
Kasus Penipuan Akan Diputus, Korban: Jaksa dan Hakim Berpihak ke Terdakwa
HARIAN PELITA — Kasus penipuan tengah diperiksa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur akan segera di putus. EI merupakan korban penipuan menilai jaksa dan hakim yang menangani perkara tersebut berpihak pada terdakwa Yunita Herawati (YH).
“Dugaan, ada skenario hakim dan jaksa, untuk mengatur pemeriksaan kasus pidana menjadi putusan perdata,” kata EI yang tinggal di Jakarta Timur, Minggu, (22/10/ 2023).
Kemudian, EI menyebutkan bahwa perkara ini rencananya akan dibacakan putusannya besok, Senin 23 Oktober 2023. Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani perkara penipuan ini yakni Wiwin Widiastuti Suparno.
Kasus penipuan ini tercatat dalam register No.573/Pid.B/2023/PN JKT.TIM serta sidang dipimpin langsung oleh Said Husen, Abdul Rofik dan Riyono. Lantas, EI mengatakan jika kasus pidana penipuan ini nantinya diduga akan diputuskan menjadi kasus perdata.
Bila diputus perdata, kata EI, maka hal itu merupakan penyalahgunaan kewenangan oleh penegak hukum. Bahkan juga merendahkan harkat martabat jaksa dan para hakim. ” Karena mempergunakan jabatan sebagai alat kepentingan pribadi dengan membuat skenario untuk mengubah perkara pidana ini menjadi perkara perdata,” ujar EI.
Terdakwa Yunita Hermawati merupakan warga Ciputat, Jakarta. Perempuan kelahiran Juni 1991 di Banjarnegara, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten sesuai dengan data di KTP-nya.
”Sikap jaksa dan hakim, sangat melukai hati saya dan perasaan para korban lain. Terlalu zalim. Jaksa dan hakim harus bertanggung jawab penuh jika perkara ini dari pidana menjadi putusan yang membuat perkara perdata, tinggal melihat hasil akhirnya nanti,” tegas EI korban penipuan kepada wartawan.
•Gelagat Kasus Dijadikan Perdata
Korban EI menegaskan gelagat kasus ini akan dijadikan perdata, hal ini menurutnya bisa dilihat selama proses persidangan berlangsung di PN Jaktim. Selain itu, perlakuan hakim kepadanya sebagai korban dianggap sangat berbeda dengan apa yang dilakukan kepada terdakwa Yunita Hermawati.
Ia menambahkan, tim majelis hakim tidak sedikit pun membela kepentingan hukum para korban. El menandaskan hakim lebih cenderung mengakomodir setiap permintaan terdakwa Yunita Hermawati.
“Waktu pemeriksaan, saya dan saksi-saksi dibentak-bentak keras, sedangkan kepada terdakwa sangat lembut,” tutur EI.
Lebih lanjut, EI bersama korban lainnya sangat kecewa ketika dipersidangan. Mereka pun mempertanyakan kredibilitas serta integritas para hakim untuk menjerat Yunita Hermawati selaku terdakwa tindak pidana Penipuan sebagaimana diatur pada pasal 378 KUHPidana.
Hal lainnya, hakim memberikan terdakwa Yunita Hermawati akses tahanan Kota. Padahal sebelumnya dari tingkat Kepolisian sampai dengan tingkat Kejaksaan terdakwa
Yunita Hermawati ditahan.
“Hakim ini tidak fair, kewenangan dia dipakai alat mencapai kekuasaan tanpa perlu memikirkan penderitaan kami para korban,” cetus EI dengan didampingi pengacaranya.
Menurut EI, akibat tindakan hakim dan jaksa membuat terdakwa Yunita Hermawati besar kepala. Kata dia, terdakwa Yunita Hermawati menginformasikan ke mana-mana, status perkara ini sudah diatur. Bahwa putusan perkara pidana akan menjadi perkara perdata.
Ia membeberkan, Yunita Hermawati terus melakukan dugaan aksi-aksi kejahatan. Diantaranya, seperti mencari sertipikat-sertipikat tanah melalui sejumlah oknum PNS yang bertugas di Kecamatan di wilayah Tangerang.
Sertipikat-sertipikat asli atau palsu itu nantinya digunakan atau digadaikan. Tujuannya demi melancarkan usaha menjerat korban-korban lainnya. ” Ini adalah kesalahan hakim, tahanan kota terjadi, berarti sama saja mendukung kejahatan terjadi,” ucap EI.
•Korban Penipuan Surati MA
Terkait penanganan kasus ini, EI sudah menyurati Mahkamah Agung dan Badan Pengawas Mahkamah Agung atas dugaan hakim melakukan pelanggaran kode etik.
Ia juga mengingatkan bahwa kasus penipuan ini akan diputus pada Senin, 23 Oktober. Untuk itu, korban pun meminta keberanian dan kejujuran jaksa dan hakim PN Jaktim.
“Jika benar putusan besok terjadi by skenario terdakwa, maka ini adalah kegagalan jaksa dan hakim. Kalau sudah begitu harus ada evaluasi, dan demi kepentingan masa depan saya dan korban, kami akan melakukan perlawanan hukum. Kami tidak akan menyerah. Yunita harus mendapat hukuman yang setimpal. Kami sudah banyak mengalah, tetapi hukum saja dipermainkan, hakim diminta tegas, penjara tempat Yunita,” tukasnya.
•Awal Mula Kasus Penipuan
Kasus dugaan penipuan ini dilaporkan EI ke kepolisian pada 2011. Kasus bergulir atau P21 pada Agustus 2021. Kasusnya sempat mandek. Yunita Hermawati bertindak sebagai seorang pengusaha gula. Dia membujuk korban EI dan sejumlah orang lainnya untuk menanamkan uang ke usaha yang digelutinya.
Ketika itu, Yunita Hermawati dari EI dan korban lainnya berhasil menarik uang hingga ratusan juta rupiah. Dia membujuk korban dengan janji profit sharing mulai 9-15 persen dari setiap transaksi usaha gula rafinasi.
Yunita Hermawati sempat memberikan profit sharing, belakangan berhenti. EI berusaha menagih, namun Yunita Hermawati terus berkelit. Belakangan EI menguak, bisnis Yunita adalah fiktif. Merasa ditipu, EI melaporkan kasus ini ke polisi.
EI diperkirakan merugi total sekitar Rp2,7 miliar dan kerugian ini sudah disampaikan dalam keterangan saat di periksa di penyidikan, lengkap dengan bukti-bukti. Sejumlah korban yang uangnya ditarik Yunita Hermawati pun meradang. Beberapa di antara mereka ada yang melaporkan ke Bareskrim dan Polda Metro Jaya. •Redaksi/Dw