2025-08-20 14:02

Kosmak Minta DPR RI Bentuk Panjasus dan Gelar RDPU Kasus Zarof Ricar Terkait Dugaan Korupsi Dilakukan Jampidsus Febrie Adriansyah

Share

HARIAN PELITA — Guna mendukung penuh amanat Presiden Prabowo Subianto memberantas korupsi,  Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi (Kosmak) telah melayangkan surat kepada Ketua Komisi III DPR RI, tanggal 23 Juli 2025, perihal: permintaan pembentukan Panjasus kasus Zarof Ricar dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), atas adanya dugaan korupsi dan/atau merintangi penyidikan dan/atau penyalahgunaan kekuasaan diduga dilakukan Jampidsus Febrie Adriansyah,  dalam kegiatan penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus.

Kosmak meminta Panjasus Kasus Zarof Ricar  memanggil para pihak yang terdapat dalam empat cluster yang relevan.

Pertama, cluster terduga pemberi suap dalam pengurusan perkara perdata untuk memenangkan Sugar Group Company melawan Marubeni Corporation, yakni, Gunawan Yusuf dan Ny. Purwanti Lee pemilik Sugar Group Company selaku terduga  pemberi suap. Kedua, cluster terduga penerima suap, yakni hakim agung Sunarto, Soltoni Mohdally, Syamsul Ma’arif, Suharto, dkk.

Ketiga, cluster makelar kasus, yakni, Zarof Ricar dan Ronny Bara Pratama, putra Zarof Ricar. Keempat, cluster Aparat Penegak Hukum (APH), yakni Jampidsus Kejagung RI Febrie Adriansyah, dan JPU Nurachman Adikusumo selaku pihak yang memberantas korupsi tetapi diduga sembari korupsi.

Dengan dugaan menyalahgunakan kekuasaan dan/atau merintangi penyidikan dan/atau tindak pidana korupsi dalam pemeriksaan dan penuntutan terhadap terdakwa Zarof Ricar.

”Melalui  Panjasus Kasus Zarof Ricar, Komisi III DPR RI mendapatkan momentum yang fundamental guna memulihkan kembali tatanan hukum Indonesia yang tengah mengalami kerusakan  akut yang amat parah secara sistemik. Apabila dibiarkan dapat menghilangkan kepercayaan publik terhadap hukum dan penegakannya. Penanggulangan kerusakan akut pada tatanan hukum nasional membutuhkan upaya bersama dari pemerintah, DPR,  aparat penegak hukum dan masyarakat sipil. Harus dimulai dari pembersihan mafia hukum di tubuh Mahkamah Agung RI dan Jampidsus Kejagung RI,” ujar Koordinator Kosmak Ronald Loblobly kepada wartawan di Jakarta, Rabu (19/8/2025).

Menurut Ronald Loblobly, pada tahap awal pemeriksaan, Panjasus Kasus Zarof Ricar  harus memakai teori makan bubur panas. Memulai dengan  mendalami terlebih dahulu  dugaan penggelapan barang  bukti berupa  uang tunai dengan berbagai mata uang asing yang didalilkan oleh Penyidik Kejaksaan Agung hanya sebesar Rp920 miliar  dan 51 kg emas, yang disita dalam penggeledahan di rumah kediaman Zarof Ricar di Jalan Senayan No8, Kelurahan Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada 24 Oktober 2024.

Padahal  berdasarkan kesaksian Ronny Bara Pratama — anak Zarof Ricar — di muka persidangan, Senin, 28 April 2025, pada pokoknya menyatakan jumlah uang yang disita sebenarnya sebesar Rp 1,2 triliun. Bahkan informasi terkini jumlah uang yang disita diduga sejatinya mencapai Rp1,6 triliun, berdasarkan Berita Acara Penyitaan.

