2025-12-30 9:27

Catatan Akhir Tahun IPW 2025 (Bagian 2):Dugaan Praktik Mafia Hukum Perkara Pidana Terkait PT Alam Raya Abadi di Kepolisian

Share

HARIAN PELITA — Indonesia Police Watch (IPW) membeberkan temuan serius terkait dugaan kuat praktik mafia hukum dalam penanganan perkara pidana melibatkan PT Alam Raya Abadi (PT ARA).

Dugaan tersebut mencakup pembantuan kejahatan, perintangan penyidikan, hingga praktik perdagangan pengaruh yang diduga terjadi di lingkungan kepolisian.

Paparan itu disampaikan dalam Catatan Akhir Tahun IPW 2025 (Bagian 2) digelar di Jakarta, Senin (29/12/2025).

Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menyatakan, perkara PT ARA menunjukkan pola sistematis praktik mafia hukum yang tidak berdiri sendiri, melainkan berulang dan melibatkan jaringan pengaruh yang kuat.

IPW mencatat, lembaganya telah melakukan studi mendalam atas dugaan pemberian pembantuan kejahatan kepada pengadu masyarakat (Pendumas) oleh oknum Biro Pengawasan Penyidikan (Wassidik) Bareskrim Polri dalam Gelar Perkara Khusus (GPK) pada 11 Desember 2025. GPK tersebut terkait laporan polisi Nomor LP/B/550/XI/2025/SPKT/BARESKRIM Polri tertanggal 6 November 2025.

Selain itu, IPW juga menyoroti dugaan praktik mafia hukum oleh penyidik Polri dalam penanganan laporan polisi Nomor LP/173/IV/2025/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 11 April 2025, serta dua laporan polisi di Polda Maluku Utara, yakni LP/B/100/XII/SPKT/Polda Maluku Utara tertanggal 15 Desember 2022, dengan korban Liu Xun dan pihak-pihak terkait lainnya.

Berdasarkan Akta Nomor 7 yang dibuat di hadapan Notaris Humberg Lie pada 4 Juni 2013 di Jakarta Utara serta Surat Penerimaan Pemberitahuan Perubahan Data Perseroan Nomor AHU-AH-01.10-28752 tertanggal 14 Juni 2013, tercatat Liu Xun sebagai Direktur Utama PT ARA yang berstatus penanaman modal asing (PMA). Sebanyak 90,6 persen saham PT ARA dimiliki Allestari Development Pte. Ltd, badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Singapura.

Namun, pada 27 September 2022, tanpa sepengetahuan dan persetujuan Liu Xun selaku Direktur Utama PT ARA dan pemegang saham Allestari Development Pte. Ltd, terjadi perubahan kepengurusan PT ARA tanpa melalui rapat umum pemegang saham (RUPS).

Perubahan tersebut dituangkan dalam Akta Nomor 87 yang dibuat oleh Notaris Khairani ’Arifah di Jakarta Selatan. Dalam akta tersebut, Wang Jinglei tercatat sebagai Direktur Utama PT ARA dan Christian Jaya sebagai Komisaris, sementara Liu Xun dikeluarkan dari PT ARA.

IPW menegaskan, Akta Nomor 87 tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan mendasarkan diri pada akta-akta yang telah dinyatakan mengandung pidana pemalsuan.

Hal itu sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 596/Pid.B/2024/PN.Jkt.Sel juncto Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 312/Pid/2024/PT.DKI tertanggal 27 Desember 2024 yang telah berkekuatan hukum tetap. Akta yang dimaksud adalah Akta Nomor 04 tertanggal 30 September 2020 dan Akta Nomor 01 tertanggal 5 Oktober 2020 mengenai keputusan sirkuler di luar RUPS PT ARA.

Dalam perkembangannya, Wang Jinglei mengaku memperoleh kuasa dari Shi Yan Bing, pihak yang dinilai tidak berwenang bertindak atas nama Allestari Development Pte. Ltd. Apalagi, berdasarkan Putusan Sela Pengadilan Tinggi Singapura Nomor HC/SUM 5682/2021 dalam perkara HC/OS 1177/2021, Shi Yan Bing dan pihak-pihak terkait secara tegas dilarang memberhentikan atau mengurangi kewenangan Liu Xun sebagai Direktur Utama PT ARA, termasuk mengambil alih kendali operasional dan manajemen perseroan.

Putusan Pengadilan Tinggi Singapura tertanggal 8 Juni 2023 dalam perkara HC/ORC 1177/2021 kembali menegaskan larangan tersebut. Putusan banding Nomor AD/CA 61/2023 tertanggal 31 Januari 2024 yang telah berkekuatan hukum tetap juga menolak permohonan banding para tergugat. Dengan demikian, menurut IPW, Allestari Development Pte. Ltd sebagai pemegang saham mayoritas wajib mengukuhkan kembali Liu Xun sebagai Direktur Utama PT ARA.

IPW mencatat, meskipun pada 29 Agustus 2024 Pengadilan Tinggi Singapura menolak gugatan Liu Xun terkait pengembalian posisinya pada profil PT ARA di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU), penolakan tersebut bersifat formil dan terkait yurisdiksi. Putusan tersebut tidak meniadakan kedudukan hukum Liu Xun sebagai Direktur Utama PT ARA berdasarkan putusan-putusan sebelumnya.

●Kejahatan Kerah Putih
IPW menilai, perkara PT ARA merupakan kejahatan kerah putih (white collar crime) yang terstruktur dan sistematis. Wang Jinglei diduga hanya berperan sebagai figur yang disuruh menandatangani Akta Nomor 87 yang mengandung dugaan pemalsuan. Setahun setelah akta tersebut diterbitkan, Wang Jinglei diduga diperintahkan melarikan diri ke China dan tidak kembali ke Indonesia.

Posisi Direktur Utama PT ARA kemudian digantikan oleh Zhu Chunxiao. Namun, menurut IPW, kendali perseroan secara nyata berada di tangan Christian Jaya. Dengan berbekal Akta Nomor 87 yang diduga palsu, Christian Jaya dan pihak terkait melakukan perubahan pengurus pada sistem MODI/MOMI Direktorat Jenderal Minerba – Kementerian ESDM, mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), serta melakukan penjualan nikel hingga mencapai nilai sekitar Rp 849 miliar.

Untuk melindungi aktivitas tersebut, IPW menduga Christian Jaya merekrut seorang purnawirawan jenderal polisi dan menempatkannya sebagai komisaris PT ARA. IPW juga menyoroti dugaan perdagangan pengaruh (trading in influence) yang diduga melibatkan mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol. (Purn.) Ito Sumardi. Dalam mengamankan kejahatannya, patut diduga diwarnai praktik penyuapan, yang dananya diduga bersumber dari hasil penjualan nikel pertambangan ilegal.

●Desak Polri Segera Tangkap dan Tahan Christian Jaya
Menurut IPW, dugaan praktik mafia hukum yang dilakukan Christian Jaya bukan peristiwa tunggal. Pola yang sama terlihat dalam sedikitnya dua laporan polisi, baik di Bareskrim Polri maupun di Polda Maluku Utara. Dalam setiap perkara tersebut, Christian Jaya diduga memainkan modus playing victim – seolah-olah menjadi korban kejahatan — sambil tetap menggunakan Akta Nomor 87 sebagai dasar legal standing yang secara hukum mengandung pidana pemalsuan.

Gelar Perkara Khusus di Biro Wassidik Bareskrim Polri pada 11 Desember 2025, Christian Jaya diduga memakai bukti dokumen yang diduga paslu, yang isinya tidak sesuai dengan kebenaran untuk menghambat penyelidikan. ”Ini bukan lagi sekadar sengketa hukum, tetapi bentuk nyata pengejawantahan mafia hukum,” ujar Sugeng.

Dari perspektif hukum pidana, IPW menilai, Akta Nomor 87 memenuhi unsur dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan/atau penggunaan surat palsu berupa akta autentik, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 dan/atau Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Oleh karena itu, IPW mendesak agar penyelidikan oleh Dittipiter Bareskrim Polri segera ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Atas dasar tersebut, IPW secara tegas mendesak Polri untuk segera bertindak. IPW meminta Kabareskrim Polri memerintahkan penyidik Dittipiter Bareskrim Polri untuk menetapkan Christian Jaya dan pihak-pihak terkait sebagai tersangka, serta melakukan penangkapan dan penahanan guna mencegah penghilangan barang bukti, perintangan penyidikan, dan pengulangan tindak pidana.

”Tidak ada alasan hukum untuk menunda. Unsur pidana sudah jelas, alat bukti tersedia, dan putusan pengadilan telah inkracht. Jika perkara ini terus dibiarkan berlarut-larut, yang dipertaruhkan adalah wibawa hukum dan kepercayaan publik terhadap Polri,” tegas Sugeng.

IPW menutup Catatan Akhir Tahun 2025 Bagian 2 dengan menegaskan bahwa kasus PT Alam Raya Abadi merupakan ujian serius bagi komitmen Polri dalam membersihkan praktik mafia hukum di tubuh penegakan hukum. IPW menyatakan akan terus memantau dan mengawal perkara ini hingga tuntas. ●Redaksi/Rls/09

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *