
Belajar dari Nepal, Rakyat dan Pemerintah Jangan Dipisahkan || Catatan Nazar Husain
BENTROKAN massal rakyat dan pemerintah di Nepal membuat kita merinding bila melihat peristiwa nyata tergambar di negara Nepal saat ini.
Pemerintah dipermalukan oleh rakyatnya hanya karena rakyat selalu dipisahkan jarak dengan kesejahteraan ekonomi sangat mencolok. Perbedaan kehidupan rakyat dan pejabat dan keluarganya; ibarat langit dan bumi.
Flexing kekayaan setiap hari oleh pejabat negara membuat kecemburuan sosial sangat menyakitkan bagi rakyat. Rakyat di seluruh penjuru Nepal terkucilkan dari segi ekonomi. Mereka tercekik oleh kemiskinan tanpa ujung dan lapangan kerja rakyat pun semakin tidak ada.
Harapan rakyat untuk hidup menikmati kesetaraan kesejahteraan bertahun-tahun tidak pernah terwujud. Bahkan kemiskinan rakyat Nepal makin terpuruk setiap tahun. Kemiskinan makin mencekik di kehidupannya.
Harapan mengadu ke parlemen tidak pernah ada wujudnya, selalu diabaikan keluhan rakyat, sehingga rakyat-mungkin-tidak tahan lagi melihat kondisi kehidupan makin terpuruk. Sementara flexing pejabat makin menggila dengan kekayaan kian melimpah menjadi tontonan yang menyakitkan hati rakyat.
Luapan emosi inilah meledak lewat ajakan generasi muda Nepal yang berinisiatif mengambil jalan tengah. Pergerakan pun meledak disetiap sudut kota. Peristiwa itu padahal sepele: rakyat hanya meminta lapangan kerja dan ekonomi kesetaraan di kehidupan rakyat.
Ujungnya, kerusuhan politik di Nepal memasuki babak baru setelah Menteri Keuangan Bishnu Prasad Paudel dipermalukan secara dramatis oleh massa (rakyat).
Dalam peristiwa mengejutkan itu, Paudel ditelanjangi dan dikejar hingga terjun ke sungai untuk menyelamatkan diri dari amukan pengunjuk rasa.
Insiden memalukan tersebut terjadi hanya beberapa jam setelah para demonstran membakar sebagian gedung parlemen, menandai puncak dari kemarahan publik yang semakin meluas, dikutip dari laman Gulfnews, Rabu (10/9/2025).
Aksi protes ini dipimpin gerakan anak muda “Gen Z” menyalurkan rasa frustrasi akibat memburuknya krisis ekonomi, tuduhan korupsi, hingga reformasi politik yang mandek.
Massa menuding para pemimpin senior gagal mengelola perekonomian rapuh Nepal. Lonjakan harga pangan, meningkatnya pengangguran, serta utang yang terus menumpuk memperburuk keadaan.
Penyaluran protes keras kepada pemimpinnya oleh rakyat Nepal, menjadi pembelajaran buat kita (Indonesia) bahwa rakyat tidak butuh flexing, tetapi rakyat ingin bersama menikmati kesetaraan kesejahteraan ekonomi melalui lapangan pekerjaan luas dan harga sembako murah tanpa ada janji-janji semu.
Semoga pejabat (pemerintah) Indonesia menyadari keinginan rakyat untuk memperluas lapangan kerja dan kestabilan ekonomi yang kian berat belakangan ini. Paling tidak jangan jauhi rakyatmu. Rakyat Indonesia sebenarnya “pencinta damai”. Sekian!. *****