
Wakil Rakyat Daerah Berubah Jadi Pelaku Usaha
HARIAN PELITA — Program Makan Bergizi (MBG) lahir untuk memperbaiki gizi anak sekaligus menggerakkan ekonomi desa. Namun di lapangan muncul praktik mengusik akal sehat: oknum anggota DPRD ikut menjadi pemain dalam bisnis dapur MBG.
Sebagai wakil rakyat, mereka seharusnya berdiri di posisi pengawas, menjaga agar dana yang menggelontor Ratusan triliun benar-benar sampai kepada penerima manfaat. Ketika mereka justru masuk ke arena usaha, fungsi pengawasan runtuh. Wasit berubah menjadi pemain.
●Etika yang dilanggar
Kode Etik DPR dengan tegas melarang praktik ini. Pasal 6 ayat (4) menyebut: “Anggota dilarang menggunakan jabatannya untuk mencari kemudahan dan keuntungan pribadi, keluarga, sanak famili, dan golongan.”
Selain itu, Pasal 6 ayat (1) dan (2) mewajibkan setiap anggota dewan menyatakan konflik kepentingan dalam pembahasan. Jika mereka terlibat dalam yayasan pengelola dapur MBG, lalu tetap ikut dalam pembahasan anggaran dan pengawasan, berarti mereka melanggar aturan secara terang-terangan.
Praktik ini juga bertentangan dengan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari KKN, yang menegaskan larangan penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi.
●Yayasan jadi kendaraan politik ekonomi
Aturan teknis membuka peluang yayasan menjadi mitra MBG. Dari satu yayasan, bisa lahir hingga 10 dapur MBG. Dengan modal finansial besar dan akses politik, yayasan yang terafiliasi dengan anggota DPRD dapat menguasai banyak titik sekaligus.
Situasi ini melahirkan ketidakadilan. Pemain kecil—koperasi petani, kelompok nelayan, atau warga desa biasa—akan tersingkir karena kalah modal dan kalah jaringan. Program yang semestinya menciptakan ekonomi kerakyatan justru berpotensi melahirkan kartel baru yang dibangun atas dasar koneksi politik.
●Dampak nyata di lapangan
Ketika yayasan bermodal besar mendominasi, efek domino langsung terasa. Petani lokal kehilangan akses pasar, koperasi kecil hanya menjadi pelengkap, dan UMKM tersisih dari rantai pasok. Padahal, ide dasar MBG adalah menghidupkan ekonomi desa melalui konsumsi bahan pangan lokal.
Lebih berbahaya lagi, orientasi keuntungan membuat standar gizi rawan diabaikan. Beberapa dapur MBG mengganti menu sehat dengan makanan instan murah. “Mengganti makanan segar kaya gizi dengan roti tinggi gula adalah bom waktu kesehatan,” ujar pengamat asal Ciamis, Muhamad Alif. Selasa, (09/09/2025).
●DPRD harus kembali ke rel etika
Oknum anggota DPRD yang ikut bermain telah melanggar mandat etikanya sebagai wakil rakyat. Mereka bukan hanya merusak kepercayaan publik, tetapi juga menggeser program strategis menjadi arena bisnis pribadi.
Publik berhak menuntut kejelasan: DPRD tidak boleh menjadi pemain. Mereka wajib kembali ke rel etika, berdiri sebagai pengawas independen, bukan pelaku usaha. Jika tidak, Program Makan Bergizi hanya akan meninggalkan warisan pahit—janji gizi untuk anak bangsa yang berubah menjadi bancakan elit lokal ●Redaksi/Lir