2025-08-15 8:42

Arogansi Pejabat Negara Terhadap Rakyatnya, Belajar dari Sudewo || Catatan Nazar Husain

Share

HIDUP INI BAGAI DRAMA. Seorang bupati di demo warganya menjadi viral, Bupati Pati bernama Sudewo dianggap menindas warganya karena “seenaknya” mengeluarkan kebijakan PBBPP sebesar 250 persen.

Klimaks ceritanya berkembang, ribuan warga Kabupaten Pati merangsek menyerbu Kantor Pendopo Kabupatan Pati sehingga pagar kokoh itu pun dirobohkan termasuk sang bupati pun dilempar sendal dan sepatu saat muncul “meminta maaf”. Namun warga yang sudah “ngenek” terus memberontak melakukan perlawanan.

Sudewo dianggap bersikap arogan dengan menantang warganya sehingga menimbulkan gejolak kericuhan yang sangat memalukan. Sudewo tidak sadar bahwa yang memilihnya rakyat hingga meraih tahta bupati.

Kota Pati pun menjadi sorotan media nasional akibat adanya amuk massa terhadap Bupati Pati bernama Sudewo, yang juga didesak mundur oleh masyarakat Kabupaten Pati.

Usai amuk massa yang merangsek merusak Kantor Pendopo Bupati Pati Jawa Tengah, kini DPRD Kabupaten Pati pun bertindak melakukan gerak cepat membuat hak angket pemakzulan Sudewo dari Jabatan Bupati.

Banyak masyarakat nyinyir terhadap kelakuan seorang Bupati bernama Sudewo yang memiliki sifat arogan terhadap warganya dengan enteng mengeluarkan kebijakan PBBPP sebesar 250 persen. Inilah pemicu sebenarnya.

Ribuan warga Kabupaten Pati pun bergerak menantang kebijakan itu sebagai bentuk penindasan dan memiskinkan kehidupan masyarakat ditengah ekonomi mencekik.

Kini setelah didemo warganya, kabar pun menyeruak dimana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengusut kasus korupsi komitmen fee yang dilakukan Sudewo. Terang-terangan KPK membuka kasus itu lewat media nasional. Sehingga terbongkar juga “aib” sang Bupati Pati Sudewo. Meski terakhir kabar Sudewo telah membayar kerugian korupsinya, namun hukum tetap hukum.

Tidak hanya berhadapan dengan warganya, Bupati Pati Sudewo kini juga harus berhadapan dengan KPK. Jubir KPK Budi Prasetyo mengungkapkan, Sudewo terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jalur kereta api di DJKA Kementerian Perhubungan.

Bahkan jumlah commitment fee yang diduga diterima Sudewo saat kader Partai Gerindra itu masih menjabat sebagai anggota DPR RI, tidak main-main.

Artinya, seorang Bupati Pati, bukan hanya melakukan kebijakan brutal terhadap warganya, juga borok tindakan korupsi mencengkram sebelum menjabat bupati.

Padahal sebelum menjabat bupati seharusnya belajar dulu pak, pemakzulan itu di atur juga secara konstitusional. Sidang paripurna digelar mendadak pada Rabu (13/8/25), DPRD Kabupaten Pati menyepakati pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket untuk memakzulkan Bupati Pati Sudewo.

Semua partai yang terdiri dari PDI Perjuangan, PPP, PKB, PKS, Demokrat, Golkar, hingga partai yang menaungi Sudewo Gerindra menyatakan setuju atas kesepakatan tersebut.

Nasib sudah menjadi bubur. Walau Bupati Pati Sudewo meminta maaf namun hati warga sudah terluka, luka tersakiti. Kenapa tersakiti, disebabkan warga sudah banyak menanggung beban, datang lagi beban dilemparkan Sudewo yakni PBBPP 250 persen.

Kehidupan di Pati sangat sulit mendapatkan penghasilan besar karena berbagai usaha dan pekerjaan tak selalu gampang, disebabkan penghasilan warga sangat kecil, tidak mungkin beban hidup itu bisa dijalani.

Mari kita belajar dari seorang Machiavelli dalam The Prince menegaskan bahwa seorang pemimpin yang ingin bertahan tidak bisa hanya mengandalkan kebaikan. Ia harus mampu bermain di wilayah abu-abu, memanfaatkan kelicikan sama halnya dengan kebajikan.

Banyak rakyat Indonesia kecewa pada pemimpin yang tidak menepati janji kampanye. Namun, di balik kekecewaan itu, ada kenyataan pahit: politik sering kali tidak bergerak berdasarkan idealisme, melainkan realitas kekuasaan.

Pertanyaannya, apakah pemimpin yang kita anggap “berkhianat” sebenarnya hanya menjalankan hukum besi kekuasaan yang dibahas Machiavelli?. *****

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *