
“Indonesia Merdeka” Mengenang Perjuangan Bung Hatta
HARIAN PELITA — Pada 23 September 1927, Bung Hatta bersama Nazir Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojodiningrat ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda di Den Haag.
Di tengah penahanan, tepatnya pada 9 Maret 1928, Bung Hatta dengan penuh keberanian membacakan pidato pembelaan berjudul “Indonesie Vrij” atau “Indonesia Merdeka,” yang menegaskan hak bangsa Indonesia untuk merdeka.
Pledoi ini bukan sekadar pembelaan pribadi. Isinya adalah pernyataan tegas bahwa perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka bukanlah kejahatan, melainkan hak yang sah.
Bung Hatta menegaskan, cepat atau lambat, bangsa yang dijajah pasti akan merebut kemerdekaannya, karena itu adalah hukum sejarah dunia.
Ia menolak keras tuduhan makar dan penghasutan, sekaligus menggambarkan perjuangan rakyat Hindia Belanda sebagai gerakan yang bermartabat dan berlandaskan keyakinan.
Pidatonya ditutup dengan kutipan dari penyair Rene de Clercq: “Hanya satu tanah yang dapat disebut tanah airku, ia berkembang dengan usaha dan usaha itu adalah usahaku.”
Pidato ini menggerakkan kesadaran dunia tentang perjuangan sebuah bangsa di ujung Asia yang menolak tunduk pada penjajahan. Hasilnya, pada 22 Maret 1928 — sehari sebelum Hari Raya Idul Fitri — Bung Hatta dan rekan-rekannya dibebaskan dari semua tuduhan.
“Indonesia Merdeka” bukan hanya sebuah pembelaan, melainkan tonggak sejarah yang menunjukkan keberanian dan keyakinan seorang pemimpin bangsa untuk menatap kemerdekaan dengan kepala tegak. ●Redaksi