2025-06-05 12:10

Satpas SIM Bekasi Kota Dibentengi Calo Berseragam Pungli Marak

Share

HARIAN PELITA – Praktik percaloan di Satpas SIM (Satuan Penyelenggaraan Administrasi Surat Izin Mengemudi) Bekasi Kota tampaknya marak, meski berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantasnya.

Alih-alih bersih dari Pungutan Liar (pungli), sistem diterapkan justru diduga menjadi benteng  bagi oknum petugas untuk bermain percaloan secara terselubung.

Jika berani bayar sesuai harga yang dipatok calo, semua urusan jadi mudah.

Pemohon SIM tidak perlu lagi mengikuti tes psikologi, ujian teory atau uji praktek ketererampilan berkendara yang melelahkan itu. Istilahnya, pemohon tinggal duduk manis, SIM sudah jadi.

“Tadi saya bayar Rp800 ribu untuk SIM A. Saya hanya disuruh foto, sidik jari, SIM langsung jadi. Kalau soal ujian teori dan praktek, saya tidak ikut,  kan sudah bayar,” tutur pemohon SIM sebut saja namanya Tarmah warga Kampung Pamahan, Jatiasih, Bekasi

Alasan Tarmah menempuh “jalan belakang” alias menggunakan jasa calo, lantaran mudah dan tak bertele-tele.

“Kita datang serahkan KTP dan uang, lalu foto, selesai. Kalau ikut prosedural yang resmi, kemungkinannya nggak akan lulus saat ikut ujian praktek. Sudah buang-buang waktu, SIM pun kita tidak dapat,” katanya.

Apa yang dilakukan Tarmah tak jauh beda dengan yang dilakoni pemohon SIM lainnya. Aditya, bercerita, awalnya dia ditawari bantuan dua petugas yang berseragam lengkap yang berjaga  di pintu masuk Satpas.

“Sudah ada yang bantu ? Kalau belum biar kami bantu,” kata petugas, menawarkan Solusi.

Gayung bersambut, setelah Aditya mengiyakan, sang petugas langsung menghubungi oknum ordal (orang dalam). Selanjutnya, ada negosiasi soal harga.  Setelah itu Aditya langsung ikut sesi foto, sidik jari, lalu duduk menunggu. Tak sampai dua jam SIM sudah jadi.

“Memang pilihan paling bijak ya minta bantuan calo. Pertimbangannya,ya, itu agar urusan lebih cepat dan tak berbelit-belit. Kita  tak perlu antre, walaupun biaya jauh lebih mahal dari harga  normal,” kata Aditya.  

Aditya yang bangga dengan SIM barunya mengaku rela mebayar RP 800 ribu untuk SIM A meskipun dia tahu harga resmi yang ditentukan pemerintah tak lebih dari Rp 200 ribu. “Calo dan oknum untungnya banyak,” katanya sambil tertawa.

Beberapa pemohon SIM lainnya mengatakan hal yang sama. Mereka memilih menggunakan jasa calo karena tidak yakin bakal lulus jika mengurus SIM sendiri.

“Ini kan bukan cerita baru pak, kalau mengurus SIM sendiri, hasilnya mudah ditebak, tidak akan lulus. Lalu kita disuruh mengulang dan mengulang lagi. Capek,” kata Aditya.

Salah seorang calo yang ditemui di lokasi , sebut saja namanya Bebeng, bahkan  meng-klaim, justru saat ini keberadaan calo saat ini justru sangat  dibutuhkan warga pemohon SIM.

“Memang masih ada yang mencoba mengurus sendiri, kan biayanya lebih murah. Tapi biasanya tak ada yang langsung lulus. Kebanyakan dinyatakan gagal saat ujian praktek. Kalau pun dibuat perbandingannya, mungkin hanya satu  berbanding seribu yang lulus,” katanya.

Barangkali karena sulitnya lulus lewat jalur resmi itu pula yang membuat prakrek percaloan semakin tumbuh subur di Satpas SIM Depok.

Ada oknum petugas yang nyambi jadi calo. Ada oknum  pegawai negeri sipil bekerja dobel. Ada tukang parkir merangkap calo. Lha, ada juga yang mengaku-ngaku jurnalis tapi yang dicari pemohon SIM.

Pastinya anggota sindikat percaloan ini tidak pernah terpikir atau bisa jadi mereka tidak peduli, jika suatu saat,  orang yang mereka bantu memperoleh SIM tanpa tes tersebut bisa jadi ‘horor’ mengerikan di jalan raya. ●Redaksi/Cr-11/Cr-12

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *