2024-05-06 12:58

JPU dan Pejabat Struktural Kejari Lahat Dinonaktifkan Sementara

Share

HARIAN PELITA — Berdasarkan proses eksaminasi terkait penanganan perkara tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur di Lahat, Sumatera Selatan ditemukan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani perkara dan pejabat struktural di Kejaksaan Negeri (Kejari) Lahat, tidak melakukan penelitian terhadap kelengkapan syarat formil dan kelengkapan syarat materiil serta ditemukan adanya penyimpangan, dan penyalahgunaan wewenang.

Hal itu disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Senin (9/1).

Selanjutnya ketut menyatakan, atas hasil eksaminasi dimaksud, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) merekomendasikan, agar terhadap hasil eksaminasi khusus ini diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan untuk dilakukan pemeriksaan oleh Pejabat Pemeriksa Fungsional dan sebagai tindak lanjut.

“Pejabat yang menangani perkara dimaksud (JPU dan Pejabat Struktural), siang hari ini sudah diambil tindakan berupa penonaktifan sementara dari jabatan struktural, ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan untuk mempermudah pemeriksaan kepada yang bersangkutan,” ujarnya.

Menurut Ketut, pada Senin (9/1/2023), JPU Kejari Lahat, telah mengajukan upaya hukum banding dengan Nomor 2/Akta.Pid/2023/PN Lht tanggal 09 Januari 2023 an. ANAK O.OH BIN LINDI, dan Akta Permintaan Banding Penuntut Umum Nomor 3/Akta.Pid/2023/PN Lht tanggal 09 Januari 2023 an. ANAK M. ALDO PRATAMA BIN MERIANSYAH.

Seperti diketahui tindakan itu dilakukan oleh Kejaksaan Agung, sehubungan dengan pemberitaan masif baik di media cetak, media online, media elektronik, media sosial, dan di masyarakat atas tuntutan pidana para pelaku tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur yakni pidana penjara selama tujuh bulan.

Kemudian diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Lahat, dengan pidana penjara selama sepuluh bulan, yang menimbulkan polemik di masyarakat dan media, karena dianggap tidak adil bahkan cenderung melindungi para pelaku tindak pidana. ●Red/RS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *