
Cara Menghitung Zakat Penghasilan atau Profesi
HARIAN PELITA — Zakat penghasilan atau zakat profesi (Al mal al-mustafad) adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian professional tertentu, baik yang dilakukan sendirian maupun bersama orang/ lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) halal yang memenuhi nisab (batas minimum untuk wajib zakat). Contohnya adalah pejabat, pegawai negeri atau swasta, dokter, konsultan, advokat, dosen, makelar, seniman dan sejenisnya.
Allah SWT berfirman; ambillah olehmu zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka (QS. Al- Taubah. 9:103 )
Dan firman Allah SWT: “Hai orang- orang yang beriman! Nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik- baik” (QS. Al- Baqarah. 2: 267)
Berdasarkan sebuah hadist shahih riwayat imam Tirmidzi bahwa Rasulallah SAW bersabda; “Keluarkanlah olehmu sekalian zakat dari harta kamu sekalian “. Dan hadist dari Abu Hurairah ra, Rasulallah SAW bersabda: “sedekah hanyalah dikeluarkan dari kelebihan/ kebutuhan.
Tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu.” (HR. Ahmad ).
Dan juga bisa dijadikan bahan pertimbangan, apa yang dijelaskan oleh penulis terkenal dari mesir, Muhammad Ghazali dalam bukunya ‘ Al- Islam wal audl’ al- iqtishadiyah’ : “sangat tidak logis kalau tidak mewajibkan zakat kepada professional seperti dokter yang penghasilannya sebulan bisa melebihi penghasilan petani setahun”.
●Dihitung dari penghasilan bruto
Yaitu mengeluarkan zakat penghasilan kotor. Artinya, zakat penghasilan yang mencapai nisab 85 gram emas dalam jumlah setahun (nisab menurut Prof. Dr. Yusuf al- Qardlowi), dikeluarkan 2,5 % langsung ketika menerima sebelum dikurangi apapun.
Jadi kalau dapat gaji atau honor dan penghasilan lainnya dalam sebulan mencapai 2 juta X 12 bulan 24 juta, berarti dikeluarkan langsung 2,5% dari 2 juta tiap bulan 50 ribu atau dibayar diakhir tahun 600 ribu. Hal ini berdasarkan pendapat Az- Zuhri dan ‘ Auzai’, beliau menjelaskan : “ bila seorang memperoleh penghasilan dan ingin membelanjakan sebelum bulan wajib zakat datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat itu terlebih dahulu dari membelanjakannya “ (ibnu Abi Syaibah, Al- mushannif. 4/ 30).
Dan juga menqiyaskan dengan beberapa harta zakat yang langsung dikeluarkan tanpa dikurangi apapun, seperti zakat ternak, emas perak, ma’dzan dan rikaz.
●Dipotong operasional kerja
Yaitu setelah menerima penghasilan gaji atau honor, maka dipotong dahulu dengan biaya operasional kerja.
Contohnya, seseorang yang mendapat gaji 2 juta sebulan, dikurangi biaya transport dan konsumsi harian di tempat kerja sebanyak Rp. 500 ribu. Sisa Rp. 1.500.000,
Maka zakatnya dikeluarkan 2,5 % dari
Rp.1.500.000,- yaitu Rp. 37.500,-.
Hal ini menganalogikan dengan zakat hasil bumi dan kurma serta sejenisnya. Bahwa biaya dikeluarkan lebih dahulu baru zakat dikeluarkan dari sisanya. Ini adalah pendapat ‘ Atho’ dan lainnya. Dari itu zakat hasil bumi ada perbedaan prosentase zakat antara yang diairi dengan hujan yaitu 10% dan melalui irigasi 5%.
Yaitu mengeluarkan zakat dari harta yang masih mencapai nisab setelah dikurangi untuk kebutuhan pokok sehari- hari, baik pangan, papan, hutang dan kebutuhan pokok lainnya untuk keperluan dirinya, keluarga dan yang menjadi tanggungannya.
Jika penghasilan setelah dikurangi kebutuhan pokok masih mencapai nisab, maka wajib zakat. Tapi kalau tidak mencapai nisab maka tidak wajib zakat, karena dia bukan termasuk Muzakki (orang yang wajib zakat) bahkan menjadi mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) karena sudah menjadi miskin dengan tidak cukupnya penghasilan terhadap kebutuhan pokok sehari- hari.
Hal ini berdasarkan hadist riwayat imam Al- bukhori dari Hakim bin Hizam bahwa Rasullah SAW bersabda “dan paling baiknya zakat itu dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan”. (lihat Dr. Yusuf Al- Qardlawi. Fiqh zakat. 486).
Kesimpulan
Seorang yang mendapatkan penghasilan halal dan mencapai nisab (85 gram emas) wajib mengeluarkan zakat 2,5%. Boleh dikeluarkan setiap bulan atau akhir di akhir tahun. Sebaiknya zakat dikeluarkan dari penghasilan kotor sebelum dikurangi kebutuhan yang lain. Ini lebih utama (Afdhal) karena khawatir ada harta yang wajib zakat tapi tidak dizakati, tentu akan mendapatkan azab Allah baik di dunia dan di akhirat.
Sebuah penjelasan Ibnu Rusdy bahwa zakat itu Ta’bbudi (pengabdian kepada Allah SWT) bukan hanya hak mustahiq. Tapi ada juga sebagian ulama’ yang memperbolehkan sebelum dikeluarkan zakat dikurangi dahulu biaya operasional kerja atau kebutuhan pokok sehari – hari.
Semoga dengan zakat, harta menjadi bersih, berkembang, berkah, bermanfaat dan menyelamatkan pemiliknya dari siksa Allah SWT, Amiin ya mujibassailin. Wallahu ‘Alam
Oleh: KH Abdurrahman Nafis, Lc. MH.I
(Ketua Bidang Fatwa MUI Jawa Timur dan Pengurus Bidang Pengembangan BAZ jawa Timur)
Source: Baznas Bazis