Terdapat dugaan barang bukti uang tunai sedikitnya sebesar Rp680 miliar yang diduga digelapkan oleh oknum di Jampidsus Kejagung RI. Agar Zarof Ricar dan keluarganya diam —  sebagai imbalannya — atas perintah Jampidsus Febrie Adriansyah – jaksa  Nurachman Adikusumo selaku JPU tidak melekatkan pasal suap terhadap terdakwa Zarof Ricar. Melainkan pasal gratifikasi, sebagaimana dalam Surat Dakwaan No. Reg. Perkara: PDS-02/M.1.14/Ft.1/01/2025, tanggal 10 Februari 2025 yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Padahal dalam pemeriksaan dirinya sebagai tersangka pada Oktober 2024,  Zarof Ricar telah mengakui menerima uang suap sebesar Rp50 miliar dan Rp20 miliar dari Sugar Group Company, melalui melalui salah seorang pemiliknya bernama  Ny Purwati Lee. Uang suap tersebut dimaksudkan  untuk memenangkan Sugar Group Company dalam perkara perdata melawan Marubeni Corporation dkk di tingkat kasasi dan peninjauan kembali. Pengakuan tersebut kembali diulangi Zarof Ricar di muka persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 7 Mei 2025.

Usai Zarof Ricar mengaku disuap Sugar Group pada Oktober 2024, Febrie Adriansyah selaku Jampidsus tidak serta merta  memerintahkan penyidik – sesuai SOP – untuk melakukan penggeledahan terhadap seluruh lokasi Sugar Group Company yang relevan.

Tidak pernah pula memerintahkan penyidik untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap Ny. Purwati Lee dan Gunawan Yusuf sebagai pihak yang diduga memberikan uang suap.

Hal ini mempertebal kecurigaan adanya permainan dalam penanganan kasus ini. Setelah ramai dikritisi, penggeledahan, pemeriksaan dan pencekalan terhadap pihak Sugar Group Company (Ny. Purwanti Lee dan Gunawan Yusuf) baru dilakukan secara tidak wajar, yakni  pada Mei 2025, atau enam bulan setelah Zarof Ricar ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.

“Keganjilan lain, dalam pembuktian dakwaan terhadap terdakwa Zarof Ricar, JPU tidak memakai alat bukti dan barang bukti elektronik (electronic evidence) yang berisi data elektronik (email, riwayat browsing, file, foto, video dan lain-lain) yang ditemukan saat penggeledahan di rumah Zarof Ricar. Baik berupa handphone, laptop maupun email milik Zarof Ricar, anak-anaknya, dan istrinya,” ujar Ronald

Terdapat kepentingan menyandera Ketua Mahkamah Agung RI

Pasal suap diduga memang sengaja tidak diterapkan dalam dakwaan Zarof Ricar. Kebijakan ini memiliki mens rea untuk merintangi penyidikan, guna menyelamatkan Ny. Purwati Lee dan Gunawan Yusuf (pemilik  Sugar Group Company), dan para pemberi suap lainnya, agar tidak menjadi tersangka. Patut diduga  dengan mendapat imbalan suap.

Motif lainnya adalah untuk kepentingan “menyandera” Ketua MA Sunarto dan sejumlah hakim agung yang diduga sebagai pihak penerima suap.  Dengan maksud mengamankan putusan atas tuntutan perkara-perkara korupsi yang kontroversial karena sarat dengan rekayasa, yang disidik Pidsus Kejagung RI dan dilimpahkan ke pengadilan. Seperti yang terjadi dalam kasus Tom Lembong yang mendapat abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.

Sebagai penanggung jawab penyidikan dan penuntutan, Jampidsus Febrie Adriansyah sangat memahami, Zarof Ricar tidak memiliki kapasitas untuk mendapatkan gratifikasi. Mengingat kedudukannya tidak sebagai hakim pemutus perkara. Terdapat meeting of minds antara pemberi suap Sugar Group Company (Ny. Purwati Lee dan Gunawan Yusuf) dengan Zarof Ricar selaku perantara hakim agung penerima suap, dalam kaitan dengan barang bukti uang suap sebesar Rp50 miliar dan Rp20 miliar.

“Dengan begitu, terhadap Zarof Ricar harus dilekatkan pasal suap, dengan ikut ditetapkan sebagai tersangka terhadap Ny. Purwati Lee dan Gunawan Yusuf selaku pemberi suap. Serta terhadap diri hakim agung  Sunarto,  Soltoni Mohdally, Syamsul Ma’arif, Suharto selaku terduga penerima suap,” tambah Ronald Loblobly.

