
UU Ciptaker Majukan Bangsa dan Daya Tarik Bagi Investor
HARIAN PELITA — Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Puspenkum Kejagung) menggelar Seminar Dinamika Undang-Undang Cipta Kerja.
Ketut Sumedana selaku Kapuspenkum menjelaskan tujuan seminar ini guna memberikan pencerahan terkait Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) terhadap para pekerja atau buruh.
Ia menambahkan, kegiatan itu untuk memberikan pemahaman kepada seluruh pekerja tentang isi UU Ciptaker. Kemudian, latar belakang UU Ciptaker menurutnya agar pekerja tidak mudah terprovokasi dengan berita-berita hoaks yang beredar.
UU Ciptaker disusun dimaksudkan untuk berbenah ke arah yang lebih baik. ” Untuk menuju negara yang modern dan maju memang diperlukan adanya pembaharuan undang-undang,” ungkap Kapuspenkum, Selasa (29/8/2023).
Ketut mengatakan, UU Ciptaker adalah ide besar untuk memajukan bangsa dalam rangka menarik investor bukan saja dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Karena investor luar tidak menyukai regulasi atau aturan yang berbelit-belit.
Seminar, “Dinamika Undang-Undang Cipta Kerja” ini dihadiri oleh audiens dari PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), PT Damri dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).
Sementara, Staf Khusus Wakil Presiden RI Bidang Hukum dan juga Pakar Hukum Tata Negara, Prof Satya Arinanto memberikan keterangan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja dilakukan sebagai sinkronisasi terhadap 70 peraturan perundang-undangan yang materinya cenderung tumpang-tindih.
” Pengertian Omnibus Law adalah suatu undang-undang yang mengatur berbagai hal yang berbeda atau bisa juga satu undang-undang yang diarahkan pada satu alternatif. Misalnya Omnibus Law khusus tentang kekuasaan kehakiman atau pidana,” kata Satya.
Dari perspektif sejarah hukum diutarakan Prof Satya pada tahun 1819-1949 di wilayah Hindia Belanda pernah diberlakukan sekitar 7.000 Peraturan Perundang-Undangan. Lebih lanjut, menurutnya dalam penelitian pada tahun 1995 terhadap sekitar 7.000 Peraturan Perundang-Undangan pernah diberlakukan di Hindia Belanda.
Ia mengatakan dari 7.000 Peraturan yang diberlakukan tersebut, masih ada tersisa 400 Peraturan Perundang-Undangan lagi. ” Sebenarnya dari sejarah hukum Indonesia, Omnibus Law bukan hal yang baru,” ujar Satya.
Lantas, Satya menambahkan metode Omnibus Law dalam Undang-Undang Cipta Kerja sebagai langkah yang tepat. Hal ini menjelaskan bahwa reformasi hukum untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi amat multi-sektoral. Dan kondusifitas iklim investasi itu disampaikan olehnya ditentukan oleh hukum yang tidak berbelit. ●Red/Dw