2025-05-25 3:27

Ahli Hukum Pidana Beberkan Awal Mula Kasus Penggelapan di PN Banjarbaru Kalsel

Share

HARIAN PELITA — Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Dr Mudzakir SH MH menyatakan dalam kasus dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan di Pengadilan Negeri (Kejari) Banjarbaru Kalimantan Selatan BUKAN merupakan ranah pidana. Menurutnya, perkara ini muncul berawal dari perjanjian hutang piutang.

Ia menambahkan, dari kedua belah pihak dianggap tidak dapat memenuhi kewajiban yang tercantum dalam perjanjian maka diungkapkan oleh Mudzakir melalui penyelesaian secara perdata bukan pidana. Adapun dalam perkara ini masing-masing terdakwa antara lain yakni Andri Cahyadi, Henri Setiadi, Kusno Hardjianto dan Didy Agus Hartanto.

Menjawab pertanyaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) perihal kedudukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Saham (PPJB Saham) yang selama ini dijadikan dasar oleh JPU untuk menjerat keempat terdakwa dengan Pasal 372 KUHP. Para terdakwa dianggap JPU telah melakukan penggelapan saham milik pelapor.

“PPJB Saham tersebut tidak pernah terjadi pembayaran yang mana harus dapat dibuktikan dengan bukti pembayaran yang sah baik itu melalui transfer ataupun cash senilai yang tercantum dalam PPJB Saham tersebut yaitu senilai Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah),” ujar Mudzakir, Selasa (31/10/2023).

Mudzakir pun menegaskan selaku Ahli Hukum terkait perkara ini menurutnya harus ada bukti kwitansi yang ditandatangani basah dihadapan notaris, bila tidak dilengkapi maka PPJB Saham tersebut menjadi tidak sah.

Mudzakir merupakan seorang pakar hukum pidana yang cukup terkenal di Indonesia. Ia kerap dimintai pendapatnya dalam banyak kasus pidana di Indonesia. Mudzakir juga pernah menjadi Ahli di persidangan kasus ‘Kopi Sianida’ dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso.

Dalam perkara ini, sidang dipimpin langsung Ketua majelis hakim PN Banjarbaru yakni Rahmat Dahlan SH serta didampingi Herliany SH dan Sukmandari Putri SH.

Bahkan, ia menjelaskan bahwa untuk dapat dikatakan sebagai seorang pemegang saham yang sah secara hukum maka selain dilakukan PPJB Saham dan harus ditindaklanjuti dengan adanya pembayaran atas nilai yang tercantum dalam PPJB tersebut.

“Untuk kemudian ditindaklanjuti dengan Akta Jual Beli Saham (AJB Saham), kemudian Akta Pernyataan RUPS dan terakhir harus dilaporkan ke Kementerian Hukum dan HAM,” tandasnya.

Mudzakir mengatakan, setelah namanya tercatat didata Kementerian Hukum dan HAM kata dia seseorang dianggap sah secara hukum sebagai pemegang saham dan memiliki hak atas saham yang dimiliki.

“Selama belum ada proses tersebut, maka tidak bisa dikatakan adanya Penggelapan, terlebih lagi apabila tidak ada pembayaran dari Pembeli atas nilai saham yang tercantum dalam PPJB tersebut,” terang dia.

Tim kuasa hukum para terdakwa Reza Isfadhilla Zen SH dari Equitable Law Firm menyampaikan melalui fakta persidangan bahwa pelapor tidak pernah melakukan pembayaran sama sekali atas nilai saham yang tercantum dalam PPJB Saham tersebut. Untuk itu, tim kuasa hukum empat terdakwa ini memprotes keras dakwaan JPU.

“Karena tim penasihat hukum menilai bahwa ternyata apa yang didakwakan tehadap para terdakwa selama ini tidak sesuai dengan fakta sebenarnya yang terungkap dipersidangan,” tegas Reza.

Reza juga mengatakan bahwa kasus ini bukanlah kasus investasi bodong yang selama ini diberitakan oleh media massa. Melainkan kasus ini diutarakan dia adalah kasus utang piutang yang didasarkan pada perjanjian yang sebelumnya telah disepakati dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.

“Dan terhadap kasus ini tidak terdapat unsur pidana, sehingga sudah seharusnya dalam kasus ini majelis hakim PN Banjarbaru memutus bebas maupun lepas, dengan berlandaskan pada kebenaran dan keadilan,” pungkas Reza. •Red/Dw

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *