2025-05-24 4:31

Fenomena Citayam Fashion Week Viral, Begini Penjelasan Sosiolog Muhammadiyah

Share

HARIAN PELITA — Citayam Fashion Week menjadi perbincangan hangat di kalangan pengguna sosial media akhir-akhir ini. Fenomena mengenai para remaja berpakaian nyentrik memadati kawasan Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta Pusat ini bahkan menarik minat media internasional seperti Tokyo Fashion.

Dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Luluk Dwi Kumalasari, memberikan penjelasannya.

Luluk mengatakan bahwa kepopuleran menuai banyak pro dan kontra. Sebagian masyarakat mengapresiasi cara kreatif para remaja mengekspresikan diri melalui fashion.

Sebagian lainnya menilai bahwa aksi para remaja ini mengganggu dan membuat kumuh kawasan Sudirman. Menurutnya, Citayam Fashion Week merupakan fenomena yang wajar.

Hal ini didasarkan pada naluri manusia sebagai makhluk sosial untuk membentuk kelompok sesuai karakteristik dan tujuan tertentu. 

“Komunitas ini terbentuk oleh beberapa anak muda yang tinggal di daerah Sudirman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok. Sebagai daerah penyangga ibu kota para anak muda ini memiliki kreativitas yang lebih di bidang fashion. Saya melihat bahwa keberadaan Citayam Fashion Week ini merupakan sarana para anak muda untuk mengungkapkan diri mereka secara jujur melalui sebuah fashion,” ungkap Kepala Program Studi (Kaprodi) Sosiologi itu.

Selain perkembangan tren fashion, Luluk sapaan akrabnya menjelaskan bahwa perkembangan sosial media juga turut mempengaruhi keberadaan tren ini, utamanya TikTok.

Para remaja di Citayam Fashion Week ini memanfaatkan sosial media untuk menjadi terkenal dan mendapatkan uang. Hal ini juga melahirkan banyak seleb Instagram dan seleb TikTok seperti Jeje, Bonge, Kurma, Roy,dan lainnya.

“Masifnya keberadaan sosial media mempengaruhi cara para remaja untuk berkreasi dan Citayam Fashion Week menjadi wadah baru untuk mereka. Selain itu, dengan munculnya komunitas ini  juga menjadi sebuah wacana baru bahwa fashion yang selama ini identik dengan kalangan atas, juga bisa dilakukan oleh kalangan menengah ke bawah,” kata Luluk.

Lebih lanjut, Luluk menjabarkan beberapa dampak positif lain dari kemunculan tren ini yaitu para remaja menjadi lebih memahami kehidupan bersosial.

Kreatifitas para remaja sebagai content creator di media sosial juga meningkat. Selain itu, keberadaan para remaja ini juga meningkatkan penghasilan para Pedangan Kali Lima (PKL) yang berada di sekitar Sudirman. 

Luluk menjelaskan bahwa untuk melakukan pengurangan dampak negatif,  perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak, utamanya pemerintah. Hal-hal yang bisa dilakukan adalah dengan mengedukasi, mengarahkan, dan pendampingan kepada para remaja agar komunitas ini tetap berlangsung namun dengan minim dampak buruk. ●Redaksi/Sumber Muhammadyah.or.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *