2025-05-26 20:48

Debt Collector Rampok Mobil di SPBU Cabalu, Diduga Perintah PT Adira Finance di Laporkan ke Polres Bone

Share

HARIAN PELITA – Korban perampokan unit kendaraan roda 4 merek Daihatsu Sigra, dengan Nopol DW 1303 BW, warnah putih, milik Muh.

Azis, warga Kecamatan Tanete Riattang, yang diduga dilakukan oleh debt collector atas perintah PT Adira Finance Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, akhirnya dilaporkan ke Polres Bone.

Mata elang kerap menagih atau mengambil paksa alias rampok kendaraan bermotor. Debt collector dan leasing patut dikenai pasal penggelapan.

Berdasarkan surat tanda terima laporan tertanggal 16 Maret 2024 Nomor : STTLP/142/III/2024/SPKT/RES BONE, dugaan tindak pidana penggelapan kendaraan roda 4, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 372 KUHPidana.

Hal tersebut, diduga dilakukan oleh debt collector, atas perintah PT. Adira Finance, pada malam tanggal 19/2/2024 di SPBU Cabalu, Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone, kata Muh. Azis kepada awak media, 15/4/2024, dan telah dilporkan pada pihak Polres Bone.

Muh.Azis mengatakan, melaporkan kepolisi, adalah bentuk perjuangan kami untuk mendapatkan keadilan sekaligus perlindungan hukum atas perampokan kendaraan, oleh debt collector, atas perintah PT. Adira Finance.

Menurut Muh. Azis, ketika dihubungi melalui WhatsApp, merasa tidak menerima perlakuan debt collector, mengetahui mobilnya yang dirampok sudah dilelang tanpa sepengetahuannya.

Ia, langsung melaporkan ke pihak yang berwajib, agar diberikan sanksi pidananya sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang ada, agar tidak terjadi lagi perampokan kendaraan yang menunggak cicilan”, terang Muh.Azis.

Sebagian menafsirkan bahwa proses penarikan kendaraan bermotor harus lewat pengadilan, namun sebagian menganggap bahwa berdasarkan  wewenang yang diberikan oleh UU maka dapat melakukan penarikan sendiri atau sepihak, dan hal inilah yang kemudian terjadi di masyarakat penarikan paksa (perampokan) kendaraan oleh debt collector.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.18/PUU-XVII/2019 terkait tafsir Pasal 15 ayat (2-3) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia terkait cidera janji (wanprestasi) dalam eksekusi jaminan fidusia masih menjadi perbincangan di masyarakat.

Awalnya, pasal itu ditafsirkan jika debitur (konsumen) cidera/ingkar janji, penerima fidusia (perusahaan leasing) punya hak menjual objek jaminan dengan kekuasaannya sendiri (lelang) seperti halnya putusan pengadilan yang inkracht. 

Tapi, pasca terbitnya Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020 itu, MK memberi tafsir berbeda dengan pasal sebelumnya. Kini, sertifikat jaminan fidusia, yang memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, tidak lagi otomatis memiliki kekuatan eksekutorial. 

“Kasus penyitaan hanya boleh dilakukan oleh pihak pengadilan. Dengan peraturan Fidusia tersebut, pihak leasing atau kreditur tidak boleh meminta paksa melalui jasa debt collector,” kata Muh.Azis.

Muh. Azis meminta kepada pihak kepolisian agar memberikan tindakan tegas kepada debt collector yang telah dengan terang-terangan melakukan perampokan mobilnya.

“Tindak tegas para perampok jalanan itu, jangan biarkan berkeliaran. Berikan ketenangan kepada masyarakat yang selama ini resah dan dirugikan karena ulah mereka,” tegasnya.

Berdasarkan laporan Muh.Azis di Polres Bone, hingga ditayangkannya berita ini, belum dapat dikonfirmasi. •Redaksi/AA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *