Pejabat Mental Korupsi, Gaya Korupsi dan Pencuri Dibalik Jabatan || Catatan Nazar Husain
BEBERAPA TAHUN INI sejumlah pejabat daerah dijerat hukuman karena korupsi. Sangat mengenaskan! Rakyat hanya mengelus dada, apa yang menyebabkan mereka korupsi? Apa karena mau dibilang “sultan” di keluarganya, atau gaya “miliarder” menghantui status sosial mereka yang meningkat karena jabatannya.
Miris kita melihatnya, apa ada yang kurang dengan gaji, fasilitas, dan segala arah uang masuk ketika menjabat masih minim? Atau kebutuhan anggaran “kenakalan” tak cukup untuk foya-foya? Atau kurang pamer kekayaan karena jabatan level tinggi sehingga harus mengeruk uang sebanyak-banyaknya.
Padahal pada dasarnya, seperti jabatan bupati, wali kota dan anggota DPRD/DPR sudah termasuk “mewah” bagi masyarakat yang melihatnya. Tapi kenapa masih saja “rakus” mengeruk uang dengan segala cara untuk memenuhi kebutuhan status sosialnya.
Apa mereka “budek” dengan resiko jabatannya, sehingga semua ditabrak tanpa memikirkan jabatan tinggi yang sulit diraih ketika kampanye. Atau apa mereka (pejabat) bertaruh jabatan hanya memakai “kacamata kuda” tanpa melihat kiri-kanan, hanya melihat kedepan sehingga mudah terperosok ke lubang hukum?
Masyarakat mungkin bingung melihat tingkah perilaku pejabat sekarang, yang gampang tergoda uang bergepok-gepok untuk mengisi pundi-pundi pribadinya dan hanya ingin diakui sebagai “pejabat kaya raya”. Bingung jadinya!.
Bayangkan ketika menjabat level tertinggi, seperti wali kota, bupati semua fasilitas “surgadunia” sudah didapat, rumah dinas, mobil dinas, gaji, kekuasaan dan wewenang penuh, soal dapur pokoknya tak terpikirkan, anggaran bupati dan wali kota melimpah ruah. Tapi kenapa masih saja mencari uang haram? Heran!.
Sebagai pejabat berlevel tinggi seharus menyadari jabatan diembannya, sangat rentan hukum mengintai, pertaruhan jabatan sangat beresiko ketika jabatan disalahgunakan. Karena semua gerakannya kini sudah diintip dan mudah dijebak!
Dikutip dari ANTARA, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) disejumlah daerah. Sejumlah koruptor terjaring, dari mulai pejabat hingga anggota dewan perampok rakyat.
●Pertama pada 2025 dengan menjaring anggota DPRD dan pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, yakni pada Maret 2025.
●Kedua, pada Juni 2025, OTT terkait dugaan suap proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sumut, dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Sumut.
●Ketiga, OTT selama 7-8 Agustus 2025, di Jakarta; Kendari, Sulawesi Tenggara; dan Makassar, Sulawesi Selatan. OTT tersebut terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan rumah sakit umum daerah di Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.
●Keempat, OTT di Jakarta pada 13 Agustus 2025, mengenai dugaan suap terkait dengan kerja sama pengelolaan kawasan hutan.
●Kelima, pada 20 Agustus 2025, OTT terkait kasus dugaan pemerasan pengurusan sertifikasi K3 di Kementerian Ketenagakerjaan yang melibatkan Immanuel Ebenezer Gerungan selaku Wakil Menteri Ketenagakerjaan pada saat itu.
●Keenam, OTT terhadap Gubernur Riau, Abdul Wahid, pada 3 November 2025, yakni mengenai dugaan pemerasan di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau tahun anggaran 2025.
●Ketujuh, pada 7 November 2025, KPK menangkap Bupati Ponorogo, Jawa Timur, Sugiri Sancoko, terkait kasus dugaan suap pengurusan jabatan, proyek pekerjaan di RSUD dr Harjono Ponorogo, dan penerimaan lainnya atau gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo.
●Kedelapan, pada 9-10 Desember 2025, KPK menangkap Bupati Lampung Tengah, Lampung, Ardito Wijaya, terkait kasus dugaan penerimaan hadiah dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah Tahun Anggaran 2025.
●Kesembilan, pada 17-18 Desember 2025, KPK melakukan OTT di Tangerang, dan menangkap seorang jaksa, dua pengacara, dan enam orang pihak swasta. Dalam OTT ini, KPK menyita Rp900 juta.
●Kesepuluh, pada 18 Desember 2025, KPK melakukan OTT di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Dalam operasi tersebut, KPK sudah menangkap 10 orang, termasuk Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang.
●Kesebelas, KPK melakukan OTT di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, pada 18 Desember 2025. KPK menangkap enam orang, termasuk Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara Albertinus Parlinggoman Napitupulu, dan Kepala Seksi Intelijen Kejari Hulu Sungai Utara Asis Budianto.
Artinya, apa belum sadar resiko jabatan bila sudah terjerat hukum? Pertanyaannya sekarang; Apa yang kau cari? Karir atau serakah dengan uang? *****