Merujuk pada ketentuan Pasal 108 KUHAP, Febrie Adriansyah  sebagai pegawai negeri yang mengetahui peristiwa pidana, wajib melaporkan pada penyelidik dan penyidik, dalam kasus  penerimaan uang suap sebesar Rp50 miliar dan Rp20 miliar dari Ny. Purwanti Lee.

Dengan demikian, Febrie Adriansyah selaku Jampidsus yang bertanggungjawab dalam membuat dakwaan yang berimplikasi tidak terlaksananya penegakan hukum yang seharusnya, yakni: menjerat pelaku yang sebenarnya, dan juga akibat penyusunan dakwaan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum (Pasal 143 ayat (2) KUHAP Jo. Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/J.A/11/1993 pada bab III Poin 3 halaman ke 2 Jo. Petunjuk Teknis Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor B-845/F/Fjp/05/2018 tertanggal 24 Mei 2018), telah melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam kode perilaku jaksa.

Berdasarkan investigasi Kosmak, kasusnya sendiri bermula ketika Gunawan Yusuf dkk melalui   PT GPA pada 24 Agustus 2001 menjadi pemenang lelang Sugar Group Company (SGC) —  aset milik Salim Group — yang diselenggarakan BPPN dengan kondisi apa adanya ( as is), senilai Rp1,161 triliun. Ketika akan dilelang, semua peserta lelang termasuk GPA telah diberitahu segala kondisi dari SGC tentang aktiva, pasiva, utang dan piutangnya. 

SGC yang bergerak dalam bidang produksi gula dan etanol ternyata memiliki total utang triliunan kepada  Marubeni Corporation (MC) yang secara hukum tentu menjadi tanggung jawab Gunawan Yusuf  dkk selaku pemegang saham baru SGC. Akan tetapi, Gunawan Yusuf menolak membayar dengan dalih: utang SGC kepada MC senilai triliunan rupiah itu merupakan hasil rekayasa dan persekongkolan bersama antara Salim Group (SG) dengan MC.

Diduga untuk menyiasati agar dapat ngemplang utang  yang bernilai triliunan rupiah itu, dibangunlah dalil yang diduga palsu, yang pada pokoknya dinyatakan utang itu hasil rekayasa bersama antara SG dengan MC, sebagaimana dituangkan dalam surat gugatan Gunawan Yusuf dkk melalui PT SIL, PT ILP, PT GPM, PT ILD, dan PT GPA menggugat MC dkk, melalui PN Kota Bumi dan PN Gunung Sugih, teregister dalam perkara No. 12/Pdt.G/2006/PN/GS dan No. 04/Pdt.G/2006/PN.KB. Namun pada ujung perkara, Gunawan Yusuf dkk kalah telak, sebagaimana putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010 dan No. 2446 K/Pdt/2009 tanggal  19 Mei 2010, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkraht).

Dalam pertimbangannya majelis hakim menegaskan, tuduhan bahwa utang itu hasil rekayasa dan persekongkolan bersama antara SC dengan MC ternyata tidak mengandung unsur kebenaran. Terbukti pinjaman kredit luar negeri itu sudah dilaporkan kepada Bank Indonesia dan terlihat dalam Laporan Keuangan dari tahun 1993 (SIL) dan tahun 1996 (ILP) sampai dengan tahun 2001. Adanya rekayasa justru dibantah sendiri oleh Gunawan Yusuf melalui kuasa hukumnya, yang pada pokoknya menyatakan ingin menyelesaikan kewajiban pembayaran utang dan bersedia melakukan pembahasan sehubungan dengan rencana pemangkasan sebagian utang (haircut). 

Ketidakbenaran tuduhan persekongkolan diperkuat dengan bukti surat tertanggal 12 Maret 2003, yang pada pokoknya Gunawan Yusuf menawarkan menyelesaikan kewajibannya dengan menerbitkan promissory note senilai USD 19 juta. Berdasarkan dua putusan kasasi tersebut, pada pokoknya SGC diputuskan tetap memiliki kewajiban pembayaran utang kepada MC, yang bernilai triliunan rupiah.

Usai kalah telak, Gunawan Yusuf tak menyerah. Ia mendaftarkan lagi empat  gugatan baru secara sekaligus. Memanfaatkan azas ius curia  novit, sebagaimana ditegaskan Pasal 10  UU No. 48 Tahun  2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dimana pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara. Dalam empat  gugatan baru tersebut, materi pokok perkara sejatinya sama dengan putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 dan No. 2446 K/Pdt/2009 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkraht).

Sugar Group Company sebagai penggugat hanya mengubah materi gugatan yang bersifat accessoir, sebagaimana perkara-perkara, yakni: (1) No.394/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, (2) No. 373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, (3) No. 470/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel, dan (4) No. 18/Pdt.G/2010/PN.GS dan No. 141/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, No. 142/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, dan No. 232/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, yang diduga berlanjut pada perkara kasasi dan PK. Sebagaimana putusan (1) Putusan No. 1696 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015, (2) Putusan No. 1697 K/Pdt/2015, tanggal 14 Desember 2015, (3) Putusan No. 1698 K/Pdt/2015, tanggal 14 Desember 2015 (4) No. 1699 K/Pdt/2015, tanggal 14 Desember 2015, (5) Putusan No. No. 1700 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015.

Kelima perkara kasasi tersebut, dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Agung, Soltoni Mohdally, dengan anggota Majelis Hakim Agung, Dr. Nurul Elmiyah, H. Zahrul Rabain, SH, MH,  seluruh putusan tersebut secara janggal memenangkan Sugar Group Company.

“Selanjutnya terdapat putusan peninjauan kembali (1) PK I No. 144 PK/Pdt/2018, tanggal 27 April 2018, (2) PK I No. 816 PK/Pdt/2018, tanggal 2 Desember 2019, (3) PK I No. 818 PK/Pdt/2018, tanggal 2 Desember 2019, (4) Putusan PK II No. 697 PK/Pdt/2018, tanggal 8 Oktober 2018. Keempat perkara PK tersebut, dipimpin oleh Majelis Hakim, Sunarto yang memenangkan SGC, yang kini menjadi Ketua Mahkamah Agung RI dan dikenal dekat dengan Zarof Ricar. Tak heran bila pada 27-28 September 2024, Zarof Ricar yang telah pensiun sejak 2022 itu tampak ikut dalam rombongan Sunarto yang melakukan kunjungan ke Keraton Sumenep,” beber Ronald lagi.

Terdapat Putusan Peninjauan Kembali (1) PK I No. 144 PK/Pdt/2028, tanggal 27 April 2018, (2) PK I No. 816 PK/Pdt/2018, tanggal 2 Desember 2019, (3) PK I No.. 818 PK/Pdt/2018, tanggal 2 Desember 2019, (4) PK II No. 697 PK/Pdt/2018, tanggal 8 Oktober 2018. Keempat perkara PK tersebut dipimpin Majelis Hakim Sunarto, yang memenangkan Sugar Group Company.

Hakim Agung Syamsul Ma’arif  sudah pernah menjadi Ketua Majelis Hakim Agung perkara dalam putusan PK II No. 697 PK/Pdt/2022, tanggal 19 Oktober 2023, PK II No. 887 PK/Pdt/2022 tanggal 19 Oktober 2023, namun menjadi ketua majelis dalam putusan PK  No. 1362 PK/Pdt/2024/, tanggal  16 Desember  2024.

“Diduga lantaran uang suap telah menyebabkan hakim agung Syamsul Ma’arif memutus perkara Sugar Group Company melawan Marubeni Corporation No. 1362 PK/PDT/2024, tanggal 16 Desember 2024, dengan melanggar pasal 17 UU No. 48 tentang Kekuasaan Kehakiman. Karena pernah mengadili perkara yang berkaitan sebelumnya, seharusnya, Hakim Agung Syamsul Ma’arif mundur sebagai pemeriksa perkara No. 1362 PK/PDT/2024. Namun, alih-alih mundur, ia tetap memutus perkara hanya dalam tempo 29 (dua puluh sembilan) hari – padahal tebal berkas perkara 3 (tiga) meter. Butuh waktu minimal 4 (empat) bulan untuk membacanya. Atas pelanggaran terhadap pasal 17 UU No. 48 tentang Kekuasaan Kehakiman dan  Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim  sebagaimana  Keputusan Bersama  Ketua MARI  dan Ketua KY, Hakim Agung Syamsul Ma’arif tidak mendapatkan hukuman apa pun dari Sunarto selaku Ketua Mahkamah Agung RI,” pungkas Ronald Loblobly. ●Redaksi/Cr-025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *