidang Pertambangan Mineral Logam maupun selaku Ketua Tim Evaluator RKAB Tahun 2019 secara sepihak membuat telaah staf yang ditujukan kepada Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung .
“Yang dijabat oleh Tersangka SW dengan kesimpulan, berdasarkan Berita Acara Evaluasi dimaksud, maka Tim Evaluator merekomendasikan untuk menyetujui RKAB Tahun 2019 PT Menara Cipta Mulia, PT Rajawali Nindya Persada, PT Trimitra Bangka Utama, PT Bangka Tin Industry dan PT Refined Bangka Tin,” tandas Harli.
Harli menambahkan, perbuatan tersangka AS mengabaikan kesimpulan Tim Evaluator karena tersangka AS telah menerima pemberian dari tersangka AA saat itu selaku GM Operasional dari CV Venus Inti Perkasa dan PT Menara Cipta Mulia berupa uang sejumlah Rp325.999.998,00 atau Rp325,9 juta pada periode 20 Desember 2018 – 5 Maret 2019.
Untuk tersangka BN, kata dia, selaku Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ikut membahas evaluasi revisi RKAB tahunan 2019 PT Timah Tbk. Namun tidak memberikan pertimbangan/rekomendasi kondisi tata kelola pengusahaan pertambangan di wilayah Kepulauan Bangka Belitung dengan sebenarnya.
“Bahwa Tersangka BN selaku Plt Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2019 dalam melaksanakan evaluasi dan pengawasan tidak pernah meminta kontrak para pemegang IUJP dengan IUP PT Timah Tbk, tidak meminta Laporan Triwulan dan Tahunan para Pemegang IUJP, dan tidak memberikan sanksi kepada pemegang IUJP,” ujar Harli.
Lalu, tersangka BN selaku Plt Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2019 dalam melaksanakan evaluasi dan pengawasan tidak pernah meminta laporan tertulis atas RKAB tahunan, tidak pernah melaporkan kepada Gubernur.
BN pin tidak memberikan sanksi kepada pemegang IUP PT Menara Cipta Mulia, PT Refined Bangka Tin, PT Artha Prima Nusa Jaya, PT Prisma Multi Karya, PT Bumi Hero Perkasa, dan PT Fortuna Tunas Mulya.
Disisi lain, tersangka SW selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menyetujui RKAB tahun 2015-2018 yang isinya tidak benar terhadap 6 Smelter. Tersangka SW kemudian tidak melakukan pembinaan dan pengawasan diutarakan Harli.
“Tersangka SW selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Ikut membahas dan tidak memberikan pertimbangan/rekomendasi yang benar terhadap RKAB PT Timah Tbk tahun 2015 sampai dengan 2019,” terangnya.
Ia mengatakan, SW tidak melakukan evaluasi/pengawasan pemegang IUJP tahun 2015-2019. Saat itu, SW selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menerima fasilitas berupa hotel dan transport dan uang saku dari PT Stanindo Inti Perkasa (SIP).
Tersangka SW selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menerima fasilitas berupa seluruh biaya atas pembahasan RKAB yang dibebankan kepada pemohon persetujuan RKAB.
Akibat perbuatannya, tersangka SW menyetujui RKAB PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Tinindo Inter Nusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Refined Bangka Tin, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Menara Cipta Mulia, yang kemudian bekerja sama dengan PT Timah Tbk.
“Kerja sama sewa menyewa peralatan processing perlogaman mengakibatkan kerugian negara atas aktivitas tersebut sebesar Rp2.284.950.217.912,” ungkapnya.
Kapuspenkum Kejagung menguraikan bahwa perbuatan tersangka SW, BN, dan AS selaku Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang ikut membahas dan tidak memberikan pertimbangan/rekomendasi yang benar terhadap RKAB PT Timah Tbk tahun 2015-2022 sehingga PT Timah Tbk membayarkan bijih timah ilegal sejumlah Rp26.648.625.701.519.
“Akibat perbuatan ketiga tersangka selaku Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang menandatangani Persetujuan RKAB Tahun 2015, 2016, 2017, 2018 dan 2019, dengan berdasarkan laporan dokumen RKAB palsu atau keterangan tidak benar,” sambungnya.
Menurutnya, menyebabkan kerugian kerusakan tanah dan lingkungan dalam penyidikan dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sejumlah Rp271.069.688.018.700.
“Sehingga total kerugian yang diakibatkan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 s/d 2022 yaitu Rp300.003.263.938.131,”
Adapun pasal yang disangkakan kepada ketiga tersangka yaitu, Primair, Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, Subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. ●Redaksi/Dw