
Chemistry || Oleh Endah Sayani
Chemistry dalam konteks hubungan interpersonal merujuk pada tarik-menarik emosional dan fisik antara dua orang.
Chemistry sering disalahartikan hanya sebagai urusan fisik atau perasaan berbunga-bunga di awal. Padahal, penelitian menunjukkan bahwa chemistry adalah kombinasi kompleks dari faktor psikologis, sosial, dan biologis yang saling memengaruhi.
Menurut Dr. Helen Fisher dalam Why We Love, ketertarikan mendalam lahir dari interaksi antara hormon dopamin, oksitosin, dan lingkungan emosional yang kita ciptakan. Fakta menariknya, chemistry bisa dibangun dan diperkuat, bukan sekadar “klik” yang muncul di awal lalu hilang begitu saja.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat pasangan yang di awal tampak biasa saja, tetapi seiring waktu justru memiliki koneksi yang luar biasa. Sebaliknya, ada pula pasangan yang awalnya penuh gairah, namun kemudian hambar karena tidak tahu bagaimana menjaga dan mengembangkan chemistry itu. Chemistry bukan tentang takdir semata, melainkan tentang keterampilan memahami, merespons, dan membangun hubungan secara sadar.
Menurut penelitian dan para ahli, chemistry dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Dopamin dan oksitosin
Chemistry seringkali dikaitkan dengan pelepasan dopamin dan oksitosin dalam otak. Dopamin terkait dengan perasaan senang dan penghargaan, sedangkan oksitosin terkait dengan ikatan emosional dan kepercayaan
Ini sebabnya hubungan jarak jauh yang jarang bertemu fisik sering kehilangan rasa “klik” meski komunikasi verbalnya intens.
Menariknya, bahasa tubuh ini bisa dilatih. Banyak pasangan yang merasa hambar ternyata jarang benar-benar “menghadirkan diri” saat bersama. Membiasakan diri untuk memerhatikan detail nonverbal pasangan akan membuat mereka merasa dipahami tanpa kata. Koneksi ini tidak instan, tapi begitu terbangun, ia memberi rasa kedekatan yang sulit dijelaskan dengan logika.
2. Komunikasi yang efektif
Chemistry dapat dibangun melalui komunikasi yang efektif, seperti kemampuan mendengarkan, empati, dan ekspresi diri yang jujur.
Dalam Love and Respect karya Emerson Eggerichs, respek diidentifikasi sebagai elemen vital untuk menjaga chemistry. Ketika respek hilang, koneksi emosional cepat memburuk meskipun perasaan cinta masih ada. Respek terlihat dari cara mendengarkan, tidak memotong pembicaraan, dan menghargai pilihan pasangan meski berbeda pendapat
3. Pengalaman emosional
Chemistry dapat dipengaruhi oleh pengalaman emosional yang sama, seperti kesedihan, kebahagiaan, atau ketakutan. Pengalaman emosional yang sama dapat membangun rasa koneksi dan kepercayaan.
Brene Brown dalam Daring Greatly menjelaskan bahwa rasa aman emosional adalah landasan keintiman yang sejati. Ketika seseorang merasa aman untuk membuka diri tanpa takut dihakimi, chemistry berkembang dengan alami. Pasangan yang saling memvalidasi perasaan, bukan menghakimi atau meremehkan, akan lebih mudah mempertahankan koneksi emosional jangka panjang.
4. Ketertarikan fisik
Chemistry dapat dipengaruhi oleh ketertarikan fisik, seperti penampilan, suara, atau gerakan tubuh. Namun, chemistry tidak hanya tentang penampilan fisik, tetapi juga tentang kepribadian, nilai-nilai, dan minat yang sama.
Debra L. Oswald dalam Understanding Attraction menulis bahwa ketertarikan intelektual adalah aspek penting yang sering diabaikan. Saat percakapan memicu rasa ingin tahu dan tantangan berpikir, chemistry menjadi lebih dalam dari sekadar fisik. Misalnya, pasangan yang bisa berdiskusi panjang tentang topik serius maupun remeh menunjukkan adanya koneksi pikiran yang selaras.
5. Memiliki selera humor
Dalam The Psychology of Humor karya Rod A. Martin, humor disebut sebagai perekat sosial yang kuat. Bukan sekadar tertawa bersama, tetapi berbagi cara pandang yang sama terhadap dunia. Chemistry sering tumbuh saat dua orang bisa menertawakan hal yang sama.***