
Diskusi Kemanusiaan Hari Solidaritas Kashmir
HARIAN PELITA — Diskusi Kemanusiaan Hari Solidaritas Kashmir bertema: “Masa Depan Kashmir & Solusinya” Digelar di Aula Munif Chatib, Sekolah Insan Mandiri, Jalan Masjid Silaturahim Cibubur, Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Selasa, 7 Februari 2023.
Diskusi kemanusiaan digelar Kantor Berita MINA bekerja sama dengan Kedutaan Pakistan untuk Republik Indonesia, Rasil Network, Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), dan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Fatah ini dihadiri sekitar 100 orang.
Para pembicara yakni HE Muhammad Hassan, Duta Besar Pakistan untuk Indonesia DR Zahir Khan, Ketua Forum Solidaritas Kashmir Indonesia Tuan Haji Mohd Azmi Abd Hamid, MAPIM Malaysia; Astrid Nadya Riqita, Presiden OIC Youth Indonesia; KH Yakhsyallah Mansur, Ulama Peduli Kashmir dan Penulis Buku “Khasmir Membara dan Solusinya”.
Bertindak sebagai Moderator: Widi Kusnadi, Wartawan Kantor Berita MINA.
Duta Besar Pakistan di Indonesia, H.E. Muhammad Hassan menyoroti tentang pentingnya sejarah perselisihan Jammu & Kashmir dan pentingnya Hari Solidaritas Kashmir.
Dia juga berbicara tentang postur hegemoni India di kawasan Asia Selatan dengan referensi khusus pada masalah terbaru yang dibuat oleh India dengan tetangganya, termasuk Pakistan, China, Bangladesh, dan Nepal.
Hassan juga membahas berbagai aspek lain dari sengketa Jammu & Kashmir termasuk Pelanggaran HAM berat, pelecehan seksual dan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, ideologi Hindutva dari Pemerintah Modi yang diilhami RSS.
Termasuk tidak dilaksanakannya resolusi Dewan Kehormatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) oleh India, dan keinginan Pakistan untuk menyelesaikan semua masalah dengan India. Serta sengketa Jammu dan Kashmir, melalui dialog, sesuai dengan resolusi DK PBB.
Ulama Peduli Kashmir dan Penulis Buku “Khasmir Membara dan Solusinya,” KH Yakhsyallah Mansur menyampaikan diskusi ini sebagai sosialisasi kepada masyarakat sekaligus meningkatkan perhatian serta peran masyarakat guna mendukung dan membantu menyelesaikan permasalahan di Kashmir yang masih berlangsung hingga sekarang.
“Krisis Kashmir sudah terjadi sejak 75 tahun lalu, hingga hari ini belum menunjukkan tanda-tanda penyelesaian yang paripurna. Warga Kashmir yang dirundung derita menanti perhatian dan bantuan komunitas internasional, termasuk Dunia Islam untuk dapat menyelesaikan krisis yang masih saja mereka rasakan hingga hari ini,” ujarnya.
●Solusi yang ditawarkan
Dia mengungkapkan, pada 4-8 Oktober 2019, beberapa ulama, LSM dan anggota parlemen negara-negara Asia Tenggara, dipimpin oleh Dr Mohd Azmi Abdul Hamid (Presiden MAPIM) Malaysia, diundang oleh Pemerintah Pakistan mengunjungi Kashmir sebagai bagian dari kepedulian mereka terhadap saudara-saudara mereka yang mengalami penderitaan di wilayah itu.
Dari Indonesia, KH Yakhsyallah adalah satu-satunya wakil Indonesia dalam misi tersebut. Dari hasil kunjungan itu, penulis menyimpulkan, untuk menyelesaikan krisis Kashmir setidaknya perlu dilakukan tiga hal, yakni pendekatan kemanusiaan, pendekatan kesejahteraan, dan pendekatan politis.
Fakta bahwa di wilayah Kashmir ada penduduk yang beragama Islam dan Hindu, maka pendekatan humanisme (kemanusiaan) adalah yang paling memungkinkan untuk wilayah itu.
Pendekatan kemanusiaan yang dimaksud adalah bahwa pertolongan harus diberikan kepada siapa saja tanpa memandang suku, agama ras dan golongan. Siapa saja yang membutuhkan, maka merekalah yang harus menjadi prioritas dalam mendapatkan pertolongan dan bantuan. ●Red/GUN