2025-05-24 10:35

Jampidum Bicara Penegakan Hukum di Universitas Borobudur

Share

HARIAN PELITA — Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Asep Nana Mulyana menegaskan bahwa paradigma penegakan hukum di Indonesia sedang mengalami perubahan yang signifikan.

Ia mengatakan, pendekatan yang selama ini bersifat retributif yaitu berfokus pada pembalasan, penjelasan, penghukuman terhadap pelaku kini mulai beralih ke pendekatan modern berdasarkan paradigma restoratif, korektif dan rehabilitatif.

“Perubahan ini merupakan bagian dari upaya menciptakan sistem hukum yang tidak hanya didasarkan kepastian hukum saja tetapi juga untuk menjunjung tinggi nilai keadilan dan efektif dalam memberikan kemanfaatan bagi masyarakat luas,” terang Asep, Selasa (17/9/2024).

Untuk diketahui, Jampidum Asep Nana Mulyana ketika itu sebagai pembicara utama dalam acara Stadium Generale yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Borobudur, Sabtu 14 September 2024, di Jakarta.

Asep memaparkan materi dengan tema “Paradigma Baru Penegakan Hukum Menuju Indonesia Emas”. Menurutnya, tema ini sangat relevan dalam rangka mendukung visi besar Indonesia untuk menjadi negara maju dan sejahtera pada tahun 2045, atau yang dikenal sebagai Indonesia Emas.

Ia menjelaskan, penegakan hukum yang hanya berfokus pada balas dendam dan hukuman penjara bukan lagi pendekatan yang relevan di era sekarang.

“Kami ingin menciptakan sistem hukum yang lebih manusiawi, menjaga harkat martabat manusia, yang mampu mengembalikan harmoni dalam masyarakat,” kata Jampidum.

Lebih jauh, Asep mengungkapkan tentang pentingnya penerapan konsep ideal Sistem Peradilan Pidana Terpadu atau Integrated Criminal Justice System (ICJS) di Indonesia. Sistem ini, ujar Asep, memungkinkan berbagai elemen dalam proses penegakan hukum.

Hal tersebut, mulai dari penyidikan, penuntutan, peradilan hingga eksekusi serta untuk saling berkoordinasi dan bekerja secara sinergis sejak awal penangan perkara diutarakan Asep.

Dengan penerapan konsep ideal ICJS, maka menurut Jampidum, setiap tahap dalam proses hukum dapat berjalan lebih efisien dan transparan. Sehingga dapat mengurangi potensi penyimpangan dan memastikan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan.

“ICJS adalah upaya untuk memastikan bahwa proses penegakan hukum di Indonesia tidak hanya berjalan sesuai prosedur, tetapi dalam penerapannya juga terdapat saling sinergi dalam satu kesatuan penegakan hukum didasarkan prinsip keadilan yang kita junjung tinggi,” jelas Asep.

Asep menambahkan, arah kebijakan pembangunan hukum Indonesia yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

Dia menandaskan, kebijakan tersebut menitikberatkan pada supremasi hukum yang didukung oleh kepastian, keadilan dan kemanfaatan, serta berlandaskan pada penghormatan terhadap hak asasi manusia. 

Transformasi sistem penuntutan dan peningkatan akses terhadap keadilan juga menjadi prioritas utama, dimana pemanfaatan kemajuan teknologi informasi mendukung dalam penegakan hukum modern khususnya transformasi penuntutan serta memainkan peran penting dalam mendukung pengawasan terhadap proses penegakan hukum.

Asep menyebutkan, perubahan paradigma penerapan dan penegakan hukum modern, efisien, terpadu salah satunya dilaksanakan dengan mengedepankan pendekatan keadilan restoratif, korektif, rehabilitatif atau dikenal dengan Restoratif Justice (RJ) atas dasar pemulihan keadaan semula,.

Didalam KUHP 2023 terkait perubahan paradigma penegakan hukum disampaikan Jampidum bahwa hal itu telah diakomodir dengan adanya alternatif pemidanaan berupa pidana pengawasan dan pidana kerja sosial yang lebih bersifat restoratif, korektif dan rehabilitatif.

Selain itu juga yakni berupa pencegahan, pembinaan, pembimbingan, penyelesaian konflik, pemulihan keseimbangan, menumbuhkan rasa penyesalan dan rasa bersalah dari pelaku tindak pidana.

“Visi besar kita adalah menciptakan sistem hukum yang tidak hanya modern dan efisien, tetapi juga inklusif dan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat dengan lebih mudah dan transparan Melalui transformasi ini, kita berharap hukum benar-benar dapat menjadi pelindung bagi masyarakat, bahkan menjadi instrumen yang mendukung kesejahteraan masyarakat (social welfare),” tutur Asep.

Jampidum pun menekankan mengenai pentingnya sinkronisasi antara legal substance, legal structure dan legal culture dalam penegakan hukum di Indonesia. Ia mengatakan, sinkronisasi ini diperlukan untuk memastikan bahwa setiap elemen dalam sistem hukum memiliki pemahaman yang sama mengenai aturan yang berlaku dan prinsip-prinsip yang mendasari tindakan mereka.

Hal ini akan menciptakan keselarasan dalam penegakan hukum, sehingga tidak terjadi tumpang tindih, memitigasi perbedaan pemahaman atau ketidakjelasan dalam pelaksanaan tugas. Asep memaparkan, sinkronisasi dan kolaborasi menjadi kunci untuk menciptakan penegakan hukum yang harmonis dan efektif serta bernilai keadilan.

” Dengan sinkronisasi dan kolaborasi yang baik, kita dapat menghindari tindakan-tindakan yang acap kali merugikan masyarakat dan menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum kita,” sambungnya.

Terakhir, Jampidum mengajak seluruh peserta Studium Generale untuk mendukung proses penegakan hukum yang humanis, berdasarkan paradigma restoratif, korektif dan rehabilitatif. Menurutnya, penerapan paradigma baru dalam penegakan hukum ini tidak hanya akan membawa manfaat bagi Indonesia saat ini, tetapi juga akan menjadi pondasi yang kuat dalam mencapai Indonesia Emas 2045

Sesi tanya jawab terhadap isu-isu penting dalam penegakan hukum di Indonesia pun berlangsung dalam kegiatan ini. Diperkirakan kegiatan ini dihadiri sekitar 100 peserta. Peserta terdiri dari dari akademisi, praktisi hukum dan mahasiswa. ●Redaksi/Dw

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *