2025-11-12 14:30

Unjuk Rasa Kosmak Desak Presiden Perintahkan KPK Adili Febrie Adriansyah, Baliho Besar Diarak

Share

HARIAN PELITA — Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi (Kosmak) menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Rabu (12/11/2025).

Mereka menuntut Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap dan mengadili Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah.

Sekitar 500 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi itu diawali dari Patung Kuda Arjuna Wijaya di persimpangan Jalan MH Thamrin – Jalan Medan Merdeka Barat menuju Taman Aspirasi Monas.

Massa membawa baliho bergambar wajah Febrie Adriansyah berukuran 3 × 7 meter serta ratusan bendera dan poster bernada kritik. Suasana aksi semakin semarak dengan kehadiran marching band yang mengiringi arak-arakan peserta.

Koordinator Kosmak Ronald Lobloby mengatakan, unjuk rasa bertema ”Presiden Dengarkan Suara Kami, Tangkap Febrie Adriansyah” itu merupakan tindak lanjut dari laporan resmi yang telah dikirimkan pihaknya kepada Presiden Prabowo Subianto dan KPK.

Laporan tersebut, kata dia, disertai sejumlah dokumen dan bukti dugaan keterlibatan Febrie dalam praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

”Ini adalah bentuk dukungan kami kepada Presiden agar tidak ragu menindaklanjuti serangkaian dugaan kasus korupsi yang melibatkan aparat penegak hukumnya sendiri,” ujar Ronald di sela-sela aksi.

Bergabung dalam barisan Kosmak, antara lain, Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Indonesia Police Watch (IPW), Koalisi Sipil Selamatkan Tambang, dan Pergerakan Advokat Nusantara (PANNAS).

Ronald menjelaskan, modus yang digunakan adalah praktik mark down nilai aset. Nilai satu paket 100 persen saham GBU yang sebenarnya mencapai Rp 12,5 triliun diturunkan menjadi Rp 3,488 triliun dengan menggunakan laporan appraisal dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Syarif Endang & Rekan. Dokumen itu diduga disusun oleh pihak calon pemenang lelang dengan hanya meminjam kop surat KJPP tersebut.

”Lelang pertama dibuat gagal agar bisa dilakukan penurunan nilai limit melalui appraisal kedua. Akhirnya nilai pagu hanya Rp 1,945 triliun, dan PT Indobara Utama Mandiri muncul sebagai peserta tunggal sekaligus pemenang,” ujar Ronald.

Ia menilai, manipulasi nilai lelang melalui dua KJPP yang ditunjuk Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung itu sudah memenuhi unsur tindak pidana korupsi.

”Tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak melanjutkan penyidikan dan menyeret Febrie Adriansyah ke pengadilan,” tegasnya.

●Selisih uang sitaan
Koordinator TPDI Petrus Selestinus menambahkan, Kosmak juga menemukan dugaan penyimpangan dalam penyidikan kasus yang melibatkan terdakwa Zarof Ricar. Berdasarkan fakta persidangan, kata Petrus, terdapat perbedaan antara jumlah uang yang disita dan yang tercatat dalam berkas penyidikan.

”Yang disita Rp1,2 triliun, tapi yang dilaporkan hanya Rp915 miliar. Ada selisih Rp285 miliar yang patut diduga digelapkan,” ujar Petrus.

Kosmak juga menyoroti keputusan penyidik Jampidsus yang hanya menjerat Zarof dengan pasal gratifikasi, bukan suap, meski tersangka mengaku menerima uang Rp 70 miliar dari Sugar Group Company melalui Purwanti Lee.

”Ini diduga untuk melindungi pihak pemberi suap dan sejumlah hakim agung yang disebut ikut menerima,” katanya.

Selain itu, Jaksa Penuntut Umum di bawah arahan Febrie juga disebut tidak melampirkan sejumlah barang bukti elektronik seperti ponsel dan laptop dalam berkas dakwaan. ”Itu bentuk upaya mengaburkan fakta hukum,” ucap Petrus. ●Redaksi/Rls/Cr-21

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *