2023-07-03 10:43

Tanah Leluhur Kesatupadu II Dicaplok KLH

Share

HARIAN PELITA — Keluarga Besar Perantau Parsingguran II (Kesatupadu) mengaku tanah leluhurnya dicaplok oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Ketum Kesatupadu Ir Saut Mardongan Banjar Nahor Msi menegaskan tanah leluhur masyarakat Desa Parsingguran II Kecamatan Pollung Kabupaten Humbahas yang di caplok KLHK diluar surat perjanjian 15 Oktober 1963.

Ia menceritakan sejarah nenek moyang masyarakat Parsingguran II berdomisili dan berinteraksi diikat kekeluargaan antara satu dengan lainnya. Dan bersaudara sejak tahun 1750-an atau sudah 12 generasi sampai saat ini. Masyarakat mengelola lahan untuk menopang kehidupannya diantaranya dengan bertani, berladang, berkebun dan beternak.

Kemudian, dijelaskan olehnya pada saat itu wilayah Desa Parsingguran II merupakan dataran dan arah ke utara (Gn Uludarat) agak terjal dan gersang hanya ditumbuhi semak-semak belukar, sehingga pada musim kemarau sungainya kering dan pada musim hujan sungainya banjir.

Sehingga Pemda Kabupaten Tapanuli Utara (Pemda Taput) minta kepada tokoh masyarakat Marbun Habinsaran supaya areal Ramba Nalungunan dipinjamkan kepada Pemerintah Cq Dinas Kehutanan seluas 2500 hektar (ha), untuk direboisasi dengan pohon pinus.

“Permohonan tersebut disepakati dan dituangkan dalam Surat Perjanjian (SP)15 Oktober 1963 yang ditandatangani oleh 15 orang yang mewakili Desa Pollung Siriria, Parsingguran I dan Parsingguran II,” ujar Saut Mardongan Banjar Nahor, Senin (27/2/2023).

Lebih lanjut, areal Uludarat dan yang diserahkan seluas 2500 Ha pada saat itu tidak diganggu gugat oleh masyarakat Parsingguran II dan tetap dilestarikan sesuai dengan fungsinya. Menurutnya, diluar SP  sepanjang wilayah Desa Parsingguran II tersebut ke arah Selatan sampai Aek Raja adalah tanah milik masyarakat Desa Parsingguran II yang telah dikuasai dan tidak pernah lagi diserahkan kepada Pemerintah.

Masalah Muncul Terbit SK LHK:

Dengan terbitnya SK Menteri LHK yaitu SK Menteri LHK No.579/Menhut-II/2014 tanggal 24 Juni 2014 tentang penunjukan kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara seluas 3.742.120 ha. Antara lain lain isinya SK bahwa sarana prasarana umum seperti komplek, gereja, sekolah, perkampungan dan kuburan serta persawahan di APL kan.

“Sedangkan sepanjang desa P.2 (Parsingguran II) yang telah diusahai oleh masyarkat P.2 yaitu, lahan pertanian, perkebunan dan lahan penggembalaan ternak dimasukkan dalam Hutan Lindung dan Hutan Produksi,” ungkapnya.

Selain itu, SK Menteri LHK No.682/ Men LHK/Setjen/HPL.0/9/2019 tentang Perubahan ke tujuh atas Kep Men  Keh No. 493 tahun 1992. Didalamnya disebut bahwa Taman Bunga Nasional (TBN)ditunjuk di areal Perkebunan Kopi di Dalan Tupang yang telah diusahai oleh Masyarakat Parsingguran selama kurang lebih 250 tahun lalu.

Selanjutnya, SK Menteri LHK No.307/Men LHK/Setjen/HPL.0/7/2020 tentang perubahan ke delapan SK Menhut No.493 tahun 1992 yang pada intinya memuat rincian luas dan fungsi tanah di wilayah Desa Parsingguran II (P.2) sebagai berikut:

a.Hutan Lindung yang merupakan bagian dari SP tahun 1963 seluas +/-1.463 ha.
b. Hutan Lindung yang merupakan bukan bagian dari SP tahun 1963 seluas +/_496 ha.
c. Hutan Produksi yang ditunjuk menjadi Taman Bunga Nasional di lahan Dalan Tupang  seluas 530 ha.
d. Hutan Produksi yg berada di luar TBN  seluas +/_ 818 ha.
e. Lahan status APL yang ditunjuk menjadi bagian Program Ketahanan Pangan seluas 634 ha.
f. Total luas lahan masyarakat Parsingguran II (P.2) di luar SP tahun 1963 atau disepanjang wilayah Desa P.2 seluas +/_2.483 ha.

Menurutnya, dengan terbitnya SK Menhut tersebut di atas telah menimbulkan keresahan ditengah-tengah masyarakat Parsingguran II (P.2) dan masyarakat perantau. Saut Mardongan Banjar Nahor mengatakan karena sudah 12 generasi mengusahakan tanahnya sampai sekarang.

Sehubungan dengan hal tersebut Kumpulan Keluarga Besar Perantau Parsingguran II (Kesatupadu) telah memohon kepada Presiden RI Ir. Joko Widodo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) untuk mengembalikan lahan masyarakat Parsingguran II (P.2) di luar SP tahun 1963 yaitu sepanjang wilayah Desa P.2 mulai dari  utara( Gn Uludarat ) sampai Aek Raja  di Selatan.

Pihaknya juga meminta untuk merevisi SK Menhut: No.579 tahun 2014, SK Menteri LHK No. 682 tahun 2019 dan SK Menhut LHK No. 307 tahun 2020. Kemudian, menetapkan wilayah Desa P.2 di luar SP tahun 1963 menjadi APL dan selanjutnya dapat disertifikatkan sebagai tanah masyarakat pewarisnya.

Ia juga meminta kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional ATR/BPN), Gubernur Sumut dan Bupati HH supaya segera diproses pelepasan tanah masyarakat P.2 dari kawasan hutan dan diterbitkan sertipikat Tora Legalisasi bukan Tora Redistribusi.

Lebih jauh, menurut Saut Mardongan Banjar Nahor masyarakat dan Kesatupadu sudah 3  tahun berupaya memohon kepada Pemerintah melalui surat. Supaya wilayah Desa P.2 diluar yang diserahkan sesuai SP tahun 1963 dikeluarkan dari Kawasan Hutan atau di APL kan. Dia juga menjelaskan, Kesatupadu telah melayangkan surat kepada Menteri LHK.

Hal ini juga dirincikan terkait Surat No 016/ KESATUPADU/IV/2021 tanggal 5 April 2021 tentang Permohonan Audiensi. Saut Mardongan Banjar Nahor menambahkan surat terkait peninjauan tercatat dalam Surat No. 012/KESATUPADU/IV/2022 tanggal 9 Mei 2022. Laporan hasil peninjauan lapangan oleh Tim Dishut Prov Sumut dilengkapi dengan Surat No.018/ Kesatupadu/VI/2022 pada tanggal 21 Juni 2022.

Namun, mengenai pelepasan lahan dari kawasan hutan pun tercatat didalam Surat No 035/Kesatupadu/XI/ 2022 tertanggal 21 November 2022. Saut Mardongan Banjar Nahor mengungkapkan hingga saat ini surat Kesatupadu untuk Audiensi dengan Menteri LHK belum direspon. Namun demikian, surat terkait pencaplok lahan juga ditujukan ke Kantor Staf Kepresidenan (KSP) tentang audiensi dengan Nomor No.036/ Kesatupadu/ XI/2021 tgl 24 Nov 2021.

Surat yang ditujukan ke KSP, disampaikan olehnya direspons dan pada tanggal 4 Maret 2022 telah dilakukan Audiensi dengan Staf KSP. Lalu, peninjauan lapangan ke Desa Parsingguran II dilaksanakan pada tanggal 21 Apri 2022 lalu. Selain, pada 1 September  2022 dijelaskan telah dilakukan peninjauan lapangan ke Desa P.2 oleh Tim KSP untuk mengetahui kebenaran Pengaduan Kesatupadu.

” Namun pada saat ini belum ada tanda-tanda penyelesaiannya,” kata Saut.

Bahkan, pada tanggal 26 Desember 2022 telah diterbitkan Tora Redistribusi untuk 39 bidang di wilayah Desa Parsingguran II (P.2) oleh Kantor BPN. Perlu diketahui, Sertipikat Tora Redistribusi adalah tanah Pemerintah yang diberikan kepada pemilik Sertipikat tersebut.

“Sehingga terjadi keresahan masyarakat P.2 dan masyarakat perantau yang berasal dari Desa P.2. Perjuangan Kesatupadu adalah memohon kepada Pemerintah supaya  wilayah Desa P. 2 dikeluarkan dari Kawasan Hutan dan  di APL kan untuk disertipikat-kan menjadi Sertipikat Tora Legalisasi,” beber Ketum Kesatupadu.

“Artinya, Sertipikat Tora Legalisasi berasal dari tanah Leluhurnya. Sehingga masyarakat Parsingguran Dua menjadi tuan di atas tanah leluhurnya, bukan menjadi budak (mambola pinang),” tegasnya. ●Red/Dw

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *