2025-05-26 3:07

MPR RI Press Gathering bersama Wartawan Parlemen di Bandung.

Share

▪︎Wartawan Timyadi

HARIAN PELITA BANDUNG — Press Ghatering MPR 2021 Arsul Sani “Pro Kontra PPHN Perlu Dibuat Matrik
Di akhir tahun 2021″ MPR menggelar Press Gathering.

Kegiatan diikuti wartawan terhimpun dalam Koordinatoriat Wartawan Parlemen itu digelar di Kota Bandung, Jawa Barat, 22 hingga 24 Oktober 2021.

Hadir dalam kegiatan itu, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat Dr Syarief Hasan, MM., MBA., Wakil Ketua MPR dari Fraksi PPP Arsul Sani SH., MH., serta anggota MPR dari berbagai fraksi dan Kelompok DPD.

Dalam kegiatan yang diisi dengan diskusi Empat Pilar MPR, Arsul Sani menjelaskan tentang Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Dikatakan selama satu tahun lebih MPR telah mewacanakan mengenai PPHN. MPR dengan berbagai macam metode mensosialisasikan wacana PPHN ke seluruh lapisan masyarakat.

“Setelah menggelinding dilontarkan oleh MPR, kita mendapat berbagai respon dari masyarakat. “Dari akademisi, penggiat konstitusi, LSM, aktivis demokrasi, dan element masyarakat yang lainnya,” ungkapnya.

Dari berbagai macam respon, menurut pria asal Jawa Tengah itu, ada yang positif, ada pula yang negative, ada yang pro, ada pula yang kontra. Dari berbagai macam respon, Arsul Sani mengusulkan agar alasan-alasan yang dikemukakan oleh masyarakat, baik yang positif maupun negatif, dibuat matrik. “Matrik pro dan kontra,” ujar politisi senior PPP itu.
 
Dalam matrik tersebut, menurut Arsul Sani, kita bisa melihat bila ada yang mendukung, alasannya apa. Begitu juga yang menolak, argumentasinya kenapa. “Ini perlu agar diskursus di ruang publik menjadi jelas,” paparnya. Bila matrik terlihat maka MPR tidak perlu lagi bolak-balik menjelaskan PPHN itu perlu.

Diungkapkan, kalau dilihat dari kekuatan politik, semua kekuatan politik yang ada di MPR sepakat PPHN itu perlu. Belum bulat atau sepakat menurut Arsul Sani adalah wadahnya apa. “Meski sudah sepakat haluan negara itu baru dokumennya bernama PPHN tetapi isinya apa belum ada kesepakatan atau kebulatan,” ungkapnya.
 
Dirinya mengibaratkan PPHN itu dengan sepeda motor namun kekuatan mesin, warna, bahan bakar, dan spesifikasi lainnya apa, itu belum ada yang tahu. Ke depan, tahun 2022, Arsul Sani berharap MPR mempunyai kewajiban untuk mengurai berapa kekuatan mesin, warna, bahan bakar, dan spesifikasi lainnya dari sepeda motor itu.

“Sehingga perdebatan yang terjadi tidak lagi berputar pro dan kontra soal PPHN,” paparnya.

Masyarakat yang keberatan terhadap adanya PPHN menurut Arsul Sani karena ada pikiran hal demikian memerlukan amandemen UUD. “Nah, bila ada amandemen masyarakat curiga nanti akan ada agenda lain yang disepakati”, ungkapnya. Agenda lain itu misalnya seperti keinginan kembali ke UUD Tahun 1945 atau memperpanjang periode jabatan Presiden.
 
Menanggapi hal yang demikian, Arsul Sani menjelaskan bahwa amandemen UUD berbeda dengan perubahan undang-undang (UU). “Perubahan UU bisa saja tak perlu naskah akademik,” tuturnya. Namun kalau amandemen UUD itu memerlukan ketentuan yang harus dipenuhi seperti syarat jumlah pengusul dan apa yang hendak diamandemen atau diubah harus disertai dengan alasan. “Alasan itu harus diajukan lebih dahulu,” ujarnya. ●Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *