
Ini Penjelasan Ahli DJKI Kemenkumham Kasus Sengketa Merek Plastik
HARIAN PELITA — Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tutur Sagala menghadirkan Nova Susanti SH MHum sebagai saksi ahli dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM.
Perkara terkait merek ini tercatat dalam SIPP PN Jakarta Timur dengan Nomor 59/Pid.Sus/2025/JKT.Tim.
Chalas Kromoto kini berstatus sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim). Perkara merek “Water Polo dan Poloplast” produk plastik disidangkan ke (PN Jaktim).
Nova Susanti menerangkan prosedur pendaftaran merek dijelaskan ahli bahwa dalam prosedur pendaftaran merek, ada masa publikasi selama dua bulan.
Namun, jika tidak ada pihak yang mengajukan keberatan selama periode tersebut, maka pendaftaran dapat dilanjutkan.
Ia menegaskan proses ini telah dilakukan dengan benar oleh terdakwa, dan terdakwa telah mengikuti seluruh prosedur berdasarkan aturan yang berlaku.
Menurutnya terkait dengan itikad baik dari terdakwa, ahli juga menjelaskan permohonan pendaftaran merek yang dilakukan oleh terdakwa sampai dengan terdaftar adalah dilakukan dengan itikad baik.
Saat itu, pemeriksaan saksi sidang dipimpin oleh Ketua majelis hakim Ni Made Purnami, serta didampingi oleh Heru Kuncoro dan Arif Yudiarto sebagai hakim anggota.
“Terdakwa sudah mengikuti semua prosedur yang diperlukan, dan pendaftaran merek yang dilakukannya sah secara hukum, dan tidak ada niat jahat dalam pendaftarannya,” ujar Nova sebagai saksi ahli, Jum’at (18/4/2025).
Nova menambahkan, kata “Plast” sebagai domain umum. Ia mengungkapkan bahwa kata “Plast” dalam merek dianggap sebagai kata umum dan tidak dapat didaftarkan.
Kecuali, kata Nova, ada kata tambahan yang membuatnya menjadi eksklusif. Oleh karena itu, tidak ada masalah hukum terkait penggunaan kata “plast” dalam merek terhadap terdakwa.
Sementara, tentang perbedaan merek diutarakan Nova bahwa masalah utama dalam sengketa ini terletak pada persamaan dalam penulisan kata “Polo”. Merek milik pelapor bertuliskan “Poloplast” dengan tulisan menyambung dan merek milik terdakwa bertuliskan “Water Polo”.
“Merek terdakwa juga menggunakan gambar penunggang kuda dengan membawa tombak berwarna merah, sedangkan merek pelapor bergambar kuda dengan membawa pedang berwarna hitam dan putih,” ungkap.
Lebih lanjut, meskipun keduanya menggunakan kata “Polo”, menurut ahli, perbedaan tersebut cukup jelas dan signifikan.
Adapun perlindungan hukum terhadap merek produk terdakwa Chalas Kromoto disampaikan oleh ahli bahwa merek terdakwa telah dilindungi hukum sejak 18 Juni 2020 dan berlaku sampai 18 Juni 2030.
Hal tersebut, menunjukkan bahwa pada saat perkara pidana ini terjadi, merek tersebut masih dalam masa perlindungan hukum.
Dan berdasarkan keterangan saksi ahli dengan dikeluarkannya sertifikat yang dimiliki terdakwa dan pelapor, maka dengan itu pula otomatis pihak terdakwa dan pelapor sama-sama memiliki hak menggunakan merek yang mereka daftarkan tersebut.
Penggunaan Warna pada Produksi meskipun merek pelapor terdaftar dengan warna tertentu yaitu berwarna hitam putih dengan Etiket IDM000396709, didalam produksi, pelapor menggunakan warna yang berbeda menggunakan warna kuning merah).
Tetapi, tetap menggunakan IDM000396709 warna hitam putih. Nova melanjutkan, bahwa hal ini menunjukkan ada pelanggaran terkait penggunaan hak merek.
Kemudian, ahli mengatakan ciri-ciri merek dari terdakwa yaitu bertuliskan “Water Polo dan lukisan penunggang kuda membawa tombak berwarna merah dengan IDM 000887409 terdaftar pada 2 September 2021.
Sedangkan, milik pelapor bertuliskan Poloplast dan bergambar kuda membawa pedang berwarna hitam dan putih. Merek milik pelapor terdaftar IDM000396709 pada 4 September 2013.
Selain itu, pelapor baru mengajukan permohonan dengan perubahan warna dengan DID2022018037 mendaftarkan dengan logo berwarna kuning merah serta baru terdaftar IDM001058581 pada 28 Februari 2023.
Nova Susanti menegaskan kata “Plast”dipandang sebagai frasa umum yang dapat digunakan secara bebas oleh masyarakat dan tidak dapat dimiliki secara eksklusif.
Oleh karena itu, disampaikan saksi ahli bahwa pelapor tidak dapat menuntut hak eksklusif atas kata tersebut. Disisi lain, Topan Oddye Prastyo S, SH MH TOP & Partners mengatakan berdasarkan keterangan ahli yang dihadirkan dalam persidangan, kat dia, jelas menunjukkan bahwa terdakwa Chalas Kromoto bertindak dengan itikad baik dalam proses pendaftaran mereknya.
“Semua tahapan prosedural yang ditetapkan oleh DJKI telah dilalui dengan benar, dan tidak ada bukti yang menunjukkan adanya niat jahat atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh terdakwa,” kata Topan.
Pihaknya juga mencatat terkait penggunaan kata “Plast” dalam merek yang dimiliki oleh terdakwa adalah kata yang termasuk dalam domain umum, dan tidak dapat dipatenkan secara eksklusif oleh satu pihak saja.
Topan menjelaskan hal ini seharusnya menjadi pertimbangan penting dan menunjukkan bahwa tidak ada alasan untuk menuntut terdakwa atas dasar pelanggaran merek.
Lebih lanjut, kuasa hukum terdakwa Chalas Kromoto menyoroti tentang ketidaksempurnaan sistem pengawasan yang dilakukan oleh DJKI dan juga turut berperan dalam timbulnya sengketa ini.
Seharusnya, DJKI sebagai lembaga yang berwenang dalam pendaftaran merek memiliki pengawasan yang lebih ketat, sehingga kesalahan administratif seperti ini tidak terjadi.
“Dengan demikian, kami berpendapat bahwa perkara ini tidak seharusnya dijadikan sebagai perkara pidana, melainkan lebih kepada persoalan administratif yang perlu diperbaiki oleh pihak terkait, yaitu DJKI. Oleh karena itu, kami berharap agar majelis hakim dapat mempertimbangkan hal ini dalam keputusan yang akan diambil,” jelasnya. ●Redaksi/Dw