2025-05-27 7:59

Kuasa Hukum Taqiyuddin Hilali Kritik Vonis Hakim dan Jaksa Desak Reformasi Kasus Narkotika

Share

HARIAN PELITA — Penasehat hukum Taqiyuddin Hilali dari kantor hukum Akhyari Hendri & Partner Law Office melayangkan kritik tajam terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Saparina Syapriyanti serta putusan Majelis Hakim dalam perkara narkotika nomor 194/Pid.Sus/2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sidang digelar pada Senin (26/5/2025) dipimpin Ketua Majelis Hakim Daniel Ronald SH M.Hum.

Dalam putusannya, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana empat tahun penjara kepada Taqiyuddin Hilali.

Namun, tim kuasa hukum yang terdiri dari Irfan Akhyari, S.H., M.H., Hendri Yudi, S.H., M.H., dan Muksin, S.H., menyayangkan keputusan tersebut yang dinilai mengabaikan pendekatan rehabilitatif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

“Kami sangat menyayangkan putusan ini. Pengguna narkotika seharusnya dipandang sebagai korban, bukan pelaku kriminal. Pasal 127 dengan jelas mengarahkan pada pendekatan rehabilitatif,” ujar Irfan Akhyari kepada awak media usai sidang.

Tim hukum juga menyoroti proses persidangan yang dinilai janggal. Salah satu poin yang dikritik adalah ketidakhadiran JPU dalam beberapa tahap penting, termasuk saat pembacaan pembelaan dan sidang putusan.

Meski jaksa diwakilkan, tim kuasa hukum menilai hal ini tidak sepatutnya terjadi dalam proses hukum pidana yang mengedepankan asas keadilan.

“Ketidakhadiran langsung JPU dalam persidangan menunjukkan ketidakseriusan dalam menjalankan tanggung jawab sebagai representasi negara. Ini harus menjadi perhatian Kejaksaan Agung,” tegas Irfan.

Selain itu, mereka mengungkap bahwa barang bukti yang menjadi dasar penangkapan klien mereka tidak pernah diperlihatkan di hadapan persidangan.

“Kami tidak mengatakan barang bukti hilang, tetapi faktanya tidak pernah ditunjukkan dalam persidangan. Ini sangat mencederai prinsip transparansi dalam proses hukum,” tambahnya.

Lebih jauh, tim hukum juga menyinggung sosok Galih Ardani yang diduga sebagai pengedar dalam kasus ini. Mereka mengungkap bahwa Galih sempat ditangkap berdasarkan bukti transaksi, namun kemudian dibebaskan tanpa kejelasan proses hukum. Padahal, keterangannya dinilai krusial dalam perkara ini.

“Mengapa Galih tidak pernah dihadirkan? Bagaimana bisa pengedar dibebaskan sementara korban justru dihukum? Kami mendesak Polres Metro Jakarta Selatan untuk membuka status hukum Galih Ardani,” kata Irfan. ●Redaksi/Satria

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *