
Kita, Jangan Mencari Siapa Pemicunya, Tapi Siapa Mulai Meledakkan Emosi Rakyat || Catatan Nazar Husain
FENOMENA seminggu ini sangat mengerikan karena rumah-rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani, Ahmad Sahroni, Eko Patrio dan Uya Kuya disambangi masyarakat kemudian merusak dan mengambil seluruh barang-barang perabotan apa saja diambil.
Mereka berbondong-bondong datang kemudian menjarah isi rumah “orang-orang kaya” itu tanpa ada rasa takut sedikit pun. Apa ini namanya “balas dendam?”. Mungkin iya.
Kita, jangan mencari siapa pemicunya, tetapi siapa yang mulai meledakkan emosi masyarakat yang sudah lama “lapar” oleh beban hidup yang tak kunjung ada peningkatan ekonomi menuju kesejahteraan hakiki. Masyarakat mungkin “iri” melihat “orang atas” selalu mempertontonkan kekayaannya, tetapi masih saja mengeruk uang rakyat.
Padahal semua rumahnya yang dirusak dan dijarah itu, kemudian naik kelas menuju anggota parlemen, hasil dukungan suara masyarakat ketika Pemilu. Ini namanya lupa diri. Menjadi wakil rakyat tetapi lupa dengan rakyatnya.
Maka–mungkin–jangan kaget ketika rakyat melampiaskan “dendamnya” lewat aspirasi aksi demonstrasi kemudian berubah arah menjadi sikap anarkis karena berat beban hidupnya makin mencekik lehernya. Tanpa bisa berbuat apa-apa, nurut saja apakah aturan pemerintah.
Kita jangan juga menyalahkan masyarakat, kenapa sampai hati melakukan tindakan tak terpuji dengan merusak fasilitas dan membakarnya. Cukup terlebih dahulu memahami dan mengevaluasi seluruh latar belakan pemicu peristiwa itu. Apa ada yang salah?.
Kita, harus terus belajar dengan pengalaman hidup yang senantiasa berputar tiada henti ikut merubah sifat dan sikap manusia. Kita, jangan selalu sok pintar, sok kebal hukum, sok kaya raya, lalu kemudian meremehkan rakyat. Itu salah besar!.
Kita setuju dengan Presiden Prabowo Subianto yang memiliki sifat mementingkan rakyatnya, ketimbang mendahulukan kepentingan pribadinya. Ini yang tak dimiliki pejabat-pejabat tinggi negara yang selalu mendahulukan kepentingan pribadi ketimbang rakyat.
Puncak pemicu itu meledak, saat anggota DPR RI mempertontonkan kegembiraannya ketika tunjangan mereka naik drastis. Kemudian mereka berjoget-joget riang bagaikan mendapatkan “THR”, sementara rakyat diluar sana hidupnya memprihatinkan.
Ibarat nasi sudah jadi bubur, ledakan emosi dan kecemburuan sosial itu nyata saat ini. Meledak dengan melakukan tindakan anarkis. Bagai orang lapar mencari nasi+lauknya.
Untungnya, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri mengambil tindakan bagi perusuh anarkis sesuai UU. Maksud Presiden Prabowo Subianto bukan untuk membatasi aspirasi rakyat, tetapi membatasi adanya tindak anarkis yang sudah kelewatan. Itu!. *****