
Soal Korupsi PT Antam Rp5,9 Kuadriliun dan Emas Palsu 109 Ton
HARIAN PELITA — Geger di media sosial beredar kerugian negaran pada kasus dugaan korupsi di PT Antam mencapai Rp5,9 kuadriliun senilai Rp5.900 triliun dan beredarnya 109 ton emas palsu di masyarakat.
Kini dugaan korupsi itu ditangani Kejaksaan Agung sejak Mei 2024 lalu menetapkan enam tersangka dan kasus itu disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Tetapi Kejagung justru membantah kerugian kasus korupsi terkait PT Antam mencapai Rp 5,9 kuadriliun. Kejagung memperkirakan kerugian negara dalam kasus ini Rp1 triliun.
“Kami tidak pernah sampaikan kerugian negara sebesar itu dalam penanganan perkara di Antam,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar saat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa, 11 Maret 2025.
Selain tuduhan kerugian negara, kata dia, terdapat pula unggahan di media sosial yang menarasikan adanya 109 ton emas palsu yang bereda di masyarakat
Kejagung sebelumnya menyatakan bahwa 109 ton emas atau logam mulai (LM) dengan cap atau stempel (licensing) PT Antam yang beredar itu bukanlah emas palsu.
“Hanya saja emas yang diperjualbelikan adalah emas ilegal karena diperoleh dari hasil yang ilegal,” kata Kapuspenkum.
Secara aturan, emas yang akan distempel itu harus diverifikasi terlebih dahulu. Akan tetapi, dalam kasus 109 ton ini, emas ilegal tersebut bercampur dengan emas legal sehingga mempengaruhi suplai dari Antam dan terjadi kelebihan di pasaran sehingga harga emas turun.
“Dengan demikian, 109 ton emas dalam kasus ini adalah emas asli,” katanya.
Kejagung menangani dua perkara yang berkaitan dengan PT Antam, yaitu perkara dugaan korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditas emas dalam kurun waktu 2010—2022 dan perkara transaksi jual beli emas Antam pada Butik Emas Logam Mulia (BELM) di bawah harga resmi emas Antam yang melibatkan pengusaha Budi Said.
Setelah setahun dilakukan penyidikan sejak 2023, kasus korupsi tata niaga logam mulia di PT Antam ini pun terungkap. Dugaan korupsi ini sudah dilakukan para tersangka secara ‘turun-temurun’ selama 12 tahun dengan komoditi emas seberat 109 ton.
Dalam pemasaran hasil aktivitas ilegal ini, para tersangka menjual bersamaan dengan produk PT Antam yang resmi. “Sehingga logam ilegal ini telah menggerus milik PT Antam, kerugiannya berlipat-lipat,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus atau Jampidsus Kuntadi.
Enam tersangka berinisial TK selaku GM Unit Bisnis Pengolahan & Pemurnian Logam Mulia (UBPP) PT Antam periode 2010-2011, DM periode 2011-2012, HM periode 2013-2017, AH 2017-2019, MAA 2019-2021, dan ID periode 2021-2022.
Menurut Kejagung, para tersangka memasukkan emas milik pengusaha untuk diolah menjadi emas dengan cap Logam Mulia, yang kemudian diedarkan ke masyarakat.
Berkaitan dengan kasus yang menyeret enam mantan general manager, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam menjamin seluruh produk emas merek Logam Mulia Antam, yang beredar di masyarakat adalah asli dan terjamin kadar kemurniannya.
Sekretaris Perusahaan Antam Syarif Faisal Alkadrie ketika dihubungi dari Jakarta, Jumat, 21 Mei 2024, mengatakan bahwa seluruh produk emas logam mulia Antam dilengkapi sertifikat resmi dan diolah di satu-satunya pabrik pengolahan dan pemurnian emas di Indonesia yang telah tersertifikasi London Bullion Market Association (LBMA).
Adapun 109 ton produk emas logam mulia yang diperkarakan oleh Kejaksaan, kata dia, dianggap berkaitan dengan penggunaan merek Logam Mulia alias Emas Antam secara tidak resmi. Sementara, produknya sendiri merupakan produk asli yang diproduksi di pabrik Antam. ●Redaksi/Alia