2025-05-28 12:15

Sarnadi Adam Abadikan Budaya Betawi Dalam Karya Lukis

Share

HARIAN PELITA — Budaya Betawi kaya akan warna. Ragam warna yang merupakan hasil akulturasi budaya itu bisa disaksikan langsung dalam karya pelukis legendaris Sarnadi Adam yang dipamerkan di T-Space, Pondok Aren, Tangerang Selatan, sejak 10 Juli-25 Agustus 2024.

Sarnadi kelahiran Simprug, Senayan, 68 tahun lalu itu, memang gemar memainkan warna dalam karya lukisnya. Mayoritas lukisannya adalah tiga atau empat penari Betawi perempuan dengan warna baju yang mencolok seperti kuning, hijau, dan jingga. Meski terlihat realis, namun Sarnadi menamai aliran lukisnya itu dekoratif.

Setidaknya ada 22 lukisan yang ditampilkan Sarnadi dalam pameran bertema “Dari Betawi Untuk Jakarta” yang dipajang di dinding T-Space milik penyanyi Tompi. Karyanya memang banyak ditunggu kolektor, dan setelah selesai berpameran di T-Space, di hari yang sama dia juga akan membuka pameran di salah satu hotel berbintang di Jakarta.

“Lukisan-lukisan dalam kanvas ini kebanyakan objek perempuan. Semua karya ini terinspirasi ketika saya masih remaja atau anak-anak, sehingga kenangan itu membekas dengan situasi Jakarta yang sudah sangat berbeda seperti sekarang,” kata Sarnadi Adam saat ditemui para wartawan yang tergabung dalam Forum Jurnalis Betawi (FJB), Minggu (25/8/2024).

Sarnadi tidak melulu melukis rupa perempuan, dia juga melukis aktivitas budaya Palang Pintu saat prosesi lamaran. Dalam lukisan itu terlihat gambar jawara di depan dan ulama di belakang sebagai simbol ulama sebagai sosok yang harus dihormati dan dilindungi.

“Mayoritas tema lukisan saya penari, tapi ada juga yang bertema penggembala kerbau dan itu saya sangat emosional sekali membuatnya, karena lekat dengan keseharian saya di masa kecil saat Betawi masih berupa hamparan sawah,” katanya.

Begitu juga lukisan tentang kehidupan perjalanan seseorang yang jadi penari dengan refleksi gaya hidup mengubah gaya berpakaiannya. Lalu ada lukisan kehidupan para perempuan berhijab yang tampak sedang kondangan, dilatari rindangnya pepohonan sebagai suasana perkampungan.

Saat ditanya mengenai lukisan mana yang paling disukai dan memiliki harga jual tertinggi, maestro yang mulai berkarya sejak 1975 itu mengungkap bahwa lukisan Palang Pintu adalah termahal yang dipamerkan saat ini.

“Lukisan paling mahal itu ada di atas yakni Palang Pintu bernilai Rp100 juta. Nilai tersebut, karena sulitnya proses gagasan, proses dasarnya. Jadi bukan dari ukuran juga dari lamanya melukis,” katanya.

Dengan imajinasi dan kreasinya di kanvas, dirinya menginginkan seni dan budaya Betawi tetap eksis meski Jakarta semakin berkembang menjadi salah satu kota global dengan kehidupan modern.

“Maka dari itu, untuk mengembangkan dan menjaga keeksisan seni dan budaya Betawi, khususnya melukis, kami melakukan workshop ke anak-anak berbakat dan mereka antusias karena merasa dijadikan seorang Betawi. Ini juga supaya budaya Betawi jadi core-nya Jakarta,” pungkasnya.

Perlu diketahui Sarnadi telah memulai pameran lukisan tunggal pertamanya sejak 1982 di Belanda. Dosen seni rupa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu juga pernah pameran di beberapa kota di Amerika Serikat di antaranya New York, New Jersey dan juga Boston.

Karya Sarnadi Adam juga pernah dipamerkan di Jerman, Prancis, Swedia, Belgia, Luxemburg, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Korea Selatan, hingga Cina. Selain bentuk eksistensi diri, pameran itu juga tanggung jawab sebagai pelukis, baik untuk pameran yang bersifat seremonial maupun sosial.

Berkat keberhasilan tersebut, Sarnadi diganjar sejumlah penghargaan dalam bidang seni di antaranya tiga kali meraih Satya Lencana Karya Satya dari Presiden Gus Dur pada 2000, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2011 dan Presiden Joko Widodo pada 2017. ●Redaksi/DNH

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *