2025-05-23 21:57

Tak Ada Larangan Gunakan Nominee di UU Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

Share

HARIAN PELITA — Ahli Hukum Perdata Dr Subani SH MH menegaskan dikalangan atau komunitas hukum menurutnya terminologi “nominee” bukan sesuatu yang asing.

Bahkan sebaliknya, istilah terminologi dijelaskan olehnya sangat familiar bagi para sarjana hukum (meester in de rechten atau law graduates) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim).

Subani mengatakan nominee adalah seseorang (natuurlijk persoon) atau badan hukum (rechtspersoon) yang namanya digunakan/dipakai untuk pembelian suatu benda atau barang.

Misalnya barang berupa sebidang tanah atau berupa mobil, atau saham dan lain-lain. Tapi dia bukan pemilik yang sebenarnya, meskipun di dalam akta jual-beli, nama dia yang tercatat/tercantum.

Ia menjelaskan, “Nominee hanya sebagai legal owner, sedangkan orang lain yang menjadi pemilik yang sesungguhnya dinamakan beneficial owner,” kata Subani, Sabtu (10/8/2024).

Subani ketika dimintai keterangan sebagai saksi ahli di PN Jaktim menyampaikan dalam prakteknya, dibuatlah perjanjian antara legal owner (nominee) dengan beneficial owner atau pemilik yang sesungguhnya ada di belakang layar (behind the screen).

Kemudian, Subani mengungkapkan bahwa perjanjian yang demikian itu, kalau di uji di Pengadilan, sudah pasti akan dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum (nietig) karena causa-nya substansinya atau isinya tidak halal/bertentangan dengan undang-undang (Vide Pasal 1320 angka 4 KUH Perdata).

“Jika kita membaca Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, kita tidak akan menemukan ketentuan-ketentuan yang mengatur atau melarang “keberadaan” (eksistensi) makhluk halus yang namanya “nominee” dan memang sebenarnya. Hal ini tidak perlu diatur didalam Undang-undang tentang Pasar Modal karena motif para pihak yang mengadakan transaksi saham/obligasi di Bursa Efek pada umumnya tidak untuk menjadi pemilik perusahaan (emiten) atau dengan kata lain, profit oriented tanpa harus mendirikan dan menjalankan perusahaan,” ujarnya.

Subandi menambahkan, mungkin ada sejumlah sarjana hukum yang berpendapat bahwa menurut hukum positif (positiefsrecht/ius constitutum), masalah “nominee” diatur didalam undang-undang yakni Undang-Undang No.25 Tahun 1997 tentang “Penanaman Modal”.

“Pendapat tersebut benar, sepanjang hal itu mengenai “nominee” yang dikaitkan dengan investasi asing langsung (foreign direct investment) dan bukan untuk yang investasi asing tidak langsung (foreign indirect investment),” jelas Subani.

Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun1997 tentang Penanaman Modal menyatakan bahwa penanaman modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk Perseroan Terbatas, dilarang membuat perjanjian yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam Perseroan Terbatas untuk dan atas nama orang lain.

“Ayat (2) dari Pasal 33 tersebut menyatakan bahwa jika ada perjanjian seperti itu, perjanjian tersebut batal demi hukum (nietig),” papar ahli hukum perdata.

Perlu diketahui, menurutnya cara penanaman modal, cq. penanaman modal asing, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu foreign direct investment atau investasi asing langsung dan foreign indirect investment atau investasi asing tidak langsung.

Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan yuridis bahwa didalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Penanaman Modal, kata Subandi, hal yang dilarang adalah pencantuman nominee didalam Akta Pendirian dan Anggaran Dasar Perseroan dan bukan pencantuman nominee didalam transaksi surat-surat berharga (cq. saham atau obligasi) di Bursa Efek. ●Redaksi/Dw

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *