2025-05-27 3:43

DPR Sebut RUU TPKS Bagian dari Kerja-Kerja Kartini

Share

HARIAN PELITA — Pengesahan UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) dalam sidang paripurna DPR RI pada Rabu (13/4/2022) semata untuk melindungi hak-hak korban selama ini belum mendapatkan perlakuan secara adil.

Khususnya korban perempuan maupun laki-laki, dan pengesahan UU TPKS ini merupakan bagian dari kerja-kerja RA Kartini.

Demikian disampaikan anggota FPAN DPR Intan Fauzi dalam dialektika demokrasi “Semangat Kartini, Meneguhkan Eksistensi Kaum Perempuan” bersama anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Diah Pitaloka, dan anggota DPR RI Fraksi PKB Anggia Erma Rini di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (14/4/2022).

Lebih lanjut Intan menilai jika dukungan mayoritas dalam RUU TPKS tersebut adalah kaum perempuan dari berbagai jaringan, organisasi, dan mereka hadir secara fisik di fraksi balkon DPR RI. Tak terkecuali organisasi perempuan yang ada di bawah naungan partai politik.

Namun demikian masih ada PR besar ke depan, selain peraturan pelaksanaan teknisnya, pengawasan pelaksanaannya, korban pemerkosaan yang diatur oleh KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan lain-lain.

“Terbosan UU TPKS ini pemerintah bisa menutup internet, aplikasi maupun kontennya. Dan, biaya restitusi, bantuan untuk korban ditanggung oleh negara, jika pelaku dianggap tidak mampu,” kata Intan.

Diah Pitaloka mengakui jika UU TPKS ini mendapat dukungan besar kaum Kartini setelah sebelumnya dibahas selama enam (6) tahun (2016).

Bahkan dukungan itu datang dari kampus-kampus dan pakar hukum dari seluruh Indonesia. “Dukungan itu setelah banyak korban yang gila, bunuh diri dan menjadi beban sendiri dan bertanggungjawab sendiri,” ujarnya.
Anggia Erma Rini lahirnya banyak peran dan pemimpin perempuan saat ini

Tetapi itu adalah hadiah terindah hari Kartini untuk kita semuanya, tidak hanya untuk para perempuan Indonesia tetapi juga untuk semua warga negara Indonesia, karena keberadaan undang-undang itu adalah upaya atau ikhtiar mengurangi ke mudhorotan atau mengurangi kemungkaran yang selama ini ada di sekitar kita.

kemudian sebagai wasilah atau instrumen yang punyai oleh negara dalam undang-undang itu, jadi ini adalah bagian dari ikhtiar kita dan ahamduillah diketoknya pada saat bulan Romadhan, mudah-mudahan kedepan dalam pengawalannya pun juga kita diberi kekuatan, semuanya diberi kekuatan untuk bisa berjalan lebih baik lagi untuk mengurangi kemungkaran-kemungkaran di sekitar kita.

Bicara soal peremuan saya setuju bahwa eksistensi perempuan itu sudah tak perlu dipertanyakan lagi, memang banyak PR, tadi sudah disampaikan oleh ibu Diah, kalau di daerah itu banyak skali instrumen yang belum dipunyai oleh pimpinan daerah, itu PR yang luar biasa, saya selalu sering juga mengatakan, mungkin juga ini bisa di debat juga bahwa salah satu penyumbangnya desentralisasi ini tidak menyiapkan pimpinan-pimpinan daerah ini menjadi sangat awhare untuk bisa menyiapkan dokumen yang aplikatif untuk bagaimana kita berpihak kepada perempuan. ●Red/Yadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *