
Memilih Presiden Bukan Membeli Kucing Dalam Karung || Catatan Nazar Husain
SEKITAR sebulan lebih hajat memilih presiden akan kita lakukan perhelatan lima tahun sekali, dengan mencoblos pilihan masing-masing.
Pilihan itu tentu saja berdasar penilaian kita selama ini, masa kampanye atau selama debat berlangsung. Penilaian itu juga atas dasar pertimbangan yang kemungkinan terbaik bagi kita.
Perhitungan itu juga berdasarkan rekam jejak, gagasan, program yang digagas selama ini oleh calon presiden. Tentu saja gagasannya yang diharapkan merubah kesulitan rakyat yang selama ini dialami rakyat.
Rakyat saat ini butuh seorang sosok presiden yang membawa aspirasi kerakyatan bukan hanya janji-janji saja. Sehingga rakyat terlena oleh janji-janji yang hanya iming-iming dan buaian mimpi dalam janji-janji yang menyengsarakan selama lima tahun ke depan.
Kita, rakyat sebenarnya sudah lelah dengan janji-janji ketika masa kampanye pemilihan presiden berlangsung tanpa ada perwujudan kesejahteraan ekonomi.
Yang paling miris saat ini, harga kebutuhan sembako semakin mencekik leher rakyat, semakin melambung tanpa ada perhatian dari pemerintah. Harga kebutuhan rakyat dibiarkan melangit tanpa ada rasa menurunkannya.
Rakyat hanya mendengar dan melihat pembangunan insfrastruktur yang wah, dengan anggaran selangit. Pembangunan yang katanya bisa dirasakan rakyat, ternyata hanya segelintir yang merasakannya.
Tetapi anehnya, pemikiran penekanan harga kebutuhan sembako bagi rakyat tak pernah mendapatkan prioritas, agar rakyat tak lagi uring-uringan memikirkan harga sembako yang terus naik.
Apalagi ekonomi kerakyatan semakin terpuruk dan daya beli rakyat serta penghasilan rakyat pun semakin sulit. Sehingga penghasilan yang tak memadai itu berbuah kesengsaraan.
Kita tidak bahas rakyat kelas atas, rakyat menengah atas, tetapi rakyat yang paling bawah, akar rumput yang setiap hari berteriak dengan harga-harga kebutuhan kian melangit.
Padahal rakyat paling bawah itu juga rakyat Indonesia yang butuh perhatian dari pemimpin negara. Mereka selalu saja terdepak ketika usai memilih sosok presiden pada Pemilu. Mereka tidak diperhitungkan lagi. Miris!.
Untuk itu, mari rakyat untuk memilih sosok presiden yang pro rakyat, bukan yang pro pada kelompoknya ketika terpilih. Hanya mementingkan kelompoknya daripada rakyatnya.
Pilih presiden yang memikirkan rakyatnya bukan pemimpin yang hanya umbar janji, tapi setelah terpilih menjadi presiden, rakyat pun tak dianggap. Pilihlah presiden sesuai hati nurani, jangan membeli kucing dalam karung. *****