
Himpunan Mahasiswa Galuh Ciamis Geruduk Kantor KPP Pratama
HARIAN-PELITA – Uang Kelebihan Bayar Menguap di Meja Pajak: Mahasiswa Galuh Tantang KPP Ciamis Buka Data Restitusi
Ketika hak wajib pajak terhenti di meja birokrasi, dan negara memilih diam di balik prosedur.
Sempat terjadi ketegangan di depan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Ciamis, dengan Puluhan Himpunan Mahasiswa Galuh dengan Pihak KPP Pratama pada Kamis (9/10/2025).
Dalam aksinya puluhan mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Galuh dan Koalisi Masyarakat Galuh mengibarkan spanduk bertuliskan “Keadilan Fiskal Bukan Janji Kosong.”
Mereka menuntut KPP Ciamis segera mengembalikan uang kelebihan bayar pajak (restitusi) yang sudah sah namun tak kunjung dikembalikan.
“Negara menagih pajak dengan tegas, tapi ketika harus mengembalikan hak rakyat, mereka seolah kehilangan ingatan,” tegas Ifan Sofarudin Jaohari, koordinator aksi, dengan nada getir
Ifan menyebut banyak wajib pajak di Ciamis menunggu pengembalian selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. “Semua dokumen lengkap, semua syarat terpenuhi, tapi uangnya tidak pernah kembali. Ini bukan kesalahan sistem, ini kejahatan birokrasi fiskal,” katanya lantang.
Dalam orasinya, mahasiswa menuding KPP Ciamis sengaja memperlambat proses restitusi. Mereka menuntut empat hal: pengembalian segera, transparansi daftar restitusi, penerapan bunga kompensasi 2 persen per bulan, dan audit independen atas sistem restitusi pajak.
“UU Nomor 6 Tahun 1983 jelas mengatur hak wajib pajak atas kelebihan bayar. Jika negara menunda, maka negara berutang bunga,” ujar Ifan.
Ia menegaskan, keterlambatan tanpa alasan sah adalah bentuk pelanggaran hukum, bukan sekadar administrasi lamban.
Namun sampai kini, tak ada kejelasan. “Yang terjadi justru permainan diam—kasus disimpan, data tidak terbuka, dan wajib pajak dibiarkan menunggu,” tambahnya.
Kasubag Umum KPP Ciamis, Yayan Sopyan, akhirnya muncul di hadapan massa. Ia menyebut pihaknya memiliki data lengkap permohonan pengembalian kelebihan bayar pajak dan ingin membuka ruang dialog.
“Kasubdit-nya mau ditanyain dulu sama anak-anak namanya. Intinya kami punya data restitusi dan ingin ada dialog,” kata Yayan.
Namun pernyataan itu justru memperkeruh suasana. Massa menolak audiensi tertutup. “Kami tidak menghendaki audiensi. Kepala kantor harus datang sendiri. Kami menuntut tanggung jawab, bukan basa-basi,” teriak salah satu orator.
Yayan berusaha menenangkan situasi, namun mahasiswa sudah kehilangan kepercayaan. “Setiap tahun alasan mereka sama: kepala sedang di Jakarta, sistem sedang diperiksa, data sedang diverifikasi. Sementara uang rakyat menggantung,” ujar Ifan dengan suara bergetar.
Di balik tuntutan mahasiswa, tersimpan persoalan mendasar: rendahnya integritas di tubuh otoritas pajak.
Bahkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa baru-baru ini mengakui, sejumlah pegawai pajak dipecat karena menerima uang di luar wewenang. “Langkah itu memang tegas, tapi tidak cukup. Korupsi fiskal bukan hanya soal suap, tapi juga soal lambannya negara mengembalikan hak rakyat,” ujar Ifan.
Kasus di Ciamis menyingkap wajah gelap pelayanan publik fiskal: negara begitu cepat menagih, tapi begitu lambat membayar. “Keadilan pajak di negeri ini hanya berjalan satu arah—ke arah rakyat,” sindir Ifan di depan massa yang bersorak.
Dalam perspektif hukum, restitusi bukan kemurahan hati pemerintah, melainkan hak absolut warga negara.
Pasal 17B UU KUP mewajibkan Direktorat Jenderal Pajak mengembalikan kelebihan bayar setelah proses pemeriksaan selesai. Bila terlambat, negara wajib membayar bunga kompensasi 2 persen per bulan. ●Redaksi/Lili