
Dua Wajah Ekonomi Indonesia || Oleh Peter F Gontha
DALAM LANSKAP ekonomi Indonesia yang kian kompleks, dua nama kerap muncul dalam percakapan kebijakan publik: Sri Mulyani Indrawati dan Purbaya Yudhi Sadewa.
Keduanya ekonom murni, lahir dari dunia analisis dan data, namun menapaki jalur berbeda dalam menentukan arah kebijakan nasional.
Perbandingan keduanya mencerminkan dua pendekatan yang sama-sama penting—namun sering kali saling berseberangan—dalam menjaga keseimbangan antara disiplin fiskal dan stabilitas sistem keuangan.
●Sri Mulyani: Disiplin yang Menyelamatkan, tetapi Menyakitkan
Sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani telah menjadi simbol keteguhan fiskal dan transparansi anggaran. Reputasinya mendunia, bahkan diakui oleh lembaga internasional seperti Bank Dunia, tempat ia pernah menjabat sebagai Direktur Pelaksana.
Di bawah kepemimpinannya, Indonesia berhasil menjaga defisit di bawah batas aman, memperkuat kredibilitas APBN, serta menahan laju utang agar tetap sehat. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Sri Mulyani adalah penjaga stabilitas keuangan negara.
Namun, disiplin yang keras sering datang dengan harga politik dan sosial.
Kebijakan penghapusan sebagian subsidi BBM dan listrik, meski ekonomis benar, kerap dianggap tidak berpihak kepada masyarakat kecil.
Di ranah politik, ketegasannya dalam mengendalikan anggaran membuat hubungannya dengan sejumlah kementerian dan anggota DPR tegang.
Ia dipuji karena integritas, tetapi dikritik karena kurang fleksibel dan kurang “membumi”.
Sri Mulyani tetap menjadi figur yang dihormati, bahkan oleh mereka yang tak selalu setuju dengannya. Ia adalah wajah Indonesia yang kredibel di mata dunia, tetapi di dalam negeri sering dianggap terlalu berhati-hati menghadapi tantangan pertumbuhan.
●Purbaya Yudhi Sadewa: Akademisi yang Menjaga Denyut Sistem
Berbeda dengan Sri Mulyani yang berdiri di tengah sorotan kabinet, Purbaya Yudhi Sadewa bekerja lebih senyap sebagai Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Ia bukan birokrat yang suka tampil, melainkan teknokrat yang berbicara dengan data.
Sebagai mantan Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, ia membawa cara berpikir akademis yang kuat—berbasis riset, analitis, dan penuh kehati-hatian.
Di bawah arahannya, LPS menjadi pilar penting dalam menjaga stabilitas perbankan, terutama di tengah gejolak global dan ketidakpastian moneter.
Purbaya dikenal berani bersuara kritis terhadap kebijakan yang ia anggap berisiko terhadap sistem keuangan nasional, meski tak selalu populer.
Ia bukan sosok yang mencari panggung, tetapi pemikiran dan ketenangannya memberi keseimbangan di tengah kebisingan politik fiskal.
Meski demikian, keterbatasan posisi di luar kabinet membuat pengaruh Purbaya tidak sebesar Sri Mulyani.
Ia juga sering dinilai terlalu “akademis” — analisisnya brilian, tetapi tak selalu cepat diterjemahkan menjadi kebijakan yang dapat dieksekusi segera.
●Dua Pendekatan-Satu Tujuan
Sri Mulyani dan Purbaya Yudhi Sadewa pada dasarnya berada di sisi berbeda dari spektrum kebijakan ekonomi:
Sri Mulyani menjaga disiplin fiskal dan kredibilitas anggaran, sementara Purbaya menjaga stabilitas perbankan dan kepercayaan sistem keuangan.
Keduanya dibutuhkan.
Ekonomi Indonesia tidak hanya memerlukan otoritas fiskal yang kuat, tetapi juga pengaman sistemik yang menjamin kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan.
Jika Sri Mulyani adalah arsitek keuangan negara, maka Purbaya adalah insinyur sistem yang memastikan bangunan itu tetap berdiri kokoh.
●Refleksi
Perdebatan tentang siapa yang lebih tepat memimpin arah ekonomi Indonesia bukanlah soal siapa yang lebih pintar atau lebih populer.
Ini soal keseimbangan: antara hati dan angka, antara pertumbuhan dan kehati-hatian.
Sri Mulyani mengajarkan disiplin dan tanggung jawab, sementara Purbaya menunjukkan pentingnya sistem yang sehat dan logika kebijakan yang konsisten.
Dua wajah ini—yang berbeda namun saling melengkapi—menjadi cermin perjalanan ekonomi Indonesia menuju kematangan.
Dan mungkin, dalam waktu yang akan datang, keduanya akan tetap menjadi jangkar bagi bangsa yang tengah berlayar di laut globalisasi yang tak pernah tenang. ●Dikutip dari Akun Pribadinya