2025-10-31 6:49

Mengenang Kepemimpinan Bapak Soeharto dan Bapak Pembangunan

Share

HARIAN PELITA — Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) melalui Pusat Studi Arsip Statis Kepresidenan (Pusdipres) dan Direktorat Penyelamatan Arsip (Ditpensip) melakukan wawancara sejarah lisan bersama Prof Haryono Suyono di kediamannya di daerah Pancoran, Jakarta Selatan.
Kegiatan dipandu Ketua Tim Penyelamatan dan Pengolahan Informasi Arsip Statis Kepresidenan sekaligus Arsiparis Madya Pusdipres, Widhi Setyo Putro.

Sebagai tokoh penting di balik keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) Nasional, Haryono dikenal dekat dengan Presiden Soeharto selama masa pengabdiannya sebagai Kepala BKKBN (1983–1993), Menteri Negara Kependudukan dan Kepala BKKBN (1993–1998), serta Menko Kesra dan Taskin (1998).

Melalui wawancara ini, ANRI berupaya menggali pengalaman langsung dan refleksi Haryono mengenai kepemimpinan Presiden Soeharto dalam membangun kesejahteraan keluarga dan masyarakat Indonesia.

Dalam sesi awal wawancara, Haryono mengenang pertemuan pertamanya dengan Soeharto dan proses yang menjadikannya sebagai kepala BKKBN.

Ia menceritakan bagaimana komunikasi dengan Presiden berlangsung secara langsung dan rutin, bahkan dirinya memiliki akses khusus untuk melaporkan perkembangan program setidaknya satu sampai dua kali setiap bulan. 

Soeharto disebut sebagai sosok pemimpin yang memberi ruang kepada bawahannya untuk berinovasi, namun tetap menekankan kedisiplinan dan hasil nyata di lapangan.

Haryono menjelaskan bahwa visi awalnya di BKKBN adalah membangun keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Presiden Soeharto menurutnya, memberikan dukungan terhadap gagasan tersebut dan ikut mendorong keterlibatan unsur masyarakat, termasuk Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang dipimpin oleh Ibu Tien Soeharto dalam sosialisasi program KB.

Ia juga mengungkapkan cerita di balik lahirnya slogan “Dua Anak Cukup” yang hingga kini melekat di masyarakat, serta peran besar Soeharto dalam memperjuangkan pengakuan dunia melalui UN Population Awards dari PBB.

Selain itu, Soeharto disebut berperan penting dalam keluarnya Instruksi Presiden No9 Tahun 1979 tentang Pembangunan Desa di mana terdapat pengadaan bidan untuk di desa-desa, yang kemudian menjadi fondasi penting bagi peningkatan kesehatan ibu dan anak serta penempatan Petugas Lapangan KB di Posyandu di seluruh Indonesia.

Dalam wawancara, juga disinggung perubahan paradigma pembangunan keluarga dari sekadar pengendalian jumlah penduduk menjadi peningkatan kualitas keluarga.

Perubahan ini diwujudkan melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, yang menegaskan pentingnya keseimbangan antara aspek demografis dan kesejahteraan.

Ia menjelaskan bahwa Presiden Soeharto mendukung penuh arah kebijakan tersebut, karena melihat keluarga sebagai dasar pembangunan bangsa.

“Saya juga mengusulkan kalau hari Sabtu libur, karena kalau hanya minggu para ayah capek. Tidak ada waktu dengan keluarga. Kalau Sabtu libur, di akhir pekan orang tua bisa ada waktu dengan anak dan keluarga”, terangnya mengenai salah satu dampak UU tersebut.

Sebagai Menko Kesra dan Taskin pada tahun 1998, Haryono menghadapi masa-masa sulit ketika krisis ekonomi melanda Indonesia.

Ia menceritakan bagaimana Soeharto tetap fokus pada upaya perlindungan sosial bagi rakyat kecil, terutama melalui program-program pemberdayaan masyarakat dan jaring pengaman sosial.

Haryono menggambarkan pribadi Soeharto sebagai pemimpin yang tegas namun penuh empati.

Ia menuturkan berbagai momen kebersamaan, termasuk ketika Presiden memanggilnya secara langsung di tengah kesibukan kampanye tahun 1997 untuk membahas isu sosial yang dianggap penting.

Menurutnya, perhatian Soeharto terhadap kesejahteraan rakyat tidak pernah surut, bahkan di masa-masa menjelang dan setelah lengser dari jabatan.

Menutup wawancara, Haryono menegaskan bahwa kontribusi terbesar Presiden Soeharto terletak pada keberhasilan menanamkan kesadaran keluarga berencana dan pembangunan manusia Indonesia.

Ia berpesan kepada generasi muda untuk melihat Soeharto secara utuh, tidak hanya sebagai pemimpin politik, tetapi juga sebagai tokoh pembangunan sosial yang menekankan nilai kerja keras, kemandirian, dan kesejahteraan keluarga.

Kegiatan wawancara sejarah lisan ini merupakan bagian dari program penyelamatan informasi dan pelestarian arsip statis kepresidenan yang dilakukan oleh ANRI.

Melalui dokumentasi audio, video, dan transkrip wawancara, hasil kegiatan ini akan disimpan sebagai bagian dari Memori Kolektif Bangsa (MKB). Tujuannya, agar generasi mendatang dapat memahami perjalanan sejarah kepemimpinan nasional secara lebih mendalam dan berimbang. ●Redaksi/Cr-28/06

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *