Kisah Cinta dan Duka Sang Jenderal: Warisan Abadi Jenderal Besar AH Nasution
HARIAN PELITA — Di balik sosok tegas dan berwibawa seorang Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, tersimpan kisah cinta yang begitu menyentuh hati.
Pria kelahiran Hutapungkut, Sumatera Utara, ini menikahi Johanna Sunarti pada 30 Mei 1947 di Ciwidey, Bandung.
Dari pernikahan sederhana namun penuh cinta itu, lahirlah dua putri yang menjadi cahaya dalam kehidupan mereka: Hendrianti Saharah Nasution dan Ade Irma Suryani Nasution.
Namun, kehidupan sang jenderal tidak selalu dipenuhi dengan kebahagiaan. Tragedi G30S/PKI pada tahun 1965 meninggalkan luka mendalam yang tak pernah terhapus dari sejarah bangsa dan dari hati Nasution sendiri.
Putri bungsunya, Ade Irma Suryani, yang masih belia, menjadi korban peluru yang menembus kehangatan keluarganya. Kepergian sang putri tercinta menjadi duka yang membekas sepanjang hayatnya.
Meski begitu, Nasution tetap tegak sebagai prajurit dan negarawan sejati. Ia terus mengabdikan diri untuk negeri, bahkan setelah kehilangan yang begitu perih.
Dalam keheningan masa tuanya, Nasution akhirnya berpulang pada 6 September 2000 di Jakarta, setelah menderita stroke dan koma.
Ia dimakamkan dengan kehormatan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, tempat peristirahatan terakhir para pahlawan bangsa.
Sang istri, Johanna Sunarti, menyusul ke keabadian pada tahun 2010 di usia 87 tahun, meninggalkan warisan cinta dan kesetiaan yang tulus. Sementara putri sulung mereka, Hendrianti Saharah, berpulang pada tahun 2021 di usia 69 tahun.
Kisah keluarga Nasution bukan sekadar cerita tentang cinta dan kehilangan, tetapi juga tentang keteguhan, pengabdian, dan cinta abadi kepada bangsa dan keluarga.
Sebuah kisah yang mengajarkan bahwa di balik seragam kehormatan seorang jenderal, ada hati seorang ayah dan suami yang penuh kasih. ●Redaksi/Cr-29
