2025-06-02 12:56

Komisi Yudisial Perkuat Keamanan Pengadilan

Share

HARIAN PELITA — Protokol persidangan dan keamanan di Pengadilan sudah mulai diatur melalui Peraturan Mahkamah Agung No5 dan Nomor 6 Tahun 2020.

Untuk itu diperlukan pengamatan langsung terhadap implementasi dari peraturan ini dalam kenyataan dalam rangka menguatkan jaminan keamanan bagi hakim dan semua pihak, terutama di lingkungan Pengadilan.

“KY memiliki mandat untuk mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain bagi mereka yang melakukan Perbuatan Merendahkan Kehormatan Hakim (PMKH). Tugas ini diberikan oleh Pasal 22 ayat (1) huruf e UU Komisi Yudisial serta Peraturan KY No. 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim. Memang tugas ini konteksnya bersifat post factum atau setelah peristiwa terjadi. Namun, sesuai Pasal 20 ayat (2) UU Komisi Yudisial, KY juga memiliki tugas untuk mengupayakan kesejahteraan hakim, yang salah satu bentuknya adalah jaminan keamanan yang memadai. Tugas ini arahnya lebih kepada bersifat pencegahan. Jadi, KY sangat relevan untuk mendorong jaminan keamanan bagi hakim, baik dalam konteks pencegahan maupun penanganan,” ujar Binziad Kadafi, Anggota Komisi Yudisial RI, Senin (5/1/2022).

Lebih lanjut, Kadafi menyampaikan bahwa “Salah satu temuan penting dari observasi ini adalah mayoritas pengadilan, sekitar 70%, sudah memenuhi standard protokol keamanan sesuai yang digariskan oleh PERMA.

Namun, pada level implementasi, diperlukan pengaturan lanjutan untuk memperjelas penerapannya, termasuk menuangkannya pada level SOP berdasarkan tingkat kerawanan yang ada.

Masalah pokok lainnya adalah terkait sumber daya manusia dan anggaran. Untuk itu, kami mengajak Mahkamah Agung, DPR, dan Bappenas untuk hadir dalam pemaparan hasil observasi ini.

Bagi Mahkamah Agung, saya kira kajian ini sangat relevan karena dengan sistem satu atap, pengelolaan sumber daya manusia dan anggaran berada di Mahkamah Agung. Hal ini juga digariskan dalam PERMA No5 dan No6.

Peran KY adalah memberikan rekomendasi-rekomendasi berbasis bukti (evidence-based) untuk dipertimbangkan oleh Mahkamah Agung serta Pemerintah dan DPR”.

“Perlindungan bagi hakim adalah hal yang mutlak, karena ini bagian dari menjaga kemandirian hakim agar hakim bebas dan aman ketika memutus perkara. Namun, KY berpandangan bahwa perlindungan keamanan bagi hakim juga perlu diimbangi dengan pengawasan (judicial control) dan partisipasi serta aksesibilitas publik terhadap peradilan. Artinya, kepercayaan terhadap kualitas peradilan berdampak secara garis lurus terhadap keamanan di pengadilan,” sambungnya. melalui siaran pers.

Laporan observasi ini dilakukan terhadap 51 pengadilan dari tiga lingkungan peradilan (Umum, Agama, dan Tata Usaha Negara) yang penentuan lokasinya dilakukan secara terencana, yaitu di mana terdapat Penghubung Komisi Yudisial. Termasuk pengadilan yang disasar adalah pengadilan-pengadilan yang berada di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya.

Peluncuran laporan observasi ini dilakukan oleh peneliti Giri Ahmad Taufik. Diikuti oleh penanggap dari unsur Mahkamah Agung Jupriyadi (Hakim Agung pada Kamar Pidana MA), unsur DPR RI Nasir Jamil (Anggota Komisi III dan Badan Anggaran DPR RI), unsur Pemerintah Arif Christiono (Perencana Ahli Kementerian PPN/Bappenas), dan unsur Komisi Yudisial Binziad Kadafi (Anggota Komisi Yudisial sekaligus Ketua Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian, dan Pengembangan).

Peserta aktif yang dilibatkan mulai dari Mahkamah Agung, PP Ikatan Hakim Indonesia (PP IKAHI), Kementerian Keuangan, unsur penegak hukum dan pengadilan, lembaga masyarakat sipil, mitra pembangunan, akademisi serta jurnalis. ●Red/Dw

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *