
Sengkarut Praktik Hukum Profesor Tholabi Gulirkan Koeksistensi Hukum Nasional
HARIAN PELITA — Sengkarut praktik hukum di Indonesia perlu segera dibenahi dengan cara sistemik, komprehensif, dan holistik.
Pembenahannya dari sisi hulu hingga hilir. Guru Besar Hukum Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Tholabi Kharlie menggulirkan gagasan koeksistensi hukum nasional.
Hal tersebut mengemuka dalam pidato pengukuhan Guru Besar bidang Ilmu Hukum Islam yang disampaikan Profesor Ahmad Tholabi Kharlie di kampus UIN Jakarta.
Menurut dia, pilar hukum yang terdapat dalam sistem hukum di Indonesia yakni hukum Islam, hukum adat, dan hukum warisan kolonial Belanda harus bersandingan dan saling bekerjasama untuk menunaikan amanat konstitusi.
“Untuk mewujudkan cita-cita tersebut dibutuhkan langkah konkret berupa koeksistensi hukum nasional (national law coexixtence) melalui pilar hukum yang tersedia,” kata Profesor Tholabi dalam rapat sidang senat terbuka di Auditorium Harun Nasution UIN Jakarta, Kamis (15/9/2022).
Dalam kesempatan dihadiri Senat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rektor dan para Wakil Rektor UIN Jakarta, para dekan di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Lebih lanjut Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Se-Indonesia ini menyebutkan untuk mengoperasionalkan gagasan koeksistensi hukum nasional sedikitnya dibutuhkan tiga langkah yang harus dilakukan.
” Pertama, mengakui eksistensi setiap pilar hukum dengan tanpa mempertentangkan satu dengan lainnya. Kedua, upaya saling memengaruhi antar-pilar hukum, serta ketiga munculnya kesadaran kolektif dari perumus, penafsir, dan pelaksana UU terhadap koeksistensi hukum nasional,” lanjut Tholabi.
Tholabi mencontohkan kerumitan dalam praktik hukum di Indonesia, khususnya di sektor hukum keluarga dan hukum administrasi negara, kerap menjadi persoalan di lapangan.
Lalu, dia mencontohkan mengenai praktik perkawinan beda agama yang dari sisi norma baik di Pasal 2 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 Perkawinan maupun putusan Mahkamah Konstitusi 68/PUU-XII/2014 disandingkan dengan keberadaan norma seperti di pasal 35 huruf (a) UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang memberi ruang dari sisi administratif perkawinan beda agama. ●Red/Dw