2025-05-23 23:14

Nasional Corruption Watch Menilai Indonesia Darurat Korupsi

Share

HARIAN PELITA — Ketua Umum Nasional Corruption Watch (NCW) Hanifa Sutrisna menilai maraknya korupsi terjadi di rezim Presiden Joko Widodo.

Menurutnya, memperkuat keyakinan bahwa Presiden Jokowi memang sudah tidak patut dipertahankan sebagai Presiden RI.

Ia mengatakan pihaknya menyambut gembira keberanian mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2015-2019 Agus Rahardjo yang buka-bukaan soal kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP Setya Novanto.

“Meskipun banyak yang menuding kesaksian Agus Rahardjo ini bernuansa politis dan tidak memiliki bukti yang kuat, tetapi kami menyakini Agus bicara sesuai fakta yang dialaminya pada masa itu,” kata Hanif dalam keterangannya, Senin (4/12/2023).

Ia menambahkan, sudah kesekian kalinya Jokowi melanggar konstitusi dan UU 28 tahun 1999 terkait penyelenggara negara yang bebas dan bersih dari korupsi kolusi dan nepotisme (KKN). Dalam penjelasannya, Hanifa menyampaikan dalam dua bulan terakhir sangat gencar menyuarakan oknum-oknum penyelenggara negara yang korup di lingkungan pemerintahan Jokowi.

Sangat beralasan dengan banyaknya terduga korupsi yang sudah diungkapkan oleh DPP NCW, hingga hari ini tidak satupun yang ditingkatkan statusnya menjadi tersangka.

“Sebut saja oknum menteri AH, DA, BL, ET dan PS, yang sebelumnya pernah kami ungkapkan dugaan KKN yang mereka lakukan, tetapi apa Jokowi peduli? Sudah pasti tidak peduli-lah, bagimana mau peduli kalau Jokowi juga ‘ikutan’ menabrak konstitusi demi kepentingan dinastinya,” ujar Hanifa.

Ia menuturkan, pelanggaran konstitusi yang dilakukan sudah sangat merusak tatanan demokrasi dan membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. “Perubahan yang sangat signifikan dari sikap Jokowi membuat banyak pihak menduga-duga bahwa dia ketakutan jika kekuasaan tidak berpihak kepadanya,” tandas Hanifah.

Lebih lanjut, Hanifa menilai sudah selayaknya MPR, DPR dan DPD untuk segera mengambil sikap tegas menghentikan kekuasaan yang berlebihan dipertontonkan oleh Presiden Jokowi melalui sidang istimewa. ” Mundur secara terhormat atau dimakzulkan oleh rakyat, hanya itu pilihan yang dimiliki Jokowi saat ini,” tegas Hanif.

Sebelumnya, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2015-2019 Agus Rahardjo menegaskan dirinya pernah dipanggil oleh Presiden Jokowi gara-gara menjerat politikus Partai Golkar Setya Novanto sebagai tersangka rasuah e-KTP.

Saat itu, Agus menyampaikan Presiden Jokowi menginginkan proses penyidikan kasus yang menimpa Setya Novanto dihentikan. Ketika itu, Agus menceritakan saat diundang menjadi tamu program Rosi yang ditayangkan salah satu stasiun televisi swasta. Kala itu, dirinya sebagai ketua KPK dipanggil Presiden Jokowi ke Istana Negara.

“ Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (mensetneg),” ucap Agus.

Agus pada saat itu dipanggil Jokowi seorang diri, lazimnya seluruh pimpinan KPK hadir saat bertemu presiden. Selain itu, Agus juga merasakan kejanggalan lainnya. Dia diminta masuk ke Istana Negara melalui pintu kecil di dekat masjid. Ia menduga hal tersebut berkaitan dengan kasus Setya Novanto. •Redaksi/Dw

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *