
Tata Kelola Air Menjadi Dasar Pengembangan Kota Berkelanjutan
HARIAN PELITA — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (PUPR) melalui Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Mewujudkan Kota Ramah Air: Tantangan Dan Peluang Perencanaan Infrastruktur Wilayah di Auditorium Kementerian PUPR, Senin (11/12/2023).
Kegiatan ini bertujuan untuk menyusun rekomendasi dan memunculkan gagasan pengelolaan air pada kawasan perkotaan.
Acara ini sekaligus dalam rangka mensosialisasikan pertemuan 10th World Water Forum 2024 di Bali.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan dalam perencanaan kota, kita harus memiliki kemampuan untuk mengelola air (water management) dengan baik, sehingga dapat menyusun regulasi yang tepat dan solutif.
Salah satu konsep sebagai solusi pengelolaan air perkotaan adalah water sensitive city (WSC) yang melibatkan integrasi desain kota, infrastruktur, dan kebijakan untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang responsif terhadap perubahan iklim, melindungi sumber daya air, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
“Water sensitive city tidak hanya tentang pengendalian banjir dan penyediaan air bersih, tetapi juga tentang peningkatan kenyamanan. Kita mengenal namanya liveable city, sustainable city, lovable city, semuanya pasti dasarnya adalah air. Kalau orang mau hidup nyaman, pasti harus ada air,” kata Menteri Basuki.
Menurut Yayat Supriyatna (pengamat tata ruang), setiap kota terdiri dari prasarana, people and environment. Keinginan menjadi liveable city, artinya kita bisa memanajemen dengan baik akan menjadi liveable city atau sustainable city,” kata Menteri Basuki.
Kota Ramah Air memiliki beberapa feature utama untuk mengatasi 3 tantangan, yakni terkait kelangkaan air, kelebihan air (banjir), dan kualitas air/lingkungan. Too little, toomuch and too dirty. Salah satu contohnya Kota Jakarta yang sampai saat ini masih menghadapi tantangan terkait persoalan banjir (too much water).
Kementerian PUPR membangun stasiun pompa air Ancol Sentiong sebagai salah satu infrastruktur pengendali banjir di wilayah Jakarta, khususnya bagian utara. Stasiun ini memiliki 5 pompa dengan kapasitas 10 m3/detik untuk mereduksi banjir seluas 879 hektare yang berada di 8 kecamatan, seperti Pademangan, Sawah Besar, Tanjung Priok, Cempaka Putih, Kemayoran, Johar Baru, Matraman, dan Senen. •Redaksi/Rls09