Kuasa Hukum: Pengosongan Lahan Tidak Sah Tanpa Eksekusi Pengadilan
HARIAN PELITA — Kuasa hukum warga menegaskan bahwa rencana pengosongan lahan pada 31 Desember 2025 tidak dapat dilakukan tanpa adanya putusan eksekusi dari pengadilan.
Pernyataan ini disampaikan di tengah meningkatnya keresahan warga akibat beredarnya informasi mengenai berakhirnya masa pengelolaan lahan setelah 25 tahun.
“Pengosongan tanpa eksekusi pengadilan tidak bisa dibenarkan. Kami sudah menyampaikan surat resmi kepada Inkopal, Kementerian Pertahanan, hingga Mabes TNI,” ujar Subali SH, kuasa hukum warga kepada awak media di PTUN (19/11/2025).

●Dua Isu Utama: Proses Hukum dan Desas-Desus Pengosongan
Subali menjelaskan bahwa terdapat dua isu besar yang berkembang di tengah masyarakat.
Pertama, proses hukum terkait sengketa lahan yang masih berjalan dan telah memiliki aturan serta tahapan yang jelas.
Kedua, isu liar soal rencana pengosongan pada 31 Desember 2025 yang dinilai tidak memiliki dasar hukum dan justru memperkeruh suasana.
●Status Tanah Dinilai Tidak Konsisten
Menurut kuasa hukum, lahan yang dipersoalkan awalnya merupakan tanah negara yang pernah diserahkan kepada pengembang sebelum kemudian diperjualbelikan kepada warga.
Namun, belakangan muncul klaim baru dari Inkopal yang menerbitkan sertifikat pengelolaan, yang dinilai janggal secara hukum pertanahan.
“Jika tanah negara digunakan instansi pemerintah, seharusnya konversinya berupa Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Bukan hak yang diterbitkan untuk lembaga nonnegara seperti Inkopal. Ini yang menjadi kejanggalan,” tegasnya.
Warga sendiri memegang sertifikat yang dinilai sah secara administrasi. Namun klaim baru tersebut membuat mereka berada dalam ketidakpastian, terutama menjelang 31 Desember 2025.
●Minta Menhan Turun Tangan
Untuk menghindari eskalasi konflik, kuasa hukum menilai mediasi adalah langkah paling realistis.
Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Sjafrie Sjamsoeddin, diharapkan dapat menjadi mediator langsung antara warga dan Inkopal.
“Saya yakin akan ada solusi jika Pak Menhan turun sebagai mediator. Warga membutuhkan kepastian, bukan keresahan,” ujarnya.
●BPN Diminta Objektif, Media Diminta Jaga Situasi
Lebih lanjut, Subali meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) bersikap objektif serta membuka dokumen-dokumen terkait sengketa lahan demi kepentingan proses hukum.
Ia juga mengajak media untuk membantu menjaga situasi tetap kondusif.
“Kami berharap media dapat menyuarakan fakta agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi,” tutupnya. ●Redaksi/Satria
