Benarkah Ibu Kota Nusantara Kota Hantu, Ini Penjelasan DPR
HARIAN PELITA –– Sebuah media asal Inggria The Guardian tiba-tiba memberikan pernyataannya di medianya menulis bahwa keberadaan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai kota hantu saat ini.
Media itu juga menyoroti pembangunan penyelesaiannya sangat lambat dan cenderung mangkrak.
Bahkan media itu juga menulis pembangunannya digembar-gemborkan di era mantan Presiden Jokowi tidak kunjung selesai bahkan perpindahan ASN secara masif terus tertunda.
Anggota Komisi II DPR Muhammad Khozin merespons, cara terbaik untuk menjawab sebutan itu hanya dengan kerja pembangunan yang konkret oleh Otorita IKN (OIKN).
Selain itu, dia meminta semua hal dikerjakan dapat dipertanggungjawabkan secara transparan ke publik.
“Kota hantu itu maknanya peyoratif, artinya masa depannya gelap. Label itu harus dijawab oleh OIKN dengan kinerja yang lebih akseleratif, laporkan segala perkembangannya kepada publik,” kata Khozin kepada awak media, Minggu (2/11/2025).
Khozin berharap, label kota hantu dari media asing dapat menjadi pemicu bagi OIKN untuk memperbaiki kinerjanya, terutama dalam tata kelola komunikasi publik.
Sebab, kata dia, salah satu hal yang kerap menjadi persoalan adalah tata kelola komunikasi publik OIKN.
Ia juga menyinggung soal Perpres Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah, yang menegaskan arah pembangunan nasional termasuk percepatan IKN sebagai Ibu Kota Politik Indonesia pada 2028.
“Pesan politik dari Perpres Nomor 79 Tahun 2025 ini, pemerintahan Presiden Prabowo memiliki komitmen atas pembangunan dan masa depan IKN. Mestinya, ini menjadi triger bagi kinerja OIKN,” saran Khozin.
Meski begitu, Khozin mengingatkan semua perbaikan dan program pembangunan harus tetap dibungkus dengan strategi komunikasi publik yang lebih baik.
Sebab, kata dia, jika tidak begitu, citra negatif dari media asing bisa berdampak buruk terhadap persepsi investor dan masyarakat internasional.
“Bagaimana pun ekosistem pembangunan IKN juga membutuhkan masuknya investor asing, image yang baik harus terus dijaga tentunya berbasis kondisi real di lapangan. Di antara cara yang bisa ditempuh dengan perbaikan pola komunikasi publik,” ucapnya. ●Redaksi/Cr-27
