2025-05-24 15:52

Sidang Haris dan Fatia, Ahli Pidana: Hati-hati Gunakan Perangkat Elektronik

Share

HARIAN PELITA — Ahli Pidana Universitas Pancasila, Agus Surono dihadirkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) terkait kasus pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.

Ahli Pidana menyebut kebebasan berpendapat dilindungi undang-undang. Namun, kritikan perlu diimbangi dengan kaidah kesopanan. Keterangan ini terkait dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Pada prinsipnya saya mau menyampaikan dalam sidang ini adalah bahwa kebebasan dalam memberikan pendapat itu pada hakikatnya dilindungi oleh konstitusi kita,” terang Surono di PN Jaktim, Senin (17/7/2023).

Dalam hal ini, kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan menjerat terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Surono mengatakan maksud dari Pasal 27 ayat 3 UU ITE disebutkan setiap orang perlu berhati-hati menggunakan perangkat elektronik (medsos) menyampaikan kritik.

Keduanya didakwa JPU mencemarkan nama baik Luhut lewat podcast berjudul ‘Ada lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1! >NgeHAMtam’ yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar.

Ia menambahkan, kritik yang membangun dapat bertentangan dengan hukum. Menurutnya, pencemaran nama baik masuk ke dalam delik aduan bukan delik biasa seperti UU 11 Tahun 2008. Siapapun, kata dia, yang merasa menjadi korban penginaan bisa melaporkan ke polisi.

Kemudian, Surono menegaskan sarana informasi elektronik yang digunakan seseorang bertujuan untuk mempermudah. Hal tersebut, penggunaannya perlu berhati-hati dan tidak bertentangan dengan orang lain.

“Makna prinsip kehati-hatian itu harus kita maknai bahwa sarana elektronik atau sistem elektronik itu dijadikan sebagai tool (alat) untuk mempermudahkan siapa pun juga,” ungkapnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan banyak pihak yang beranggapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) berpotensi memunculkan masalah pelanggaran HAM.

“Pelanggaran HAM itu sendiri, siapakah yang memiliki kewenangan menyatakan ada tidaknya pelanggaran HAM terhadap peristiwa hukum tertentu yang diadili di pengadilan,” sebut JPU.

JPU pun mempertanyakan, ” Apakah hakim yang mengadili perkara atau Komnas HAM dapat melakukan intervensi kepada pengadilan,” ujarnya. ●Red/Dw

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *