
Curang Pemilu Nafsu Berkuasa
SEMAKIN dekatnya perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 mendatang, makin memanas suhu politik untuk merebut kekuasaannya.
Kondisi seperti itu nampak terlihat jelas, banyak gerakan-gerakan kecurangan sudah muncul dengan transparan di tengah masyarakat.
Kekuasaan diyakini bisa mengubah arah politik dan arah penentuan kekuasaan. Itu fakta adanya. Namun bila dilakukan dengan curang, dipastikan akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat.
Apalagi ajang Pemilihan Umum tahun 2024, atau tepatnya tanggal 14 Pebruari 2024, terhitung tinggal sebulan lebih.
Hasil survei pun tersebar dengan angka mengagetkan untuk para pasangan calon presiden. Masyarakat pun bingung dibuat oleh hasil survei.
Kenapa tidak? Hasil survei berbagai lembaga survei seolah membuat ukuran kemenangan salah satu pasangan presiden. Sementara di berbagai kampanye pasangan presiden, para pendukung membludak ketika berada ditengah masyarakat. Apa survei valid?
Isu soal adanya pemimpin negara yang mengumpulkan para kepala desa pun dituding ada penekanan untuk menggiring suara ke salah satu pasangan calon.
Ada juga surat suara beredar di negara Taipei, yang viral di media sosial, sehingga menimbulkan kecurigaan. Ada juga surat suara ditemukan sudah rusak ditengah hutan.
Bahkan saat ini antara partai politik yang mengusung calon presiden saling curiga, siapa yang hendak curang. Siapa yang mau menang lewat tindakan curang?
Masing-masing partai politik saat ini sudah saling mengambil simpatik masyarakat dengan janji-janji muluk-muluk, dengan mengumbar program tak masuk akal.
Siapa yang terpilih nanti, ketika hasil pencoblosan sudah usai itulah hasil konkret. Hasil inilah yang menentukan siapa yang menang untuk memimpin rakyat Indonesia.
Artinya, pemenang presiden sudah sah, tanpa ada akal bulus kecurangan untuk mengejar kekuasaan.
Makin dekatnya Pemilu 2024, makin memanas suhu politik untuk meraih kemenangan. Bahkan berbagai cara pun dilakukan untuk meraih kemenangan.
Tapi ingat, untuk para politikus, partai politik, hak suara ada di masyarakat Indonesia, bukan hasil survei. Karena suara rakyat, suara Tuhan.
Bukan berbuat curang di Pemilu untuk nafsu mengejar kekuasan, rakyat pasti mau muntah melihat kecurangan hanya untuk merebut kekuasaan. *****