
Kepala Bank Dibunuh, Ada Rencana Jahat Pindahkan Rekening Dormant ke Penampung
HARIAN PELITA — Kasus tewasnya MIP (37), Kepala Cabang Bank BUMN di Jakarta Pusat terungkap hasil penyelidikan polisi, ternyata ada
rencana busuk untuk memindahkan aliran uang dari rekening dormant ke rekening penampung.
“Motif dari pada pelaku melakukan perbuatannya yaitu para tersangka berencana untuk melakukan pemindahan uang dari rekening dormant ke rekening penampungan yang telah dipersiapkan,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Wira Satya Triputra saat konferensi pers, Selasa (16/9/2025).
Wira mengatakan, rencana jahat itu sudah terpikirkan sejak Juni 2025. Seorang tersangka berinisial C alias K mengklaim punya data rekening dormant dari sejumlah bank yang akan digeser ke rekening penampung.
Namun untuk mengeksekusi rencananya ini, dibutuhkan otoritas seorang kepala cabang bank.
C alias K mulai beraksi mencari orang-orang yang mau diajak untuk kong-kalikong untuk memuluskan rencana pemindahan dari rekening dormant ke rekening penampung yang telah dipersiapkan.
“Kemudian C menyampaikan karena upaya sebelumnya mendekati kepala cabang tidak berhasil, maka pekerjaan pergeseran dana tersebut akan berhasil apabila dilakukan dengan dua opsi atau metode,” ucap Wira.
Tanggal 30 Juli 2025, C alias K menggelar rapat bersama dua orang tersangka DH dan AAM. Di meja itu, dua opsi diusulkan. Pertama, korban hanya dipaksa untuk mematuhi perintah lalu dilepas. Kedua, korban tetap dipaksa, lalu dibunuh.
Diskusi kemudian berlanjut pada 31 Juli dan 12 Agustus. Lewat percakapan WhatsApp, akhirnya C alias K memilih opsi pertama yaitu melakukan pemaksaan dengan kekerasan setelah itu korban dilepaskan.
Pada 16 Agustus 2025, DH menghubungi JP di kawasan Kota Wisata, Cibubur, Jakarta Timur. Ketika itu, JP menanyakan adakah orang yang bisa membantu, entah sipil atau aparat.
Wira menyebutkan, JP menindaklanjuti dengan mendatangi rumah Serka N, oknum Anggota TNI. Malamnya, di sebuah kafe di Cibubur, empat orang yaitu DH, JP, AAM, dan N berkumpul.
“Agenda pertemuan menyiapkan penculikan terhadap MIP. Jadi dalam pertemuan tersebut ada empat orang hadir. Dengan tujuan untuk membahas persiapan untuk dilakukan penculikan terhadap korban,” ucap dia.
Tanggal 18 Agustus 2025, pertemuan berlanjut. Kali ini hadir DH, AAM, JP, dan M di sebuah kafe lain di kawasan yang sama. Mereka membagi peran. DH dan AAM bertugas menyiapkan tim pengintai, dengan tiga orang anggota yakni R, E, dan B.
JP menyiapkan tim lain untuk membuntuti korban, termasuk orang berinisial AW. Sedangkan M ini bukan M tapi Serka N menghubungi Kopda FH, yang juga oknum prajurit TNI.
“Sehari kemudian, 19 Agustus 2025, FH mengatur pertemuan di Cijantung. Ia membawa E, B, R, dan A,” terang Wira.
Di sana, FH menunjukkan foto calon korban dan memberi perintah untuk mejemput orang ini, lalu serahkan kepada tim yang sudah dipersiapkan JP.
Bahkan, sebuah ‘safe house’ sudah disiapkan, tempat di mana korban akan dipaksa untuk melakukan kegiatan pemindahan dana.
“Puncaknya terjadi pada 20 Agustus 2025. Sejak siang, tim eksekutor membuntuti MIP. Sekitar pukul 15.30 WIB, di parkiran Lotte Mart, Jakarta Timur, mereka bergerak,” papar Wira. ●Redaksi/098