2025-11-16 6:07

Teungku Nyak Sandang: Sang Dermawan Aceh Menjadi Sayap Pertama Republik

Share

HARIAN PELITA — Di tengah semangat membara bangsa Indonesia yang baru saja merdeka, berdirilah seorang pemuda dari tanah Aceh yang namanya kini terukir dalam sejarah: Teungku Nyak Sandang, putra daerah Mukhan, Indra Jaya, Aceh Jaya, lahir pada 4 Februari 1927.

Ia bukan seorang jenderal, bukan pula pejabat tinggi negara. Namun, berkat hatinya yang tulus dan kecintaannya pada tanah air, Indonesia memiliki pesawat pertama yang kelak melahirkan Garuda Indonesia, sang lambang kebanggaan bangsa.

Pada pertengahan Juni 1948, Presiden Soekarno berkunjung ke Aceh. Di sebuah pertemuan akbar yang digelar di Aceh Hotel, Bung Karno menyalakan api patriotisme rakyat Aceh.

Ia menantang para pengusaha dan pemuda Aceh untuk turut membiayai pembelian pesawat bagi Republik Indonesia yang masih muda dan berjuang mempertahankan eksistensinya di mata dunia.

Seruan itu disambut dengan semangat luar biasa. Ketua Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh, M Djuned Joesoef, menjadi orang pertama yang menyumbang.

Tak lama, sumbangan demi sumbangan mengalir deras dari rakyat Aceh, yang dengan sukarela menyisihkan hartanya untuk negeri tercinta.

Tak lama setelahnya, Abu Daud Beureueh, tokoh karismatik Aceh, berpidato di halaman masjid Calang. Di antara lautan manusia yang mendengarkan dengan penuh semangat, berdirilah seorang pemuda 21 tahun bernama Teungku Nyak Sandang.

Pidato itu menggugah jiwanya. Ia pulang ke rumah dan dengan penuh tekad memohon izin kepada ayahnya untuk menjual kebun seluas satu hektare berisi 40 pohon kelapa segala yang ia miliki demi sumbangan kepada republik.

Kebun itu terjual seharga 100 rupiah atau setara dengan 20 mayam emas. Dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil kala itu, emas menjadi bentuk simpanan paling berharga.

Namun, tanpa ragu sedikit pun, Teungku Nyak Sandang menyerahkan seluruh hasil penjualan tersebut kepada negara melalui Wedana Calang, kemudian diteruskan kepada Teuku Muhammad Daud Beureueh, dan akhirnya sampai ke tangan Presiden Soekarno.

Uang dari rakyat Aceh inilah yang digunakan untuk membeli pesawat DC-3 Dakota, yang kemudian diberi nama Seulawah RI-001, diambil dari nama Gunung Seulawah di perbatasan Aceh Besar dan Pidie.

Pesawat ini menjadi pesawat pertama milik Republik Indonesia sebuah simbol kemerdekaan, kebanggaan, dan tekad bangsa yang tak mudah menyerah.

Pada 28 Desember 1949, pesawat Seulawah RI-001 mengudara membawa Presiden Soekarno dari Yogyakarta menuju Kemayoran untuk pelantikannya sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat. Dari sinilah lahir Garuda Indonesia Airways, yang diresmikan langsung oleh Soekarno dengan mengutip puisi Raden Mas Noto Soeroto:

“Ik ben Garuda, Vishnoe’s vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden.”
“Akulah Garuda, burung Wisnu, yang mengembangkan sayapnya tinggi di atas kepulauanmu.”

Bintang Jasa
Tujuh dekade kemudian, tepat pada 25 Agustus 2025, sejarah kembali menundukkan kepala dalam haru. Di Istana Negara, Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan Bintang Jasa Utama kepada Teungku Nyak Sandang, sang dermawan rakyat Aceh.

Beliau hadir dengan kursi roda di usia 98 tahun. Saat penghargaan disematkan, Presiden Prabowo berlutut di hadapannya, memberi penghormatan tertinggi bagi sosok yang jasanya membuat Indonesia bisa “terbang” untuk pertama kali.

Seluruh hadirin berdiri, memberikan tepuk tangan gemuruh, bukan hanya untuk seorang Teungku Nyak Sandang, tetapi untuk semangat keikhlasan, pengorbanan, dan cinta tanah air yang ia wariskan untuk seluruh anak bangsa. ●Redaksi/Cr-110

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *